Part 21

23 2 2
                                    


wisssss gua ucapin selamat buat yg masih mau baca kisah Arlen sampe detik ini!!!bahagia buat kalian!!!

Selamat membaca!!!




























































★★★★









"

Nih baju yang kamu minta," ucap Bianca sambil menyerahkan tote bag berisikan jas yang dia beli tadi.

Arlen menerima tote bag tersebut dengan senang hati. "Sekarang apa yang kamu mau?"

"Uang?" Tanya Arlen lagi menatap Bianca dan Vanya secara bergantian.

"Gimana kalo no telpon?" Tanya Bianca sambil mengambil ponselnya di saku bahunya.

"No telpon? Bukankah uang lebih menguntungkan daripada sederet no telpon?" Tanya Arlen menaikkan sebelah alisnya.

Bianca merasa tertantang dengan ucapan Arlen pun tersenyum singkat.

"Sesuai perjanjian, kamu akan menuruti semua kemauan saya bukan?" Tanya Bianca sambil berkacak pinggang.

Arlen mengangguk singkat mengiyakan pertanyaan Bianca, sedangkan Vanya hanya menatap kedua manusia di depannya dengan pandangan heran.

"Uang memang menggiurkan atau bagaimana jika... uang plus no telpon? Itu permintaan ku dan tugas mu mengabulkan nya," ucap Bianca sambil menik turunkan alisnya.

Arlen menggeleng pelan sambil tersenyum sinis, "benar-benar gadis gila" ucap Arlen dalam hati.

"Fine, berikan no rekening mu dan sebutkan nominal nya sekarang juga," ucap Arlen mengambil ponsel milik Bianca.

Tangan kekarnya mengetikkan beberapa deret nomor di ponsel Bianca, lalu memberikan ponsel tersebut kepada Bianca.

"Berapapun yang kamu kasih akan ku terima dengan senang hati," ucap Bianca mengambil kembali ponselnya.

Lagi-lagi Arlen hanya menghembuskan nafas pelan, jika bukan karna janjinya tadi dia tidak akan memberikan no ponselnya.

"Cukup?" Tanya Arlen memperlihatkan bahwa transaksi nya berhasil.

"WHAT!!! Sepuluh juta?? Lo yang bener??" Pekik Bianca tak percaya menatap Arlen bergantian dengan Vanya.

"Kenapa kurang?"

"Ngga!!! Ini kebanyakan gua balikin ya," panik Bianca melihat nominal uang yang sangat banyak itu.

"Ngga perlu itu imbalan karna kamu sudah membelikan saya baju."

"Dan satu lagi .... Jangan pernah sebar no ponsel saya atau kamu akan tau akibat nya," lanjut Arlen mengancam Bianca.

"Sekarang kalian boleh pergi saya mau ganti baju," usir Arlen acuh yang melihat Bianca masih syok.

Mendengar itupun Vanya menarik tangan Bianca untuk keluar dari kamar Arlen. "Kami permisi."

Keduanya pun meninggalkan Arlen sendirian, saat berada di luar ruangan Vanya menatap Bianca yang masih saja bengong.

"Ca woy!!" Senggol Vanya cukup kencang di bahu Bianca.

"Kalo ini mimpi jangan bangunin gua Nya," ucap Bianca sambil menepuk-nepuk pelan pipinya sendiri.

My Psikopat BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang