Part 18

26 1 0
                                    


Kiwwww maniezzz selamat datang kembali di kisah Arlen semoga masih betah bua terus ikut alurnya yang makin kesana makin kesini ini wkwkwkwk selamat membaca!!!!!










































"Bianca!!"

Merasa ada yang memanggil Bianca pun membalikkan badannya mencari tahu siapa yang memanggilnya.

"Iya Dok, ada apa?" Tanya Bianca kala seorang dokter berjalan menghampirinya.

"Sekarang jam istirahat kan? Mau makan malam bareng?" Tanya dokter tersebut ketika berdiri tepat di depan Bianca.

Jantung Bianca hampir saja merosot dari tempatnya, apakah dia sedang bermimpi saat ini? Jika iya tolong jangan bangunkan dirinya. Sebuah lambaian tangan tepat di depan wajah Bianca, membuatnya tersadar bahwa ini bukanlah sebuah mimpi.

"Ehh iya dok hehehe ... sebelumnya maaf banget Dok, bukannya nolak tapi kebetulan saya sudah ada janji sama Vanya ada urusan lain," tolak Bianca halus saat sadar dari lamunannya.

Raut wajah pria yang kini berada di depannya tampak sedikit kecewa namun, dengan cepat pria itu merubah mimik wajahnya.

"Ouhh gitu ya, oke deh saya duluan ya kalo gitu. Jangan lupa makan ya Bianca," ucap sang dokter berlalu pergi meninggalkan Bianca di lobby rumah sakit.

"Terimakasih Dok, dokter Tama juga jangan lupa makan," balas Bianca sambil melambaikan tangan kepada dokter idaman di rumah sakit tempat nya bekerja.

Tama hanya mengacungkan jempol tangannya ke udara sambil terus berjalan tanpa menengoknya ke belakang, dimana Bianca tengah tersenyum girang seolah tengah mendapatkan hadiah puluhan juta.

"Fiks hari ini, hari beruntung gua. Udah dapet rezeki nomplok dari si brondong sekarang di ajak makan malem sama dokter Tama."

Dari kejauhan Vanya memandang heran Bianca yang tengah tersenyum dan salah tingkah sendiri. "Kan, emang gila tu anak. Besok gua ajak ke rjs beneran!!"

"Beneran gila gua lihat-lihat lo makin ke sini," ucap Vanya sambil menatap Bianca dari atas hingga bawah sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Tu mulut gua jahit juga lama-lama!! Enak aja cewek secantik gua dikatain gila," protes Bianca berkacak pinggang menatap Vanya.

"Ya lagian lo jingkrak-jingkrak gitu, mana banyak yang ngeliatin. Ngga malu lo?"

Bianca menatap sekitar mendengar ucapan Vanya, dan benar saja banyak pasang mata yang tengah menatap nya aneh membuatnya malu sendiri.

"Udah ahh ... Ayo cepetan nanti keburu masuk lagi." Bianca menarik tangan Vanya begitu saja.

Bianca menarik Vanya hingga ke parkiran rumah sakit dengan perasaan campur aduk, antara malu dan senang. "Bisa biasa aja ngga narik tangan nya? Kalo sampe copot gimana??"

Mendengar eluhan Vanya, Bianca melepaskan tangan Vanya begitu saja. "Nih lo aja yang bawa motor."

Bianca menyodorkan kunci motornya kepada Vanya. "Kenapa ngga lo aja?"

"Lagi males bawa motor, udah ihhh cepetan," kesal Bianca.

Dengan perasaan malas Vanya mengambil kunci motor milik Bianca. "Ini jadi ke toko baju nya?"

Bianca hanya mengangguk menjawab pertanyaan Vanya, setelah Vanya mengeluarkan motor milik Bianca dari tempat parkiran. Bianca pun naik di belakang Vanya, mereka pun keluar area rumah sakit menuju toko baju yang terletak tidak jauh dari rumah sakit.

My Psikopat BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang