15

29 2 0
                                    

.

.

.

.

"Aku nggak nyangka kalau bakal jadi gini" Lia menghela napas, menatap Terry yang masih terbaring lemas di atas ranjangnya

"Andaikan tadi Terry sudah pulang, dia nggak bakal terluka kayak gini" Fey mengusap kasar air mata yang merusak make up pengantinnya

"Dan andaikan memang tidak ada Terry, mungkin kamu dan Jay sudah terluka. Ini memang bukan salahmu, tapi kamu berhutang budi dan terimakasih untuk Terry" Sahut Kamal

Fey mengangguk mengerti, ia tatap wajah pucat Terry di sana. Sekujur tubuh pria itu terluka karena serpihan kaca yang merobek kulitnya

Kamal mencabut perlahan serpihan kaca yang tertinggal menusuk bahu Terry

"Akh,"

Bukan Terry yang meringis, tapi Lia. Wanita itu sungguh tak tega melihatnya "Sudah, tinggalkan dia, mungkin baru besok dia bisa siuman"

"Keluarganya berhak tau ini dan aku harus minta maaf ke mereka" Ucap Fey

"Jangan beri tau mereka, kamu tau sendiri kalau rumah Terry jauh, kan? Dari Sulawesi ke sini butuh berjam jam perjalanan. Kalau keluarga nya sudah tau pasti mereka bakal dateng ke sini, padahal mereka sudah hidup tenang di sana lalu berangkat dengan terburu buru ke sini hanya untuk menyaksikan luka. Aku yakin jika Terry pun akan merahasiakan hal ini pada keluarganya"  Timpal Kamal

"Baiklah, ayo keluar, Ganti warna lampunya. Penanganan utama pasien instalasi gawat darurat sudah selesai" Ucap Lia membuka kedua pintu lalu mendapati kedua rekannya keluar

Lia sempatkan lagi untuk menengok ke arah Terry "Gue harap lo kuat"

Di dalam sana, Terry masih terbaring lemah namun air matanya sudah menetes tanpa dikomando, luka di sekitarnya terasa sangat perih

Secepat itu Terry kembali dengan kesadarannya. dan secepat itu Terry kembali merasakan luka. Entah di jiwa ataupun raganya, keduanya sama sama perih

.

21.00 WIB

Fey baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan  diri

Rasa bersalah masih saja menghantui pikiran dan hatinya. Benaknya terus mengingatkan akan Terry yang terbaring lemah di rumah sakit

Fey tatap matanya sendiri yang bengkak karena menangis di depan cermin. Seharusnya ini adalah harinya yang paling bahagia, hari yang dimana seharusnya air mata kesedihan tak keluar untuk sehari ini saja

Tapi ini malah sebaliknya, dan hal yang selalu muncul dalam pikiran dan selalu menjadi pertanyaan batinnya 'kenapa saat dia bahagia, Terry terlihat terluka?'

Fey tidak tau saja, dia yang kurang peka terhadap Terry sendiri

"Jangan khawatir, Terry akan baik baik saja dan besok kita akan pergi ke rumah sakit untuk menemuinya" Jay mengusap kedua bahu istrinya dari belakang demi menenangkannya

Fey menatap balik suaminya dan menghela napas berat "Aku nggak tenang, aku pengen pergi ke rumah sakit sekarang"

"Tapi ini sudah malam, besok kita urusi ini semua. Kita temui Terry dan aku akan menemui Seon, Sekarang kita tidur dulu ya sayang" Jay usap rambut Fey dan menatapnya teduh " Semua sedang istirahat sekarang, kamu juga capek kan?"

Fey mengangguk "Baiklah, ayo tidur" Dia menarik tangan Jay menuju ranjang lalu berbaring di sana

Sedangkan Jay masih duduk di tepi ranjang, Sedari tadi ia berpikir bahwa Fey akan memberikan semua padanya malam ini. kalau ditanya lelah, pastinya Jay lelah sekarang, tapi nyawa lain dalam dirinya malah mendesaknya untuk bermain

Jay ingin memintanya pada Fey, tapi dia tau kondisi dan situasinya sedang bagaimana, sekarang sekarang sedang hancur. Dia mengerti keadaan Fey sekarang, Dan JAy tak akan memaksa 

Jay akan menunggu waktu yang tepat, dia tahan untuk malam ini

Membaringkan tubuhnya di atas ranjang, pandangannya beralih pada sang istri yang belum terlelap, kemudian ia beri isyarat agar wanita itu mendekat

Fey yang menurut setelahnya merasakan lengan telanjang Jay memeluk pinggang rampingnya, sedangkan satu tangan suaminya yang lain terus mengusap rambutnya

setelah itu mereka pejamkan mata bersama hingga tanpa sadar mereka terlelap

.

Terry buka kedua matanya total setelah ia kembali tertidur beberapa jam lalu, tubuhnya masih terasa sakit dan perih sekali, tubuhnya terasa remuk dan hancur

Air matanya kembali meluruh tanpa disuruh, padahal ia tak mau menangis

"Nangis aja Ter, lo nangis bukan berarti lo lemah. Gue tau lo kuat, kuat banget sampe gue nggak tau sedalam apa luka yang lo rasain" Lia menghampiri lelaki itu dan mengusap air matanya dengan sangat hati hati

Terry menghela napas gusar "Apa gue nggak berhak bahagia?"

"Gue yakin, Tuhan pun sudah menyiapkan saat saat dimana lo akan bahagia dengan orang yang lebih baik bagimu"

Terry tak merespon, pandangan nanarnya berhenti di wajah Lia yang sedang menambahkan obat, sedikit di salah satu lukanya. ini tidak sakit jika Lia yang mengobati

"Lo istirahat Ter, tidur aja. Gue temenin lo disini sama Kamal di luar" Ucap Lia yang berhenti mengobati

Terry pejamkan matanya, membiarkan sentuhan lembut dari Lia yang disambut lukanya

Terry tidak tau dengan bagaimana cara Lia mengobatinya, tapi ini terasa nyaman. Pantas saja banyak anak kecil yang mau diobati oleh wanita itu

Menatap iba pada Terry yang sudah terlelap dengan cepat beberapa waktu lalu, tangannya tetap telaten memberi obat dengan hati hati

"Aku harap dia segera menemukan wanita nya sendiri"

.

"Maaf, hasilnya salah sasaran. Kayaknya Si Terry juga tau kalau lampu kristalnya bakal jatuh"

"Iya, gapapa. Yang penting ada yang hancur di sana" Herden memberikan amplop tebal berisi uang pada Seon "Lain waktu gue minta bantuan lo, by the way lo kenapa sama Jay sampa harus pura pura baik di depannya"

Pria itu tersenyum tipis "Ada masalah pribadi"



BERSAMBUNG


Na.yya

Temporary ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang