23. Hancur

63 46 4
                                    

Kini jenazah pak Doni sudah selesai di mandikan dan sedang di kafani, setelah ini akan di bawah ke masjid untuk di sholatkan.

Hanya tersisa bagian wajah yang belum tertutup kain kafan, Zara menatap kosong wajah ayahnya.

"Zara, ayahnya silahkan di cium untuk yang terakhir kali" ucap ustadz itu pada Zara.

Lagi-lagi air mata Zara menetes, karena ini adalah terakhir kalinya ia melihat wajah ayahnya, setelah ini dia takkan bisa lagi melihatnya untuk selamanya.

"Papa, 7 tahun kita berpisah selama ini Zara selalu mencari papa. Dan penantian itu terjawab, Zara bahagia saat Zara bisa melihat papa setelah sekian lama. Tapi kenapa? Pertemuan kita begitu singkat pa? Bahkan Zara masih sangat merindukan papa, rindu peluk hangat dan kasih sayang papa" ucap Zara dalam batinnya.

"Zara ayo."

Zara tersadar dari lamunannya, dia mulai beranjak untuk mencium kening papa nya.

"Papa, maafin Zara ya" memori semasa ia kecil bersama ayahnya terasa berputar di ingatannya.

Setelah selesai mencium keningnya, ia kemudian beranjak untuk mencium kaki ayahnya.

Lelaki yang dulu begitu gagah dan selalu melindunginya, kini telah terbujur kaku berbalut kain kafan.

Zara kembali menangis tak kuasa mengingat setiap memori masa kecil bersama ayahnya.

"Papaa, Zara gak mau sendiri! Mama gak pernah peduli sama Zara."

Gilang juga menahan air matanya, hatinya tersentuh melihat Zara. Gadis yang begitu rapuh, dan sekarang harus kehilangan ayahnya.

Setelah Zara selesai, wajahnya mulai di tutup dan kini tubuh itu sudah berbalut kain kafan sepenuhnya.

"Selamat jalan paa, Zara bakal selalu ingat wajah papa sampai Zara mati sekalipun." ucap Zara dalam batinnya.

Kemudian jenazahnya di angkat ke keranda, dan di bawah ke masjid untuk di sholatkan.

Dan yang menjadi imam shalat jenazahnya adalah Gilang, Gilang menawarkan diri untuk menjadi imam, ntah kenapa hatinya terasa terpanggil untuk membantu Zara.

****

Kini Zara hanya menatap gundukan tanah dan batu nisan yang tertulis nama ayahnya.

Fiona dan kedua orang tuanya masih setia menemani Zara, sebelumnya Zara sudah memberi kabar duka ini kepada Fiona, setelah mendengar itu Fiona dan keluarganya langsung menemui Zara.

"Zara kamu yang sabar ya? gua di sini akan selalu menemani Lo, kita kan sahabat."

"Iya fii makasih ya."

"Iya Zara, kalo ada apa-apa kamu jangan sungkan untuk minta tolong. Om sama Tante udah anggap Zara anak" lanjut Sarah.

"Makasih Tante."

Mata mereka tertuju pada seseorang yang menujuh ke arah mereka. Itu Gilang, dia sudah membantu banyak selama proses pengurusan jenazah.

"Zara, kakak mau pamit pulang dulu ya? Soalnya sesudah ini mau lanjut tugas lagi."

"Iya kak Gilang, sebelumnya Zara mau ngucapin terima kasih ya karena udah banyak ngebantu ngurusin jenazah papa."

"Iya sama-sama, kamu kalo ada apa-apa hubungi kakak aja." di balas senyuman tipis oleh Zara.

Setelah itu gilang mulai pergi dari pemakaman itu.

"Zar, itu tadi siapa? Perasaan dari tadi dia ada terus."

"Itu kak Gilang, dia udah sering bantuin gua."

"Emangnya dia siapanya Lo?"

"Cuma teman doang kok."

"Tapi kelihatan berwibawa banget loh Zar, baik ganteng pula."

"Lo lebih cocok sama dia aja gak usah sama si Fahri brengsek itu." Zara hanya menatap datar Fiona.

Ngomong-ngomong soal Fahri, Zara baru ingat belum memberitahu berita ini pada Fahri. Mungkin setelah pulang dia akan menelpon Fahri dan memberitahunya.

"Fiona! Zara! ayo kita pulang dulu, ini udah sore." ucap Sarah

"Iya Zar, loh harus segera bersihin badan dan istirahat." jawab Fiona

"Zara pulang ke rumah kita aja dulu, dari siang kan dia belum makan. Di rumah nya pasti gak ada makanan, kan seharian dia di sini" ucap Fery

"Om Fery benar Zara, kamu pulang ke rumah kami aja dulu. Nanti kita makan di sana." lanjut Sarah

"Makasih om Tante sebelumnya, tapi maaf, Zara mau langsung pulang ke rumah aja."

"Lo yakin Zar? Lo itu baru aja kehilangan dan gak baik kalo Lo sendirian di rumah, maksudnya biar Lo gak kesepian dan gak terlalu sedih lagi."

" Gak apa-apa fii, gua mau langsung pulang aja gua mau istirahat."

"Ya udah kalo gitu, nanti kita antar ya." Fiona tak mau memaksa zara

"Iya"

****

Saat ini Zara duduk termenung di pinggir jendela kamar nya, dia masih memikirkan ayahnya.

"Kenapa mama jahat banget sih pisahin Zara sama papa?"

Zara berpikir untuk memberitahu ibunya kalo ayahnya meninggal hari ini.

"Gua telpon mama aja deh." Zara mengambil ponselnya dan kemudian menelpon ibunya.

"Halo maa?"

"Kenapa kamu telpon mama lagi? Jangan bilang kamu mau nyusahin mama lagi?"

"Zara mau ngasih tau mama sesuatu."

"Kasih tau apa?"

"Maa, papa udah meninggal." mendengar itu, mata Lilis membulat sempurna karena tidak menyangka.

"Kamu tau dari mana?"

"Maa, Zara mau tanya sama mama, kenapa selama ini mama bohong sama Zara? Mama udah pisahin Zara sama papa?"

"Apa maksud kamu?"

"Zara Udah tau semuanya, selama ini mama bohong sama Zara, papa gak pernah menikah setelah cerai sama mama."

"Selama ini papa terus cari Zara dan papa gak jahat seperti yang mama bilang, tapi mama malah bilang kalo papa udah nelantarin Zara" lanjut zara

"Bagus kalo kamu udah tau itu artinya mama gak perlu repot-repot lagi jelasinnya"

"Jawab maaa? Kenapa mama lakuin ini?"

"ITU KARENA PAPA KAMU PENYAKITAN, BANGKRUT, GAK BISA DI ANDELIN."

"Mama jahat banget sihh, Zara kecewa sama mama."

"MAMA JAHAT KAMU BILANG? Hey kamu sadar selama ini mama yang cari uang buat kamu, papa kamu gak pernah kasih nafkah buat kamu"

"Iya tapi gak seharusnya mama kek gini, mama udah pisahin Zara sama papa dan membuat Zara merasa kesepian selama ini" emosi Zara tak tertahan, kini dia berani mengungkapkan isi hatinya kepada ibunya.

"KAMU MARAH SAMA MAMA? MAU JADI ANAK DURHAKA KAMU? Dasar anak gak tau di untung, harusnya kamu tu bersyukur mama udah mau urusin kamu."

"OKE KALO KAMU ANGGAP MAMA JAHAT, MULAI SEKARANG KAMU GAK USAH LAGI HUBUNGIN MAMA, KAMU BUKAN ANAK MAMA LAGI." lanjut Lilis

"maa maafin Zara, Zara gak bermaksud ngelawan mama."

"UDAH!!!! MAMA UDAH MUAK SAMA KAMU, MULAI SEKARANG KAMU URUS HIDUP KAMU SENDIRI." Lilis terdengar sangat marah dan ia langsung mematikan ponsel nya

Zara hanya menangis mendengar ucapan ibunya, sekarang dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi.

Dia baru saja kehilangan ayahnya dan sekarang ibunya sudah tidak menganggapnya anak.

"Ya Allah mengapa seperti ini? Kau ambil semuanya, apakah kau juga tidak sayang padaku?"

Happy reading 😊


Next.....






Lautan Dan Lukanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang