Kim Younghoon

144 13 0
                                    

Malam di kota kecil itu begitu sunyi.

Angin membawa aroma hujan yang tertinggal, menyusup melalui celah-celah jendela tua.

Di sebuah kamar sederhana, Mingyu duduk di depan meja kayu, selembar kertas di tangannya. Pena yang digenggamnya menari-nari di atas kertas, menciptakan kata-kata yang mengalir dari hati yang sarat dengan kerinduan.

"Younghoon, sahabatku," tulis Mingyu dengan tangan yang sedikit gemetar. "Hari-hari terasa begitu panjang tanpa kehadiranmu. Setiap sudut kota ini mengingatkanku pada jejak langkah kita, pada tawa dan cerita yang kita bagi. Di manapun kau berada sekarang, semoga kau selalu dalam keadaan baik."

Mingyu berhenti sejenak, menatap langit-langit kamar yang penuh dengan bayangan masa lalu. Ia mengingat hari-hari cerah saat mereka berdua berlari di padang rumput, menggapai impian dengan tawa yang tak pernah usai.

"Aku merindukanmu, Younghoon," lanjutnya menulis. "Ada begitu banyak hal yang ingin kuceritakan padamu, tentang mimpi-mimpi baru yang mulai kubangun, tentang dunia yang terus berputar meski hatiku merasa hampa tanpa hadirmu."

Dengan berat hati, Mingyu melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam amplop. Ia menulis alamat Younghoon di sana dengan hati-hati, seakan setiap hurufnya memiliki makna yang mendalam.

Ia kemudian beranjak menuju kotak pos di ujung jalan, menatap bintang-bintang yang berkelip di langit malam.

.

Berbulan-bulan berlalu tanpa kabar.

Hati Mingyu mulai dipenuhi keraguan, namun ia tetap menulis. Setiap minggu, satu surat untuk Younghoon, berharap bahwa suatu hari sahabatnya akan membalasnya.

Dan akhirnya, pada suatu senja yang indah, sebuah surat dengan cap pos dari tempat yang jauh tiba di tangan Mingyu. Dengan tangan yang bergetar, ia membuka amplop itu dan mulai membaca.

"Mingyu, sahabat yang kurindukan," tulis Younghoon dengan tulisan yang masih sangat dikenali Mingyu. "Maafkan aku karena baru bisa membalas suratmu. Dunia yang kutinggali sekarang begitu berbeda, begitu asing. Tapi aku baik-baik saja, dan setiap harinya aku merindukan saat-saat kita bersama."

Mingyu merasakan kehangatan yang lama hilang mengalir kembali ke dalam hatinya. Ia terus membaca, menyelami setiap kata yang ditulis oleh sahabatnya.

"Ada banyak yang ingin kuceritakan padamu, tentang tempat ini, tentang orang-orang yang kutemui. Tapi yang paling penting, aku ingin engkau tahu bahwa meski jarak memisahkan kita, persahabatan kita tetap abadi. Aku berharap suatu hari kita bisa bertemu lagi, tertawa dan berbagi cerita seperti dulu."

Air mata mengalir di pipi Mingyu, bukan karena kesedihan, tapi karena kebahagiaan yang murni. Ia merasa bahwa meski dunia terus berputar, ada hal-hal yang tetap tak berubah, seperti persahabatan yang ia miliki dengan Younghoon.

Setiap surat yang datang dari Younghoon selalu membawa kehangatan dan harapan baru. Mereka terus bertukar cerita, saling menguatkan di tengah kesibukan hidup masing-masing. Hingga suatu hari, dalam salah satu suratnya, Younghoon menulis sebuah rencana.

"Mingyu, sahabatku," tulis Younghoon. "Aku berpikir, bagaimana jika kita bertemu? Sudah terlalu lama kita terpisah. Aku merindukan tawa dan ceritamu secara langsung. Ada sebuah taman di kota kecil ini yang selalu mengingatkanku padamu. Bagaimana jika kita bertemu di sana bulan depan?"

Mingyu membaca surat itu berulang kali, senyum tak pernah hilang dari wajahnya.

Ia merasakan jantungnya berdebar-debar, membayangkan pertemuan yang telah lama dinantikannya.

.

Hari yang dijanjikan akhirnya tiba.

Mingyu berangkat dengan hati yang penuh harapan. Perjalanan yang panjang terasa begitu singkat saat ia membayangkan pertemuannya dengan Younghoon. Setiap pemandangan di luar jendela kereta seolah menari menyambut kegembiraannya.

B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang