Kim Yugyeom

127 11 0
                                    

Matahari sudah hampir tenggelam, memberikan warna keemasan yang lembut di langit sore.

Di bawah sinar matahari yang perlahan memudar, dua sosok berdiri di halaman belakang rumah sederhana itu. Yugyeom dengan sabar menyapu daun-daun yang berguguran dari pohon tua, sementara Mingyu berjongkok di dekat tanaman bunga, mengaduk tanah yang sudah mulai kering, berusaha memastikan setiap akar mendapatkan air yang cukup.

“Kau benar-benar harus istirahat,” ucap Yugyeom sambil menatap Mingyu dengan cemas. “Kau sudah melakukan terlalu banyak hal hari ini. Tubuhmu butuh waktu untuk pulih.”

Mingyu menghentikan gerakannya sejenak, kemudian mengangkat wajahnya untuk menatap Yugyeom. Tetesan keringat mengalir dari pelipisnya, menyusuri wajahnya yang tampak lelah namun penuh tekad. “Aku tahu kau mengkhawatirkanku, Yugyeom. Tapi kau juga harus ingat, aku tidak bisa membiarkanmu melakukan semua pekerjaan setiap hari. Aku perlu membantu, setidaknya sedikit.”

Yugyeom menatap Mingyu dengan pandangan yang penuh kasih, tapi juga bercampur dengan sedikit keputusasaan. Dia tahu Mingyu selalu memiliki tekad yang kuat, dan rasa tanggung jawab yang dalam terhadap mereka berdua. Namun, di balik semua itu, Yugyeom juga melihat tubuh yang semakin melemah karena kelelahan yang tak kunjung berakhir. “Mingyu, ini bukan soal siapa yang lebih kuat atau siapa yang lebih banyak bekerja. Ini soal kita berdua. Jika kau terus memaksakan diri seperti ini, siapa yang akan menjaga kita jika kau sakit?”

Mingyu tersenyum tipis, senyum yang penuh rasa syukur dan cinta. Dia tahu Yugyeom benar, tapi hatinya tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia hanya duduk diam sementara Yugyeom bekerja keras. “Aku hanya ingin merasa berguna, Yugyeom. Aku tidak ingin menjadi beban bagimu.”

“Beban?” Yugyeom melangkah mendekat, menyentuh pundak Mingyu dengan lembut. “Kau bukan beban, Mingyu. Kau adalah kekuatanku, tempatku bersandar. Jika ada satu hal yang membuatku kuat, itu adalah karena aku tahu kita ada untuk satu sama lain. Aku lebih memilih kau sehat dan di sampingku, daripada melihatmu terbaring sakit karena memaksakan diri.”

Angin sore berhembus pelan, membawa aroma dedaunan basah dan bunga yang sedang bermekaran. Waktu seakan berhenti sejenak saat mereka saling menatap, dalam diam yang dipenuhi dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Mingyu ingin membalas, mengatakan bahwa dia kuat, bahwa dia bisa melakukannya, tetapi dia tahu Yugyeom benar. Bahkan dalam diamnya, Yugyeom selalu tahu bagaimana menyentuh hatinya yang paling dalam, membuatnya sadar bahwa kebersamaan mereka jauh lebih penting daripada apapun.

“Aku mengerti,” bisik Mingyu akhirnya, menyerah pada perasaannya yang bercampur aduk. “Tapi izinkan aku untuk membantu, meskipun sedikit. Aku hanya ingin merasa berguna.”

Yugyeom mengangguk pelan, menarik Mingyu ke dalam pelukannya. “Kita akan melakukannya bersama, Mingyu. Tidak ada yang perlu dilakukan sendirian, tidak juga beban ini. Seperti janji kita dulu.”

Mereka berdiri dalam keheningan yang tenang, merasakan hangatnya pelukan yang saling menguatkan.

Di tengah malam yang mulai merambat, Mingyu akhirnya menyerah pada kelelahan yang selama ini dia lawan. Di dalam pelukan Yugyeom, dia membiarkan dirinya tenang. Dan dengan itu, dia menemukan kekuatan yang sejati.

Malam semakin larut, membawa kesejukan yang perlahan-lahan meresap ke dalam setiap sudut rumah kecil mereka. Di dalam kamar yang hangat, di bawah selimut tebal, Mingyu terbaring dengan mata yang masih terbuka. Yugyeom duduk di sampingnya, tangannya lembut mengelus rambut Mingyu, berusaha menenangkan pikiran yang masih bergejolak.

“Yugyeom,” suara Mingyu terdengar pelan, hampir seperti bisikan di tengah malam yang sunyi. “Apa kau pernah merasa takut?”

Yugyeom menghentikan gerakannya, sejenak merenungkan pertanyaan itu. Dia menatap Mingyu, melihat cahaya bulan yang masuk melalui jendela menerangi wajah lelahnya. “Takut?” Yugyeom mengulang kata itu, mencoba memahami maksud di baliknya. “Tentu saja, Mingyu. Aku manusia biasa, sama seperti dirimu. Ada banyak hal yang membuatku takut. Kehilanganmu, misalnya. Atau melihatmu menderita.”

B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang