Senja datang perlahan, seperti cinta yang tumbuh tanpa disadari.
Di langit barat, matahari terbenam dalam semburat jingga yang melebur ke dalam warna-warna keemasan, menyapu garis cakrawala dengan sentuhan yang lembut. Di sebuah taman tersembunyi, di antara rerimbunan pepohonan yang rindang, seutas hammock menggantung diam-diam, menampung dua tubuh yang berbaring bersisian.
Yuto dan Mingyu terbaring di sana, tubuh mereka saling bersentuhan dengan keintiman yang tak terucap. Angin sepoi-sepoi yang berembus lembut menyisir rambut mereka, membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang mendingin seiring berakhirnya hari.
Mingyu menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara segar memenuhi paru-parunya sebelum melepaskannya perlahan. "Kau tahu, Yuto... aku tidak pernah membayangkan akan menghabiskan senja seperti ini," katanya, suaranya nyaris berbisik, seolah takut mengusik ketenangan yang melingkupi mereka.
Yuto mengangkat satu alis, menoleh sedikit untuk melihat wajah Mingyu yang sebagian terhalang bayangan. "Seperti apa?" tanyanya, suaranya datar namun ada kehangatan yang samar terdengar.
"Seperti... tidak melakukan apa-apa," jawab Mingyu. "Hanya... berbaring, membiarkan waktu berlalu, tanpa ada kewajiban atau tugas yang mendesak."
Yuto tersenyum tipis, senyuman yang hampir tidak terlihat di bawah cahaya senja. "Mungkin ini yang disebut kebahagiaan sederhana," balasnya. "Kita seringkali terlalu sibuk mengejar banyak hal, sampai lupa bagaimana rasanya menikmati momen kecil seperti ini."
Mingyu mengangguk pelan, setuju tanpa kata-kata. Dia mengulurkan tangan, menyentuh jemari Yuto yang dingin. Sentuhan itu membuat Yuto merasakan kehangatan yang aneh di dadanya, sesuatu yang perlahan membara di tengah dinginnya udara senja.
"Apa menurutmu..." Yuto ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Apakah kita akan mengingat momen ini?"
Mingyu berpaling, menatap langit yang mulai gelap. "Mungkin. Mungkin tidak. Tapi yang jelas, aku akan mengingat perasaan ini. Perasaan tenang, damai... dan dekat denganmu."
Kata-kata itu menggantung di udara, berat namun lembut, seperti kabut yang menyelimuti dedaunan. Yuto tidak menjawab, tapi dia mengeratkan genggamannya pada tangan Mingyu, seolah menegaskan bahwa dia merasakan hal yang sama. Mereka tidak perlu kata-kata untuk memahami apa yang dirasakan.
Perlahan, rasa kantuk mulai merambat di antara mereka, seperti jaring halus yang menjerat kesadaran. Angin yang semakin sejuk membuat kelopak mata mereka berat, dan tanpa disadari, mereka mulai terlelap.
Hammock itu bergoyang perlahan, mengikuti irama napas mereka yang semakin lambat. Mereka terjatuh ke dalam dunia mimpi, di mana waktu tidak lagi penting, dan hanya ada kehangatan tubuh yang saling berdekatan.
Ketika malam benar-benar jatuh, dan bintang-bintang mulai berkelip di langit, dua tubuh itu tetap terlelap, terbungkus dalam damai yang langka. Tidak ada janji, tidak ada harapan yang perlu diungkapkan. Hanya ada mereka, dan momen yang tak akan terlupakan, meskipun tak ada yang tahu apakah ingatan itu akan bertahan di hari esok.
Mungkin ini adalah cara semesta memberitahu mereka, bahwa terkadang, kebahagiaan sejati ditemukan dalam ketenangan, dalam keheningan yang tak terganggu oleh hiruk-pikuk dunia. Bahwa cinta, seperti senja yang memudar, bisa datang tanpa diduga, dan membawa mereka ke dalam kehangatan yang abadi, bahkan dalam tidur.
Malam semakin larut, namun hammock itu tetap mengayun pelan, menenangkan dua jiwa yang terlelap dalam pelukannya. Langit di atas mereka kini dipenuhi bintang, seakan-akan menjadi saksi bisu dari keheningan yang menyelimuti Yuto dan Mingyu. Angin malam yang sejuk membelai lembut kulit mereka, membawa harum tanah yang segar dan aroma dedaunan yang lembab.
Mingyu, dalam tidurnya, tanpa sadar mendekatkan tubuhnya pada Yuto. Tubuh mereka bersentuhan lebih erat, napas mereka hampir selaras. Di dalam mimpinya, Mingyu merasakan kehangatan yang begitu familiar, seolah-olah Yuto adalah bagian dari dirinya yang hilang, yang baru saja ditemukan. Yuto, meskipun masih dalam alam bawah sadarnya, merespons kedekatan itu dengan memeluk Mingyu lebih erat. Ada ketenangan yang mengalir di dalam dadanya, sesuatu yang sudah lama ia cari tanpa benar-benar menyadarinya.
Ketika fajar perlahan mendekat, cahaya pertama matahari mulai merayap di cakrawala. Warna-warna merah muda dan jingga kembali menghiasi langit, menciptakan pemandangan yang indah di atas mereka. Sinar pertama pagi itu mengenai wajah Mingyu, membangunkannya perlahan dari tidur yang damai.
Mingyu mengerjap, membuka matanya yang masih berat, dan yang pertama dilihatnya adalah wajah Yuto yang masih terlelap di sisinya. Wajah itu tampak begitu damai, hampir seperti anak kecil yang tidak terbebani oleh dunia. Ada sesuatu yang menggerakkan hati Mingyu saat melihat Yuto seperti ini—entah bagaimana, begitu berharga.
Perlahan, Mingyu mengulurkan tangan dan menyentuh pipi Yuto, lembut. Yuto menggeliat sedikit dalam tidurnya, tetapi tidak terbangun. Mingyu tersenyum kecil, merasakan kehangatan menjalar dari hatinya, seolah-olah seluruh dunianya kini berpusat pada sosok yang ada di sampingnya.
Yuto akhirnya terbangun dengan pelan, kelopak matanya bergetar sebelum terbuka. Ia menemukan Mingyu menatapnya dengan mata yang penuh perasaan, dan seketika, Yuto merasa seluruh tubuhnya dipenuhi kehangatan yang sama.
"Pagi," bisik Yuto, suaranya serak karena baru bangun tidur.
Mingyu tersenyum, senyuman yang penuh kehangatan dan kejujuran. "Pagi, Yuto."
Mereka tetap diam untuk beberapa saat, membiarkan momen itu bertahan sedikit lebih lama. Cahaya pagi yang lembut menciptakan bayangan di wajah mereka, memberikan kedamaian yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
"Aku rasa, aku belum pernah merasa setenang ini," kata Yuto akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.
Mingyu mengangguk pelan. "Aku juga. Rasanya… seperti semua masalah hilang begitu saja."
Yuto menatap Mingyu, dan ada sesuatu yang berubah dalam pandangannya. Seolah-olah ia baru menyadari sesuatu yang selalu ada di hadapannya. "Mingyu, aku…"
Mingyu menunggu, tanpa mendesak, tanpa tekanan. Ia tahu bahwa apapun yang akan dikatakan Yuto, itu akan berarti besar bagi mereka berdua.
Namun, Yuto tidak melanjutkan kata-katanya. Sebaliknya, ia mengulurkan tangan, menyentuh wajah Mingyu dengan lembut, membiarkan sentuhan itu berbicara lebih dari yang bisa diucapkan oleh kata-kata. Dalam keheningan yang menyelimuti mereka, Mingyu mengerti apa yang ingin disampaikan Yuto—dan ia merasakannya juga.
Mereka tidak perlu berkata-kata lagi. Momen itu sudah sempurna dengan sendirinya, hanya dengan mereka berdua, di pagi yang indah, di bawah langit yang cerah. Di sana, dalam keheningan, mereka menemukan kebahagiaan yang selama ini mereka cari—bukan dalam hiruk-pikuk kehidupan, tetapi dalam kehadiran satu sama lain.
Sebuah perasaan yang begitu murni, begitu tulus, yang akan mereka kenang selamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
ФанфикKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3