Kamar yang sempit itu dihuni oleh sunyi yang menyesak, seperti alunan musik melankolis yang menggema dalam jiwa.
Rowoon terbaring di sofa, tatapan matanya menelusuri langit-langit yang pucat, seolah mencari jawaban dari segala kegelisahan yang menghantam batinnya. Angin malam menyelinap masuk dari jendela, membawa aroma nostalgia dan luka yang tak kunjung sembuh.
Di dalam kamar, Mingyu berdiri di hadapan cermin, memandang bayangan dirinya yang tampak rapuh dan lelah. Ia menutup matanya, membiarkan air mata yang tertahan jatuh mengalir, membasahi pipi yang dingin. Hatinya bergejolak, dipenuhi amarah, kesedihan, dan cinta yang tak kunjung pudar. Dalam diam, ia merenungkan segala yang telah terjadi, segala janji dan pengkhianatan yang kini menghantui.
"Apa yang sebenarnya kita cari, Rowoon?" bisiknya pada bayangan di cermin, seolah berharap bayangan itu mampu memberikan jawaban. "Apakah cinta ini cukup untuk mengatasi segala luka?"
Sementara itu, di ruang tamu, Rowoon mencoba bangkit dari sofa, menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya. Ia melangkah pelan menuju kamar, mendapati Mingyu yang masih terpaku di depan cermin. "Mingyu," panggilnya dengan suara serak yang dipenuhi penyesalan. "Aku tidak ingin kehilanganmu."
Mingyu menoleh, menatap suaminya dengan mata yang basah. "Kau harus mengerti, Rowoon. Cinta bukan sekedar kata-kata. Cinta adalah tentang tindakan, tentang bagaimana kita menjaga kepercayaan yang telah diberikan."
Rowoon mendekat, meraih tangan Mingyu dengan lembut. "Aku tahu, dan aku menyesal. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa berubah. Bahwa cinta kita lebih kuat dari segala rintangan yang ada."
Mingyu menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dalam hatinya. "Aku ingin percaya padamu, Rowoon. Tapi itu bukan hal yang mudah."
"Berikan aku waktu," pinta Rowoon, suaranya penuh dengan kejujuran dan harapan. "Berikan aku kesempatan untuk membuktikan cintaku padamu."
Mingyu terdiam sejenak, merenungi permintaan suaminya.
Akhirnya, ia mengangguk perlahan. "Baiklah. Tapi ingat, ini adalah kesempatan terakhir. Jangan sia-siakan kepercayaan yang kuberikan."
Rowoon mengangguk, merasakan kelegaan yang perlahan menyelimuti hatinya. "Aku berjanji, Mingyu. Aku akan berubah."
Malam itu, mereka berdua terbaring di ranjang yang sama, namun dengan perasaan yang berbeda. Di antara mereka, ada jarak yang tak kasat mata, jarak yang dibangun oleh luka dan kekecewaan.
Namun, di balik semua itu, ada cinta yang masih menyala, meski redup, tapi tetap ada.
Di luar, bulan purnama masih bersinar terang, seolah menjadi saksi bisu dari perjuangan cinta yang tak kenal lelah. Angin malam terus berhembus, membawa serta harapan baru bagi dua hati yang tengah berjuang untuk saling memahami dan menerima.
Dan di dalam kamar itu, dalam pelukan malam yang pekat, mereka berdua berjanji untuk terus berjuang, untuk cinta yang telah mereka bangun bersama.
.
Fajar merekah dengan sinar lembut yang menyelusup melalui celah-celah tirai, mengusir sisa-sisa kegelapan malam yang telah menyelimuti hati dan pikiran mereka.
Rowoon terbangun terlebih dahulu, mengamati wajah Mingyu yang tertidur di sampingnya. Ada kedamaian yang rapuh di sana, seolah mimpi yang mereka rajut dalam kebersamaan semalam masih menggantung di udara.
Ia bangkit perlahan, menjejakkan kaki di lantai kayu yang dingin, dan melangkah ke dapur. Suara burung-burung yang berkicau di luar jendela membawa nuansa pagi yang penuh harapan. Rowoon mengambil panci, menuangkan air, dan menyalakan kompor, berniat untuk membuat sarapan sebagai tanda permulaan baru. Asap tipis mulai mengepul, memenuhi dapur dengan aroma kopi yang hangat.
Mingyu terbangun oleh suara gemerisik panci dan aroma kopi yang menyusup ke dalam kamar. Ia bangkit, merapikan rambutnya yang acak-acakan, dan melangkah keluar. Di tengah perjalanan menuju dapur, Mingyu mendengar tangisan lembut Minwoo dari kamar sebelah. Ia segera masuk dan melihat bayi kecilnya menggeliat mencari kenyamanan.
Mingyu duduk di kursi goyang dan mulai menyusui Minwoo dengan penuh kasih sayang. Di saat itu, Rowoon melongok dari balik pintu, menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terasa berat. Melihat Mingyu yang menyusui Minwoo, mengingatkan Rowoon pada perjuangan istrinya selama ini. Bagaimana Mingyu mengorbankan begitu banyak untuk keluarga kecil mereka, merawat Minwoo dengan cinta yang tulus meski tubuhnya lelah dan hati sering terluka.
Rasa bersalah menyergap Rowoon, seolah menghimpit dadanya dengan beban yang tak tertanggungkan. Ia teringat pada semua janji yang pernah diucapkan, semua harapan yang pernah ditanamkan, dan bagaimana ia seringkali mengecewakan Mingyu dengan tingkah lakunya. Rowoon menarik napas panjang, menenangkan gejolak di dalam hatinya, lalu melangkah masuk dengan hati-hati.
"Selamat pagi," sapanya dengan suara yang sedikit serak, mencoba menyembunyikan rasa bersalahnya di balik senyum.
Mingyu mengangkat wajahnya, menatap Rowoon dengan tatapan lelah namun hangat. "Selamat pagi," balasnya lembut, meski ada bayangan kelelahan yang tak bisa disembunyikan di matanya.
"Aku membuat sarapan untuk kita," lanjut Rowoon, berusaha menawarkan sesuatu yang kecil sebagai tanda niat baiknya.
Mingyu mengangguk pelan. "Terima kasih. Aku akan menyusul setelah Minwoo selesai."
Rowoon meninggalkan Mingyu dengan Minwoo, kembali ke dapur untuk menyelesaikan sarapan. Mereka duduk berhadapan di meja makan, diam dalam kebisuan yang terasa berat, namun sarat dengan makna.
"Rowoon," akhirnya Mingyu berbicara, suaranya lembut namun tegas. "Aku ingin kita jujur satu sama lain. Tentang perasaan, tentang apa yang kita harapkan dari hubungan ini."
Rowoon menatap dalam-dalam ke mata Mingyu, melihat bayangan dirinya yang penuh luka dan harapan. "Aku ingin memperbaiki segalanya, Mingyu. Aku ingin kita kembali seperti dulu, saat cinta kita murni dan penuh kebahagiaan."
Mingyu menarik napas panjang, mencoba menata hatinya yang masih bergejolak. "Aku juga ingin hal yang sama, Rowoon. Tapi kita harus membangun kembali kepercayaan yang sudah hancur. Kita harus jujur pada diri sendiri dan pada satu sama lain."
Rowoon mengangguk, meraih tangan Mingyu yang dingin. "Aku berjanji, Mingyu. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan cintaku padamu. Untuk menunjukkan bahwa aku bisa berubah."
Mingyu merasakan hangatnya sentuhan tangan Rowoon, seolah ada sedikit sinar harapan yang menyelinap masuk ke dalam hatinya. "Baiklah," ujarnya pelan. "Kita mulai dari awal. Dengan kejujuran dan kesabaran, kita bisa melewati ini bersama."
Mereka melanjutkan sarapan dalam diam yang lebih tenang, menikmati kebersamaan yang meski masih diliputi bayang-bayang masa lalu, namun kini diselimuti harapan baru. Di luar, matahari mulai naik tinggi, membawa serta janji hari yang baru.
Hari-hari berikutnya adalah perjuangan tanpa henti. Rowoon berusaha keras membuktikan cintanya, dengan setiap tindakan dan kata-kata yang penuh kejujuran. Mingyu, meski masih diliputi keraguan, perlahan membuka hatinya, memberi kesempatan untuk cinta yang kembali tumbuh.
Malam-malam yang dilalui dengan pembicaraan panjang, saling mengungkapkan perasaan yang tertahan, saling memahami dan menerima. Mereka menemukan bahwa cinta bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang menerima kekurangan dan berjuang bersama untuk menjadi lebih baik.
Dan di suatu malam yang tenang, di bawah cahaya bulan yang lembut, mereka berdiri di balkon, memandang langit yang dipenuhi bintang. Rowoon meraih tangan Mingyu, menggenggamnya erat. "Terima kasih, Mingyu. Untuk kesempatan kedua ini."
Mingyu menoleh, menatap dalam mata Rowoon yang penuh dengan cinta dan penyesalan. "Aku juga berterima kasih, Rowoon. Untuk perjuanganmu. Kita telah melalui banyak hal, tapi kita tetap bersama. Itu yang terpenting."
Mereka berciuman, mengukir janji dalam keheningan malam. Janji untuk terus berjuang, untuk saling mencintai dan menerima, apapun yang terjadi. Di bawah langit malam yang penuh bintang, dua hati yang penuh luka dan harapan kembali menyatu, menemukan cinta yang lebih kuat dari sebelumnya.
Cinta yang telah teruji oleh waktu dan cobaan, namun tetap bertahan dengan segala keindahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
FanfictionKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3