Mobil terparkir dengan rapi di depan rumah. Cherine dibantu oleh Cathy keluar dari dalam mobil. Tatapan perempuan itu langsung memusat pada gorden kamarnya. Cherine sudah tidak sabar untuk naik ke lantai atas. Cherine sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Vander.
Sejenak, kaki Cherine terhenti sebelum melangkah maju semakin dalam. Sampai ketika langkah Andrew menyusul, barulah Cherine sedikit tersadarkan dari lamunannya.
"Cathy, aku akan pergi sebentar. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Kau tidak masalah, kan?"
Cathy mengangguk, wanita setengah baya itu tahu jika Andrew memang sedang memiliki janji hari ini dengan beberapa koleganya di luar kantor. Tidak bisa dibatalkan, sebab ini pertemuan penting.
"Cherine, Dad minta maaf."
"Pergilah, Dad. Lagi pula, kita sudah sampai di rumah sekarang."
Meski merasa berat hati, setelah membukakan pintu utama agar Cathy dan Cherine masuk, Andrew akhirnya segera bergegas kembali. Pria setengah baya itu berjanji jika setelah urusannya selesai, ia akan segera kembali lagi.
"Apa dia tidak memberitahumu, Mom? Tentang urusannya?" tanya Cherine, mendadak penasaran.
"Mom sama sekali tidak peduli, Cherine. Keadaanmu sekarang jauh lebih penting daripada harus memikirkan Daddy mu."
Cherine menoleh, kemudian mengulas senyum singkat. Cathy menemani Cherine menaiki deretan anak tangga, sebab wanita itu sangat khawatir jika sesuatu kembali terjadi pada putrinya tersebut.
"Mom, bolehkah aku beristirahat sampai jam makan malam datang?"
"Tentu. Kenapa tidak boleh?"
Cherine menganggukkan kepalanya. Tentu itu bukanlah sekedar izin. Cherine takut, Cathy akan datang membawakan sesuatu ke dalam kamarnya karena Cathy selalu melakukan itu saat Cherine berada di dalam kamar, terkecuali Cherine sudah memberitahukan pada wanita itu jika ia akan beristirahat selama beberapa jam. Cathy sudah dipastikan tidak akan mengganggu dirinya.
Cherine kali ini tidak ingin diganggu oleh siapapun. Cherine ingin pertemuannya dengan Vander tidak mendapatkan gangguan. Hanya berdua saja, sebab Cherine akan meminta maaf pada makhluk itu karena ia pergi tanpa pamit, dan kembali cukup lama.
"Temanku pasti sangat merindukanku sekarang, Mom," ucapnya yang ia pusatkan pada Vander.
"Teman? Matthew? Aku lupa, bahkan saat kau koma, Matthew beberapa kali menghubungiku untuk menanyakan keadaanmu, sayang."
Langkah Cherine kembali terhenti. Ia sama sekali tidak menyukai Matthew, tetapi kenapa lelaki itu sangat sibuk mencari perhatian kedua orang tuanya di saat ia tidak menyukainya?
"Mom, kau tidak bilang padanya jika aku kembali hari ini, kan?"
"Kenapa? Kau takut dia akan mengganggu jam istirahatmu? Tenang, dia tidak akan datang ke kamarmu lagi, sayang."
"Baiklah. Itu lebih baik."
****
"Aku akan masuk sendiri, Mom. Kau juga harus beristirahat terlebih dulu. Kau pasti kelelahan akhir-akhir ini," ucap Cherine pada Cathy sebelum ia membuka panel pintu kamarnya.
"Tentu. Istirahatlah yang banyak, sayangku."
"Ya, pasti, Mom."
Sebelum masuk, Cherine menunggu Cathy masuk ke dalam kamarnya terlebih dahulu. Cherine ingin memastikan wanita setengah baya itu tidak sedang berada di sekitar kamarnya. Cherine tidak ingin jika Cathy mendengar kembali dirinya berbicara seorang diri, sama halnya dengan Matthew di hari itu.
Setelah Cathy masuk, barulah Cherine membuka perlahan panel pintu kamarnya. Kamar yang sudah ia tinggalkan dalam beberapa hari ini. Bahkan Cherine tidak tahu apakah Vander di sana masih ada, atau justru sudah pergi meninggalkannya.
Saat tubuh Cherine berhasil masuk setelah menutup kembali pintunya, sesuatu membuat kedua mata Cherine membulat. Bukan sesuatu, tetapi tepatnya adalah seseorang.
Seorang pria dengan rambut coklat, berkemeja putih serta celana berwarna hitam tengah terduduk di ujung ranjangnya. Awalnya Cherine akan berteriak, tetapi saat mulutnya hampir mengeluarkan teriakan, seseorang tersebut mengangkat wajahnya yang sejak tadi ia tundukkan. Berdiri, kemudian berhadapan dengan Cherine. Di sana, bukan hanya kedua mata Cherine yang membulat, tetapi orang tersebut juga.
"Si-siapa kau? Kenapa kau ada di dalam kamarku?" Tatapan Cherine mulai meneliti dari atas ke bawah. Pakaian seorang lelaki yang ada di hadapannya sekarang jelas tidak seperti seseorang yang terlihat hidup di jaman seperti sekarang.
"K-kau siapa?" tanyanya, lagi. Tetapi, Cherine tidak menerima jawaban dari lelaki di hadapannya.
Alih-alih sebuah jawaban, lelaki tersebut justru berjalan semakin dekat ke arahnya. Membiarkan Cherine melihat bagaimana dada lelaki tersebut meninggalkan sebuah luka tembakan. Cherine terdiam dengan tatapan yang mengarah kepada bekas lula tersebut. Kemudian, perlahan tatapannya mengarah pada wajah lelaki di hadapannya sekarang.
Kedua mata lelaki itu berwana hazel, hidung mancung, serta bibir yang mempesona. Sangat tampan, bahkan ketampanannya tidak bisa Cherine temukan dalam deretan selebritis di jaman sekarang. Di lehernya, sebuah kalung berwarna silver melingkarinya. Lelaki itu masih terdiam, sampai akhirnya Cherine menyadari sesuatu. Sesuatu yang tidak dapat ia percaya.
"Va-vander ... ini kah, kau?"
"Kau bisa melihat wujudku, Cherine?"
Benar. Secara tiba-tiba, air mata Cherine turun begitu saja. Ada rasa sesak di dalam hatinya ketika tatapannya kembali mengarah kepada luka tembakan yang ada di dada kiri lelaki tersebut. Cherine benar-benar bisa melihatnya sekarang. Lelaki yang memiliki tinggi sekitar 190cm itu begitu nyata di hadapan Cherine saat ini.
"Vander, aku benar-benar bisa melihatmu. Aku bisa melihat wujud aslimu sekarang, Vander."
Bab 18 segera datang.
See you, Asterlove💗
•
•
•06 Juni 2024
🌸AsteriaJjung🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MYSTERIOUS MAN || REVISI✓
FantasySetiap kali tertidur, Cherine selalu merasa ada yang memperhatikannya. Memanggil namanya di alam mimpi, berulang kali, dan terus-menerus. Awalnya, Cherine mengira itu hanyalah sebuah bunga tidur. Tetapi, seluruh dugaannya terpatahkan saat perempuan...