Cherine harus terbangun dengan keterkejutan. Kedua matanya masih terasa perih, tetapi suara Cathy berhasil membuat tubuhnya bersandar di kepala ranjang. Mengucek kedua matanya agar segera bisa melihat dengan jelas pada Cathy yang sedang berdiri di samping ranjangnya.
"Ada apa, Mom? Kenapa kau terlihat-" pertanyaan Cherine terputus ketika Cathy segera menyelanya.
"Kakekmu meninggal, Cherine."
Kedua bola mata Cherine membulat. Sementara Cathy mulai sibuk membuka lemari Cherine untuk mengambil beberapa baju yang akan Cherine pakai selama di sana. Cherine termenung dalam beberapa menit, sementara Vander yang terbaring di samping perempuan itu hanya bisa menatap wajah Cherine dengan lekat.
"Kita akan berada di sana selama satu minggu. Andrew tidak bisa ikut hari ini, mungkin dia akan menyusul dalam beberapa hari ke depan."
"Kenapa dad selalu seperti itu? Bahkan ketika nenek meninggal, dia juga tidak menyempatkan datang saat pemakamannya. Apakah dad memang sesibuk itu, Mom?"
Tangan Cathy terhenti, kemudian wajah wanita setengah baya itu kembali menoleh ke arah putrinya yang masih terduduk di atas ranjang. Wajahnya sudah terlihat muram sekarang.
"Kita tidak tahu sesibuk apa pekerjannya, Cherine. Tolong mengertilah dalam kondisi seperti ini."
Cathy kembali sibuk menata baju milik Cherine ke dalam sebuah koper kecil. Ini masih jam empat pagi, tetapi Cathy harus segera bergegas membawa Cherine pergi ke rumah orang tuanya.
"Cepatlah bergegas. Mom akan menunggumu di lantai bawah," katanya setelah selesai menaruh barang-barang milik Cherine.
Setelah Cathy pergi, Cherine masih saja terdiam di posisinya. Sementara Vander, untuk sekedar bertanya pada Cherine pun, Vander merasa tidak enak hati, dan dia akhirnya hanya memilih untuk diam, menatap wajah sedih milik Cherine.
****
Di sepanjang perjalanan, Cherine hanya terdiam. Bayangannya tidak mengarah pada Vander, bahkan perempuan itu sedikit melupakan Vander. Ia tidak memberikan kata pamit pada sosok hantu lelaki itu. Setelah bersiap, Cherine segera turun, kemudian masuk ke dalam mobil.
Sejak kecil, Cherine sangat dekat dengan nenek dan kakeknya. Akan tetapi, mereka justru pelan-pelan meninggalkan Cherine. Padahal, Cherine belum begitu banyak menghabiskan waktu bersama mereka setelah ia ikut tinggal bersama Cathy. Sangat disayangkan.
"Kita benar-benar akan tinggal di sana selama satu minggu?" tanya Cherine untuk memastikan jawaban Cathy.
"Tentu. Kenapa kau bertanya seakan aku sedang berbohong padamu, Cherine?"
"Biasanya Mom selalu memilih untuk segera pulang kembali ke rumah dengan alasan pekerjaan. Sekarang, aku sedikit merasa aneh saja, Mom."
Cathy berdeham kecil. "Itu karena Mom sudah menyelesaikan pekerjaan dengan cepat."
"Syukurlah. Setidaknya saat aku sampai di sana, aku hanya akan fokus pada pemakaman kakek di banding fokus pada pekerjaanmu, Mom."
Cathy berdeham kembali. Ia seperti sedang disalahkan sekarang. Ya, meskipun itu memang benar. Sepertinya Cherine masih sedikit menyimpan dendam padanya saat neneknya meninggal dunia. Mereka harus segera pulang setelah pemakaman. Benar-benar tidak diberi waktu untuk berduka di rumah neneknya terlebih dahulu.
Untung saja nenek Cherine masih memiliki anak lain. Jadi, saat Cathy pergi, tidak begitu menjadi masalah.
"Apa akhir-akhir ini kau memiliki teman?" pertanyaan Cathy berhasil membuat Cherine menoleh dengan kedua bola mata yang sedikit melebar.
"Ke-kenapa memang?"
"Aku selalu mendengarmu berbicara dengan seseorang pada tengah malam. Mom yakin jika itu bukanlah Matthew."
Cherine buru-buru mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Alih-alih Cathy akan terdiam, wanita setengah baya itu justru kembali melanjutkan pertanyaannya.
"Kau berbicara dengan siapa?"
"Kenapa Mom sangat penasaran dengan itu? Aku sudah masuk ke kampus, tentu orang yang aku temui bukan hanya Matthew saja."
"Akan lebih baik jika dia adalah manusia seperti kita."
Bibir Cherine terkatup dalam hitungan detik. Perkataan Cathy seakan mempertegas jika wanita setengah baya itu memang jelas mendengar Cherine berbicara dengan Vander, alias makhluk lain yang bukan manusia.
"Mom ...." panggil Cherine, pelan.
"Mom tidak ingin jika sesuatu yang terjadi dengan kakak perempuanmu beralih padamu, Cherine."
Jantung Cherine seakan berhenti berdetak. Kenangan dan bayangan tentang mendiang kakak perempuannya seakan kembali berputar di dalam benak Cherine. Tentu hal tersebut menyadarkan Cherine jika dia bukanlah putri satu-satunya, melainkan salah satu putri yang masih terselamatkan.
"Sebaik-baiknya mereka ... mereka bisa membawamu ke dalam dunianya, Cherine. Kau harus ingat soal itu."
****
Vander terdiam di pojok kamar Cherine. Terduduk dengan meringkuk. Kehangatan di dalam kamar itu mendadak hilang, seakan Vander merasa jika Cherine tidak akan kembali ke rumah itu.
Cemas? Tentu Vander merasa begitu cemas. Ia sudah berhasil berkomunikasi dengan Cherine, di saat manusia-manusia sebelumnya yang pernah tinggal di rumah itu tidak ada yang berhasil berinteraksi dengannya. Jika Vander kehilangan Cherine, tentu kesempatan untuk menemukan jasad dirinya dan juga Helena akan lenyap.
"Dia pasti akan kembali. Cherine pasti akan kembali. Dia pergi hanya untuk ke pemakaman kakeknya. Tidak, dia pasti akan kembali," ujar Vander, meyakinkan dirinya sendiri.
Vander merasa sangat cemas sekarang. Apalagi Cherine sama sekali tidak berpamitan padanya. Cherine pergi begitu saja setelah berganti baju seakan tidak pernah menganggap Vander ada di sana. Sekarang, matahari sudah perlahan naik. Vander bisa melihatnya lewat gorden berwarna putih yang tipis.
"Cherine, cepatlah kembali. Jangan tinggalkan aku di sini, Cherine. Aku akan menunggumu selalu. Sampai kapanpun, Cherine."
Gak sadar udah sampai di bagian 14 aja.
Terima kasih sudah membaca.See you, Asterlove💗
•
•
•27 Mei 2024
🌸AsteriaJjung🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MYSTERIOUS MAN || REVISI✓
FantasySetiap kali tertidur, Cherine selalu merasa ada yang memperhatikannya. Memanggil namanya di alam mimpi, berulang kali, dan terus-menerus. Awalnya, Cherine mengira itu hanyalah sebuah bunga tidur. Tetapi, seluruh dugaannya terpatahkan saat perempuan...