"Vander ...."Cherine masih memutar kepalanya untuk mencari Vander. Sementara Vander, lelaki itu menunduk, berusaha untuk tetap menahan diri agar keberadaannya tidak Cherine ketahui lagi. Akan tetapi, saat sosok makhluk yang menatap Cherine dengan tatapan tajam terlihat berjalan mendekat, Vander dengan segera menarik tubuh Cherine ke belakang tubuhnya.
Cherine nampak terkejut. Vander menatap kedua tangannya dengan nanar. Dia tidak ingin melukai perempuan itu lagi, tetapi Vander merasa ia kembali melukainya.
"Vander ... itu kau?"
Kedua bola mata Cherine bergerak-gerak. Bersikap seakan Vander memang berada di hadapannya sekarang.
Vander tidak memberi jawaban. Kepalanya menoleh ke belakang lewat ceruk lehernya untuk memastikan sosok di belakang tubuh Vander menghentikkan pergerakan.
Makhluk itu berhenti, tetapi Vander sangat yakin jika ia pasti akan mendekat pada Cherine ketika Vander menjauhkan diri. Jadi, saat ini tidak ada yang bisa Vander lakukan untuk melindungi Cherine dari makhluk tersebut, terkecuali Vander menyentuh perempuan itu lagi, agar ia tahu jika dirinya masih berada di sana.
Kedua tangan Vander perlahan naik ke wajah Cherine. Menangkup wajah cantik tersebut menggunakan dua telapak tangannya. Raut wajah Cherine menghangat. Ia tahu, Vander baru saja memberinya sentuhan, setelah beberapa hari ini menghilang tanpa melakukan apapun padanya.
"Aku tau, itu kau. Aku tau, kau ada di sini, Vander. Aku bisa menebak keberadaanmu sekarang."
Ujung bibir Vander terangkat. Kemudian, Vander mendekatkan wajahnya pada ceruk leher Cherine. Senyum gadis itu terulas ketika Vander berhasil menghembuskan napas di dekat ceruk lehernya.
"Kau benar, aku ada di sini, Cherine," ujarnya dengan lembut.
Cherine menganggukkan kepalanya dengan senang hati.
"Bisakah kau pergi dari tempat ini sekarang? Sesosok makhluk di ruang bawah tanah ini tengah mengintaimu. Tolong segera pergi dari ruang bawah tanah ini, Cherine. Aku tidak ingin dia melukaimu."
Senyum yang sempat terulas dari bibir Cherine, pupus begitu saja. Saat Vander menarik kembali kepalanya dari ceruk leher Cherine, perempuan itu terlihat tengah menahan rasa ketakutan. Tubuhnya terdiam kaku dalam beberapa menit.
"Aku akan mengurusnya. Cepatlah pergi, Cherine."
"Bagaimana denganmu?"
"Aku akan baik-baik saja. Dia golonganku. Tolong dengarkan permintaanku, dan aku berjanji padamu jika aku tidak akan menghilang begitu saja seperti sebelumnya."
Sorot mata Cherine memperlihatkan harapan penuh yang ia simpan untuk Vander. Meski Vander belum tahu apa penyebab perempuan itu menerima kehadirannya yang Vander kira akan menakutkan untuk Cherine, Vander merasa senang ketika Cherine menyimpan harapan untuknya.
"Pergilah sebelum dia mendekat padamu."
"Kau harus datang menemuiku, lagi. Jika tidak, maka aku akan datang ke ruang bawah tanah ini lagi." Ancam Cherine.
"Ya, aku berjanji, Cherine."
****
"Jangan menyentuhnya. Sedikitpun."
Vander menegaskan pada makhluk yang ada di hadapannya sekarang. Dari raut wajahnya, sosok itu seperti muak saat Vander mengatakan jika ia lebih memihak manusia dibanding dengan dirinya.
"Jangan terlalu berlebihan, Vander. Semua manusia yang memutuskan untuk tinggal di rumah ini pada akhirnya akan pergi dalam hitungan bulan. Mereka akan meninggalkan kita di sini, dan akan terus berulang seperti itu."
"Helena, tidak semua manusia selalu berbuat jahat."
Sosok gadis berumur 17 tahun itu mendekat pada Vander dengan tatapan tajam. Sepertinya, ia sangat membantah perkataan Vander yang lebih membela manusia. Helena jelas tidak terima.
"Kau tidak ingat mereka membunuh kita dengan sadis? Sampai saat ini, aku bahkan tidak tahu di mana jasadku berada. Aku hanya mengingat bagaimana mereka menyiramku dengan bensin, Vander."
Vander terdiam. Sejak pembunuhan sadis itu terjadi, Helena selalu membenci siapapun yang akan menempati rumah mereka. Mengganggu tiada henti, seakan Helena tidak memberikan celah pada mereka untuk merasa nyaman tinggal di rumah tua itu.
"Aku akan mencarinya, Helena. Aku akan mencari di mana jasad kita berada melalui bantuan dari Cherine. Kau juga sudah sangat bosan terjebak di dunia ini, bukan?"
Helena memalingkan wajah. Kemudian, dalam hitungan detik, ia menarik diri dari Vander. Berjalan membelakangi kakak lelakinya tersebut yang juga ikut terbunuh bersamanya, tetapi dengan cara pembunuhan yang berbeda.
Helena mungkin terbunuh di ruang bawah tanah, seorang diri. Sebab, saat ia tersadar di dalam ruangan itu, ia tidak menemukan siapapun. Termasuk kedua orang tuanya. Helena seorang diri di sana, seakan jiwanya terjebak di ruang bawah tanah tanpa bisa melakukan apapun, termasuk untuk keluar sekalipun.
Sementara Vander, lelaki itu memiliki kebebasan yang besar dibanding dirinya. Helena juga tidak mengerti, tetapi ia selalu merasa bersyukur sebab Vander selalu memberitahu padanya jika ada sebuah keluarga yang akan menempati rumah mereka.
"Jangan khawatir, Helena. Aku pasti bisa menemukanmu."
"Aku sudah putus harapan. Aku sudah tidak memiliki harapan agar bisa meninggalkan tempat ini, Vander."
"Bagaimana jika aku berhasil?"
Helena bergeming. Kemudian, kepalanya menoleh melalui ceruk lehernya. "Aku tidak tahu apa yang akan nanti aku lakukan."
Setelah mengatakan itu, Helena menghilang menembus tembok. Vander mengepalkan kedua tangannya. Dibanding dirinya, Helena jauh lebih frustasi selama ini.
Saat mereka terbunuh, kedua mata mereka ditutup oleh kain. Sementara kaki dan tangannya juga terikat. Tidak ada yang bisa mereka curigai sejauh ini. Setelah mereka meninggal, rumah itu terjual setelah 20 tahun lamanya. Salah satu saudara dari jauh yang melakukannya.
Pembunuhan keluarga Vander tidak dikulik secara mendalam, karena jasad mereka tidak bisa ditemukan. Helena juga tidak ingat, di mana dia di eksekusi. Seingatnya, tubuhnya disiram oleh bensin yang bisa ia cium bau pekatnya.
Sementara Vander ... ia hanya bisa mengingat bagaimana sebuah peluru berhasil menancap di jantungnya.
Tidak ada ingatan lain selain itu.
Terima kasih telah membaca,
Asterlove💗See you again💗
•
•
•11 Mei 2024
🌸AsteriaJjung🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MYSTERIOUS MAN || REVISI✓
FantasiaSetiap kali tertidur, Cherine selalu merasa ada yang memperhatikannya. Memanggil namanya di alam mimpi, berulang kali, dan terus-menerus. Awalnya, Cherine mengira itu hanyalah sebuah bunga tidur. Tetapi, seluruh dugaannya terpatahkan saat perempuan...