"Matthew, kau belum selesai?"
Matthew yang tengah sibuk berdiri di hadapan jendela kamarnya sontak menoleh. Rupanya, tak jauh dari ambang pintu, Jimmy sudah menunggu dirinya di sana dengan pakaian rapi.
"Aku akan menyusul, Ayah."
"Baiklah. Aku akan menunggumu di bawah."
Tak berselang lama, Jimmy pergi meninggalkan Matthew di sana. Sementara itu, alih-alih segera bersiap, Matthew justru kembali memfokuskan pandangannya ke arah jendela milik Cherine yang di mana gordennya terbuka dengan lebar.
Dari jarak sejauh 10 meter, Matthew bisa melihat bagaimana perempuan itu terlihat tengah asyik mengobrol. Sendirian. Ya, orang yang tidak bisa melihat makhluk tak kasat mata akan mengira jika Cherine tengah berbicara seorang diri di dalam kamarnya, seperti sedang belajar bermain akting.
"Cherine, kau memperlihatkannya begitu kentara."
****
Cherine berjalan perlahan menyusuri jalan yang akan mengantarkan mereka ke danau yang tidak begitu jauh dari rumah Cherine. Cherine ingin sekali menggunakan sepedanya, tetapi kondisi tangannya masih tidak memungkinkan. Jadi, satu-satunya jalan keluar adalah hanya dengan berjalan kaki.
Tentu saja dia bersama dengan Vander yang berjalan tepat di sampingnya. Akibat tinggi badan Vander yang begitu tinggi, terkadang Cherine merasa pegal harus mengangkat wajahnya sedikit naik demi bisa bertatapan dengan sosok hantu lelaki tersebut.
"Omong-omong bagaimana dengan Helena? kau tidak meminta bunga lagi padaku. Dia tidak membutuhkannya lagi, ya? Atau jangan-jangan dia tahu jika aku terluka sekarang?"
"Bunga yang kau berikan saat itu sudah lebih dari cukup, Cherine. Kau tidak perlu membelikannya lagi untuknya."
"Oh, begitu, ya."
Vander sejenak mengalihkan pandangannya dari Cherine. Perasaan bersalahnya perlahan datang menghampiri. Andai saja dia bisa berkata dengan jujur pada Cherine jika Helena sama sekali tidak menerima bunga yang ia berikan pada saat itu.
Sayang sekali, Vander belum siap untuk membuat Cherine kecewa dan harus merasa bersedih hati.
"Kau bilang, kau akan mempertemukanku dengan seseorang. Kau lupa?"
"Tidak sama sekali. Hanya saja ... waktunya belum begitu tepat."
Cherine menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Apa dia kekasihmu?"
"Bisa dibilang begitu."
"Apa dia sudah meninggal juga?"
"Ya. Dia sudah meninggal, jauh sebelum aku terbunuh."
Cherine seketika menghentikkan langkahnya. Menatap kembali wajah Vander yang tengah mengulas senyum tipis. Entah apa maksud dari senyum tipis lelaki tersebut, tetapi Cherine merasa jika Vander sedang menyembunyikan perasaannya.
"Kenapa berhenti?"
"Maaf karena telah membuat masa lalumu ...."
"Tidak masalah, Cherine. Aku sudah jauh lebih baik saat aku menceritakan sosoknya pada orang lain. Sama halnya padamu."
Mereka kembali melangkah. Semakin dekat dengan danau. Sampai ketika mereka sampai di sana, Vander meraih salah satu tangan Cherine dan menariknya perlahan. Membawa perempuan itu ke sebuah hutan yang tak jauh dari danau.
"Tunggu ... kenapa kita ke sini? Bukankah kita hanya akan berada di pinggiran danau saja?"
Pertanyaan Cherine berhasil menghentikkan langkah Vander. Lelaki itu menoleh, menatap raut wajah Cherine yang sedikit ketakutan. Pasalnya, hutan yang sedang mereka injak sekarang terlihat seperti hutan yang menyeramkan.
"Kenapa? Kau takut, Cherine?"
Cherine awalnya terdiam, tetapi dalam beberapa detik kemudian, perempuan itu akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Kenapa harus takut? Aku bersamamu."
Vander kembali mengeratkan genggaman tangannya pada Cherine. Sebelum kembali melangkah, ia menatap kedua bola mata Cherine dengan lekat sampai akhirnya Cherine menganggukkan kepalanya. Percaya pada Vander jika sosok hantu lelaki itu bisa menjaga dirinya.
"Tidak ada yang perlu kau takutkan, sebab aku akan mengajakmu ke sebuah tempat di mana dulu aku seringkali bermain di sini."
Mereka berjalan semakin dalam ke dalam hutan tersebut. Akibat kondisi Cherine yang belum seutuhnya sembuh total, Vander kembali menghentikan langkahnya. Menoleh kembali pada Cherine, kemudian mendekatkan tubuhnya pada perempuan itu.
"Ada apa? Kau sudah merasa kelelahan?" tanyanya, dengan kedua tangan yang menyentuh kedua pipi Cherine.
Napas perempuan itu bahkan mulai terdengar sekarang. Mungkin langkah Vander terlaku besar sehingga Cherine merasa engap untuk tetap menyeimbangkan langkahnya dengan lelaki tersebut.
"Bagaimana jika aku menggendongmu?" tawar, Vander.
"Memangnya hantu bisa melakukannya? Maksudku, kita berbeda, Vander. Aku bahkan tidak percaya jika—"
Belum sempat Cherine menyelesaikan pembicaraannya, Vander sudah memberikan punggungnya di depan lutut Cherine.
"Naiklah. Perjalanan masih memakan waktu yang lumayan. Aku tidak ingin jika kau kelelahan, Cherine."
"Tapi aku masih bisa berjalan, Vander."
"Naik ke atas punggungku, atau kita akan bermalam di sini?"
Tentu saja Cherine tidak ingin jika sampai dirinya berada di dalam hutan sampai malam. Setidaknya, saat sore tiba, ia harus segera kembali ke rumah. Pada akhirnya, Cherine membiarkan tubuhnya naik ke atas punggung milik Vander. Bahkan perempuan itu membiarkan tangannya melingkar di leher hantu lelaki tersebut.
"Tenang saja, Cherine. Aku akan melindungimu."
See you, Asterlove💗
•
•
•12 Juni 2024
🌸AsteriaJjung🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MYSTERIOUS MAN || REVISI✓
FantasíaSetiap kali tertidur, Cherine selalu merasa ada yang memperhatikannya. Memanggil namanya di alam mimpi, berulang kali, dan terus-menerus. Awalnya, Cherine mengira itu hanyalah sebuah bunga tidur. Tetapi, seluruh dugaannya terpatahkan saat perempuan...