"Sejak kapan kau bisa melihatnya, Cherine?"Di tengah perjalanan menuju pulang, Matthew terus bertanya kepada Cherine. Lelaki itu menyimpan banyak rasa penasaran. Matthew hanya takut jika sosok Vander akan melukai Cherine secara perlahan.
"Kapan kau akan berhenti bertanya soal itu padaku?"
Cherine menghentikkan langkahnya. Menoleh ke arah Matthew dengan tatapan tak suka. Sejak meninggalkan Vander di dalam hutan, Cherine seperti keberatan meninggalkan sosok hantu lelaki tersebut.
Merasa bertanggung jawab penuh atas Cherine, Matthew ingin segera membawa pulang perempuan tersebut. Bagaimanapun, berada di dalam hutan bersama hantu dan batu nisa tua di saat kondisi Cherine belum begitu pulih, sangatlah mengkhawatirkan.
"Siapa yang ingin kau temui di sana? Sosok lelaki itu atau nisan perempuan itu, Cherine?" Matthew kembali bertanya.
"Kenapa kau sangat cerewet, Matthew? Kita bahkan bukan keluarga. Kau tidak pantas melakukannya padaku."
Matthew sontak terdiam. Ia tidak bisa berbohong jika saat ini perasaannya terasa terkena sembilu. Cherine baru saja melemparkan padanya. Akan tetapi, dalam kondisi seperti ini, membenci Cherine dan meninggalkannya di tepi danau seorang diri bukanlah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah.
Tidak. Matthew tidak akan membiarkan perempuan itu terluka, bagaimana. Meski Cherine terlalu kentara sangat membenci dirinya.
"Kau ingin tahu sesuatu, mengapa aku begitu sangat mengkhawatirkanmu, Cherine? Bahkan ketika pertama kali aku melihatmu?"
Cherine terdiam. Tidak memberikan jawaban satu pun. Seakan perempuan itu sedang berada di antara dua pilihan antara tidak ingin peduli dan sedikit penasaran dengan apa yang akan Matthew katakan padanya.
"Kau pernah mengalami kehilangan seseorang? Atau sama sekali tidak pernah?" Matthew menarik napas dalam saat berusaha melempar pertanyaan tersebut kepada Cherine.
"Aku pernah kehilangan adik perempuanku, Cherine. Kau tau mengapa dia pergi meninggalkan kami? Itu karena kami yang tidak begitu peduli dengan siapa saja dia berteman."
Mulut Cherine masih saja terdiam. Cherine seakan menolak cerita Matthew di hadapannya. Ia seperti tidak ingin mendengar cerita yang sedang Matthew sampaikan padanya, sebab Cherine takut jika hal tersebut akan mempengaruhi dirinya terhadap Vander nanti.
Cherine takut jika ia pada akhirnya akan merasa takut kepada Vander. Cherine takut jika Vander adalah sosok yang sama saja dengan sosok yang berteman dengan mendiang kakaknya. Sosok yang berhasil merebut kakaknya dari dunia ini.
"Hentikan, Matthew!" katanya, nyaris tidak terdengar.
"Aku hanya khawatir padamu, Cherine. Aku takut jika kau—"
"HENTIKAN!" sentakan itu membuat Matthew terkejut.
Selama mengenal Cherine, ini adalah kali pertama perempuan itu mengeraskan suaranya saat berbicara dengan dirinya. Seperti bukan Cherine yang ia kenal sebelumnya. Padahal, Matthew tahu jika dulu Cherine tidak begitu menyukainya. Akan tetapi, Cherine tidak pernah meninggikan suaranya seperti itu pula.
"Aku tidak ingin mendengar cerita omong kosong mu, Matthew. Jika aku berteman dengannya, memangnya kenapa? Apa itu merugikan mu?"
"Aku hanya khawatir padamu, Cherine."
"Tidak. Kau bukan khawatir padaku, tetapi kau sedang membuatku merasa takut terhadap Vander—hantu yabg tersesat. Kau jahat!"
Air mata Cherine berlinang. Matthew tidak menyangka jika Cherine akan menangis hanya karena persoalan ringan tersebut. Padahal, niat Matthew sangat baik. Ia ingin melindungi Cherine dari Vander yang bisa saja sewaktu-waktu memintanya untuk pergi bersamanya.
Cherine berjalan mendahului Matthew. Meninggalkan lelaki itu di tepi danau seorang diri. Matthew memutuskan untuk tidak mengejar, sebab ia tahu jika Cherine pasti sedang menangis sekarang dan hal tersebut akan berlangsung sampai ia sampai ke rumahnya.
****
Satu jam yang lalu ...
"Jangan menyentuhnya! Dia milikku!"
Cherine sekarang berada tepat di belakang tubuh Vander. Sosok hantu lelaki tersebut seperti sedang berusaha melindungi Cherine dari Matthew. Padahal sudah jelas jika Matthew datang ke sana untuk melindungi Cherine. Bukan untuk meminta perempuan itu menyukai dirinya.
"Aku memiliki prinsif kuat sejak awal. Aku tidak pernah ingin menyentuh yabg bukan hak milikku. Tapi, karena aku sudah berjanji terhadap ibunya, itulah mengapa aku berusaha dengan keras untuk melindunginya. Hanya itu saja."
Mendengar itu, emosi Vander alih-alih redup, seakan malah bertambah. Matanya bersinar dengan tangan kanan yang memegang erat tangan kiri milik Cherine.
"Aku tidak peduli dengan prinsifmu. Bisakah kau pergi dari sini? Tinggalkan aku bersama Cherine, karena aku sama sekali tidak ingin jika ada orang asing di sini."
"Maaf sekali, aku tidak bisa."
Cherine yang berada tepat di belakang tubuh Vander, mengernyitkan alis. Mendengar jawaban Matthew perempuan itu merasa gemas dan ingin menghentikannya, tetapi sayangnya ia sama sekali tidak bisa melakukan apapun.
"Pergi? Aku tidak menerima tamu asing di wilayahku."
"Cherine, kau akan tetap bersamanya? Kau tidak ingat janjimu untuk kembali dengan cepat?" Matthew memalingkan tatapannya kepada Cherine.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Tidak. Kau harus ikut pulang denganmu Cherine. Jika tidak, maka aku juga tidak akan kembali pulang ke rumah."
"Kau gila?"
"Maka dari itu, ikutlah pulang bersamaku."
See you, Asterlove💗
•
•
•02 Juli 2024
🌸AsteriaJjung🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MYSTERIOUS MAN || REVISI✓
FantasySetiap kali tertidur, Cherine selalu merasa ada yang memperhatikannya. Memanggil namanya di alam mimpi, berulang kali, dan terus-menerus. Awalnya, Cherine mengira itu hanyalah sebuah bunga tidur. Tetapi, seluruh dugaannya terpatahkan saat perempuan...