┊ GOODBYE, ALASTAR ┊ 22. Stala Gang

21 7 16
                                    

╭┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈𖤐┈┈┈╮
-ˋˏ Hi! Enjoy reading my story ˎˊ-
╰┈┈┈𖤐┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈╯

"Tapi itu muka kamu berdarah! Kita ke rumah sakit sekarang! Itu parah! Masih ada pecahan kacanya!" Kata Dasharra, gelisah.

"Gak perlu, Sha," tolak Alastar.

"Gak perlu gimana?! Itu parah, Thar! Aku gak mau kamu kenapa-napa! Ayo kita ke dokter!" Dasharra merengek, dia terlihat sangat cemas.

"Oke! Tapi dokternya yang ke apartment. Aku males ke rumah sakit," kata Alastar.

ㅤㅤㅤㅤㅤ•🌟•🌟•🌟•

Alastar bersandar di tempat tidur kamarnya dengan ditemani oleh Dasharra dan Lien-hua.

Dengan hati-hati dokter mengeluarkan pecahan kaca dari luka robek di pipi Alastar menggunakan pinset.

"Hati-hati, dok. Awas kena mukanya Athar," lirih Lien-hua, khawatir. Dasharra mengusap-usap bahu wanita itu.

"Tante tenang ya," lirih Dasharra. Alastar meringis, berusaha menahan rasa sakit akibat pinset yang menyentuh lukanya.

Singkat cerita, dokter selesai mencabut seluruh serpihan kaca. Kemudian dokter itu menempelkan plester dan kapas+plester di beberapa bagian wajah Alastar. 

"Plester dan kapasnya harus diganti dua kali sehari atau saat plesternya kotor dan darahnya merembes," tutur dokter. Alastar mengangguk pelan.

"Saya akan buatkan resep obat pereda nyeri. Mungkin lukanya akan sembuh dalam beberapa hari ke depan."

"Hubungi saya jika lukanya tidak kunjung sembuh atau semakin parah." Dokter mencatat resep obat di buku.

"Kalau gitu, saya permisi." Dokter bangkit dari tempat duduknya, menyerahkan selembar kertas pada Lien-hua yang langsung menerimanya.

"Terima kasih, dok." Lien-hua mengulas senyum simpul, kemudian keluar dari kamar untuk mengantarkan dokter pria itu sampai ke depan.

Dasharra beralih menatap Alastar kemudian mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.

"Kamu udah gak papa? Mau langsung aku beliin obat biar gak nyeri? Mau makan gak? Aku ambilin makan ya." Ia mengajukan banyak pertanyaan pada Alastar.

Dasharra akan berdiri, ingin mengambilkan Alastar makan siang. Sebelum itu terjadi, Alastar sudah lebih dulu menarik lengannya dan membuatnya kembali duduk.

"Gak usah repot-repot, Sha. Gue belum pengen makan. Gue udah gak papa. Gak usah khawatir," kata Alastar.

"A-aku gak ka-khawatir," elak Dasharra, memalingkan mukanya.

"Masa sih?" Alastar tampak kurang percaya.

"I-iya. A-aku cuma kasian aja sama kamu."

Alastar berdehem. "Manggilnya sekarang lebih sering aku-kamu, ya. Udah mulai ada perasaan ya?" Godanya, menyeringai.

Dasha melirik Alastar sekilas. "Apa sih. Ge-er."

Alastar menutup mulutnya saat terbatuk. Dasharra mengernyitkan keningnya, khawatir. "Tuh 'kan! Batuk kamu kambuh! Ayo minum obat!" Desaknya.

"Khawatir banget ya? Takut aku kenapa-napa?" Alastar menurunkan tangannya.

"Iyalah! Kamu 'kan pacar aku!"

"Tumben, mau ngakuin gue sebagai pacar."

"I-itu.." Dasharra tidak tahu harus menjawab apa, ia menjadi canggung.

GOODBYE, ALASTAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang