Rasanya Sandra ingin sekali menggedor-gedorkan kepalanya ke atas meja makan kali ini karena ocehan Oma Dina yang tak selesai-selesai. Atau malah menjatuhkan kepalanya ke sana dengan kedua tangan terlipat di atasnya untuk memilih tidur kembali dan mengabaikan segala ucapan Oma. Demi Tuhan, Sandra masih mengantuk!
Namun definisi pagi bagi dirinya dan Oma Dina benar-benar bertolak belakang. Apa lagi, hari ini merupakan hari pertamanya masuk sekolah. Segala keributan pagi dengan teriakan Oma yang menyuruhnya buru-buru bangun di pagi buta hingga kini membuat Sandra tak betah, cewek itu ingin sekali kembali ke Jakarta, mencoba memohon pada Papanya dengan segala rayuan yang mengatas namakan pertobatan dirinya. tapi, rasanya semua akan sia-sia saja.
Sandra menghembuskan napas, tak berniat melanjutkan menggigiti sandwich di tangannya.
"Makan yang bener, Cha," seru Oma, "ini hari pertama masuk sekolah, jangan sampe pingsan di jalan terus nggak jadi masuk sekolah!"
Sandra memutar bola matanya dalam hati. Paling gue nggak tau jalan gara-gara nggak tau arah ke sekolah, ucapnya sekalian karena beberapa menit yang lalu Oma mendeklarasikan peraturan tak ada yang namanya antar-diantar. Sandra harus usaha sendiri mencari kendaraan umum jika ingin pergi kemana-mana, termasuk ke sekolah pagi ini. dan, termasuk di hari pertama!
"Kalo tinggal di sini, kamu harus jadi orang yang mandiri," tegas Oma lagi. "Kalo ke sekolah biasanya naik apa?"
"Mobil," jawab Sandra. "Bawa mobil," tambahnya lagi.
Oma mendecak-decak. "Pantes kamu jadi kayak gini, dimanja terus!" ucap wanita itu, "bagus kamu dibawa ke sini, biar Oma ajarin jadi anak mandiri. Apa lagi kamu perempuan, nggak boleh jadi anak males. Gimana ngurusin keluarga nanti."
Sandra hampir melotot mendengar itu, gue masih tujuh belas tahun! Kenapa pula omongan Oma harus merembet masalah keluarganya nanti. Gerah dengan omongan Oma, Sandra buru-buru bangkit sambil mengenakan tasnya yang tadi berada di atas meja makan. "Aku berangkat," ujarnya, sebelum buru-buru mengambil langkah lebar untuk keluar dari rumah tersebut.
"Cha! Abisin makanannya dulu!"
Teriakan Oma membuat Sandra memutar bola matanya lagi yang kali ini dengan tanpa sembunyi-sembunyi ia lakukan. Cewek itu menghentakkan kakinya kesal, berhenti sebentar untuk balas berteriak, "Nanti aja nyari makan di sekolah, udah kenyang!"
Dan setelah itu, Sandra benar-benar mengambil langkah lebah hingga kakinya yang terbalut sepatu kets warna hitam itu menginjak jalan beraspal yang berujung pada jalan keluar tempat ia akan menaiki angkutan umum. Omanya mengatakan, ia hanya tinggal keluar dari daerah perumahan lalu menemukan angkot berwarna ungu yang katanya akan berhenti tepat di depan gerbang sekolah barunya nanti.
Sandra menghembuskan napasnya pelan, ia melirik jam tangan di pergelangan tangannya dan menyadari bahwa kini sudah hampir jam tujuh pagi. Cewek itu bahkan tak tahu batas gerbang sekolah barunya ditutup, dan semoga saja masih ada waktu sebentar sebelum cewek itu tercatat sebagai murid terlambat. Apalagi di hari pertamanya.
Namun, tiba-tiba langkahnya terpaksa tertahan ketika sebuah sepeda beserta pengendaranya berhenti tepat di hadapannya, lalu memundur perlahan hingga sejajar dengan letaknya berdiri. Hingga si cowok pengendara menolehkan kepala yang spontan membuat Sandra hampir melotot.
Dia Ardan, si cowok teman masa kecilnya yang dulu ia panggil Dadan. Yang kini mengenakan seragam putih abu-abu berbadge sama dengan dirinya. jadi, mereka bakal satu sekolah?
"Ngapain lo?" tanya Sandra. Ia memaki dalam hati ketika menyadari nada suaranya yang ketus, entah mengapa, karena insiden malam itu, ketemu Ardan bawaannya jadi sensi melulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/41564659-288-k26430.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Memories
Teen Fiction[Published by Inari, 2018] Karena kebadungannya, Sandra harus pindah ke Bandung dan tinggal bersama neneknya yang strict abis. Pada hari pertama tinggal di rumah nenenya, tiba-tiba Sandra tersiram air oleh cowok tetangga. Cowok yang bernama Ardan i...