"Gue nggak nyangka dia ngomong gitu, Bin."
Alunan merdu yang lembut menyambut tiap pelanggan yang memasuki kafe tersebut. Namun, nyatanya selembut apapun dan semerdu apapun melodi tersebut tak bisa meluluhkan hati Sandra dari ingatannya tentang Ardan di malam kemarin. Entah darimana, selalu ada dorongan untuk menumpahkan segala curahan hatinya pada Bintang, hingga cewek itu berkali-kali menghampiri Moccafé.
Contohnya pada detik ini, dimana dirinya sudah mendudukkan diri di salah satu kursi paling dekat dengan tempat Bintang berjaga dan berkali-kali menyapa pelanggan yang datang. Tak banyak waktu mereka, seperti waktu-waktu lalu jika Sandra pernah ke sana, berkali-kali obrolan mereka terpotong karena lonceng depan kafe yang berbunyi nyaring setiap pelanggan masuk, ataupun teriakkan-teriakkan karyawan kafe lainnya yang memerintah Bintang untuk membantunya.
Berkali-kali juga Sandra mendecak dalam hati karena hal itu. Tapi, mau bagaimana pun, semua hal yang menginterupsi mereka itu adalah resikonya sendiri mencari teman curhat bukan pada tempatnya, atau lebih tepat untuk disebut kalau cewek itu ganggu kerjaan orang.
Masalahnya, Sandra nggak tahu harus curhat ke siapa lagi selain Bintang satu-satunya orang yang tahu permasalahan hatinya dengan teman cowok itu, seorang Ardan yang dengan sialannya memporak-porandak hatinya tanpa ampun sampai Sandra mengeluh sendiri semacam, Tuhan, kalaupun boleh, gue nggak mau punya perasaan segininya sama dia, sakit kalo inget dia sukanya sama yang lain. Dan sayangnya, cewek itu nggak bisa lari dari kenyataan yang seakan memerintahkannya untuk memupuk perasaannya itu dalam-dalam sedalam tanah makam—atau bahkan Sandra berharap bisa menguburnya lebih dalam lagi sampai ke inti bumi sekalian.
Bintang mengulum senyum segarisnya mendengar itu, matanya melirik kembali Sandra mencebikkan bibirnya dan menunduk menatapi jari-jari lentik yang mempermainkan ujung cardigan yang cewek itu kenakan sebelum kembali pada aktivitasnya menyedu sesuatu dari balik meja bar.
Mendengar beberapa curhatan yang berkali-kali terpotong dari mulut Sandra membuatnya menyimpulkan beberapa asumsinya sendiri yang sampai kini masih ia simpan di kepala.
"Masalahnya itu, Bin, dia ngomong gitu pun seakan nggak ngerti gimana perasaan gue juga. Gue nggak tau ini tuh gue yang terlalu peka atau terlalu ngarep, kalo... dia nggak suka gue digodain sama si Ray itu." Sandra mendesah. "Andaikan dia tau kalo dia bikin gue baper."
"Meskipun gue yakin juga, ujung-ujungnya yang di otaknya cuma ada Anjani," lanjutnya lagi.
Bintang terkekeh melihat Sandra yang lagi-lagi mendesah. "Tapi, gimana kalau beneran?"
"Beneran apanya?" Sandra melotot. "Bagian dia nggak suka liat gue digodain? Jangan bikin gue ngarep deh, Bin. Ini aja udah gue diemin seharian, pura-pura nggak denger kalo dia ngajak ngobrol."
"Serius ngediemin dia seharian? Nggak kangen emangnya?" goda Bintang lagi.
Sandra mendesah panjang, lantas melayangkan delikan sebalnya pada Bintang sebelum kembali membuang muka ke arah lain. "Gue lagi mau move on malah lo gituin."
"Makanya, move on-nya ke gue aja. Dijamin langsung lupa."
Sandra hampir melotot, kalau saja di mulutnya kini setidaknya penuh dengan air putih yang bisa membuatnya keselek atas pernyataan blak-blakkan Bintang barusan, mungkin cewek itu akan langsung menyemburkannya dan batuk-batuk nggak karuan setelahnya. Sayangnya hal itu nggak terjadi, dan Sandra cukup bersyukur karena kerongkongannya nggak perlu gatal dan sakit di saat yang bersamaan.
Makanya, ketika ucapan itu sampai ke telinganya, pelototannya beralih hingga menemukan wajah Bintang yang biasanya membius setiap pelanggan hingga curi-curi pandangan ke cowok itu sedikit lebih dekat dari biasanya, dengan alis terangkat satu, dan senyum simpul yang sepintas dirasa Sandra seperti seringaian. Lalu, matanya turun sedikit ke bawah, jakun... seragam... kedua tangan kekar di atas meja bar menopang tubuhnya yang kini condong menghadap dirinya.... Dan sekali lagi, Sandra menaikkan pandangannya ke atas sambil menaikkan sebelah alisnya sepeti yang Bintang lakukan, seakan membalas ucapan cowok itu dengan tatapan seriusan-lo?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Memories
Teen Fiction[Published by Inari, 2018] Karena kebadungannya, Sandra harus pindah ke Bandung dan tinggal bersama neneknya yang strict abis. Pada hari pertama tinggal di rumah nenenya, tiba-tiba Sandra tersiram air oleh cowok tetangga. Cowok yang bernama Ardan i...