"Iya, gue kan cuma temen deketnya, nggak lebih."
-o-
"Jadi, tadi lo telat?" tanya Rania setelah kembali dari memesan makanan, ia menarik satu kursi di sebelah Davina sebelum mendudukinya.Sandra mengangguk sambil menyedot jus strawberrynya. Matanya menatapi ponsel dan jari-jari lentiknya yang mengetikkan sesuatu di sana selama sesi chat bareng Gianna. Namun, sedetik kemudian cewek itu menegakkan kepalanya kembali untuk menatap Rania. Matanya menyipit jahil pada cewek itu. "Tau nggak, gue telat sama siapa?"
Rania mengernyit. "Siapa?" tanyanya, sambil melahap somay milik Davina yang tinggal setengah.
"Rayhan," jawab Sandra.
Rania buru-buru melotot dan melempar buntalan tisu kea rah Sandra. "Sialan, genit banget sih!"
Sandra tertawa. "Terus tau nggak, ada apa lagi?"
"Apa?" balas Rania.
"Selesai hormat bendera, dia ngasih gue minumnya, padahal dia belum minum!" seru Sandra lagi. Paling senang ngisengin Rania yang tergila-gila sama Rayhan meskipun sudah punya pacar. Kalau kata cewek itu sih, suka kagum doang sih nggak apa-apa, tapi sayangnya tetep sama Adam—pacarnya.
Dan pelototan Rania muncul lagi, namun cewek itu hanya mencibir pelan meskipun masih terdengar, yang akhirnya membuat Sandra terkekeh selama menyedot jusnya. "Tapi lo suka nggak sih?"
Sandra menaikkan alis. "Rayhan?" Rania mengangguk. "Enggak, kan elo yang tergila-gila," jawabnya.
"Ih, jangan bikin kesel dong! Lo nggak liat apa, ada berapa banyak cewek yang patah hati gara-gara liat lo deket-deket sama Rayhan?" sungut Rania sebal. "Tuh, yang di pojok apa lagi," lanjutnya sambil mengerlingkan mata kea rah salah satu meja pojok ruangan, tempatnya Miranda dan kawan-kawan berkumpul.
"Kayak lo enggak aja," cibir Davina akhirnya setelah dari tadi hanya diam mendengarkan perbincangan kedua temannya yang nggak penting. "Pake sok-sok jadiin Miranda alasan. Perhatian amat mikirin perasaan tuh cewek? Udah jadi bestie?"
"Sialan, sampe mati pun gue nggak akan pernah mau damai sama tuh cewek!" balas Rania.
"Ehm, ngomong-ngomong..." Sandra menggantungkan kalimatnya, bingung untuk memulai dari mana. Membicarakan Rayhan mau nggak mau mengingatkannya kembali dengan kejadian pagi dimana terjadi ketegangan diantara cowok itu dan Ardan. Mau nggak mau dirinya sendiri pun jadi penasaran, sebenarnya ada apa dengan mereka berdua? "Rayhan sama Ardan tuh, nggak akur ya?"
Davina mengerut alis. "Kata siapa? Perasaan baik-baik aja."
"Hm..., lo nggak tau aja sih, Vin. Meskipun satu ekskul, pasti ada aja yang antara satu sama lain tuh tegang-tegang gitu," sabet Rania, lalu, matanya beralih pada Sandra. "Iya sih, perasaan gue juga biasa-biasa aja. Emang yang lo liat apa?"
Sandra mengumam kecil mendengarnya, benar juga kata Rania, contohnya ketika dulu dirinya berada dalam satu eksra kulikuler bareng Andin dan mereka berdua berubah jadi musuh, lalu Rania dan Miranda yang langsung pecah belah, dan... Dirinya yang nggak sepenuhnya menyukai Anjani meskipun mereka satu Teater—meskipun Sandra nggak tahu cewek manis berambut keriting lucu itu menyadarinya atau tidak. "Nggak ada sih, cuma kadang aja gue liatnya mereka nggak kelihatan kayak deket."
Yah... nggak mungkin juga dia bilang soal Rayhan dan Ardan yang seakan berlomba mencari perhatiannya tadi pagi, cuma gara-gara mau ngasih minum dan berakhir pada Sandra yang tiba-tiba gagal move on.
"San," panggilan seseorang membuat Sandra mengerjap pelan, lantas menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri. Namun, tak satupun didapatinya selain Davina dan Rania yang berada di hadapannya. Dan ketika ia menolehkan kepala ke belakang karena ada yang mencolek punggungnya, cewek itu mendapati Anjani berdiri di sana dengan senyum kecil yang mau tak mau membuat Sandra membalikkan tubuh masih dengan posisi duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Memories
Novela Juvenil[Published by Inari, 2018] Karena kebadungannya, Sandra harus pindah ke Bandung dan tinggal bersama neneknya yang strict abis. Pada hari pertama tinggal di rumah nenenya, tiba-tiba Sandra tersiram air oleh cowok tetangga. Cowok yang bernama Ardan i...