"Wanna make you mine, but that's hard to say." (Training Wheels – Melanie Martinez)
---
Memikirkan ucapan Ardan yang katanya akan menunjukkan sesuatu di hari minggu membuat Sandra mau tak mau penasaran. Dirinya sendiri pun tak tahu harus menolak atau menerima, rasa-rasanya susah untuk menolak ajakan cowok itu jika rasa penasaran dan keinginan besar untuk tahu apa yang Ardan maksud lebih mendominasinya.
Sandra bisa saja menjalankan salah satu dari seribu satu akal di otaknya yang tak terlalu cerdas itu. Melarikan diri ke Moccafé misalnya, dengan alasan pura-pura lupa kalau di hari minggu cewek itu memiliki janji, dilanjut dengan Ardan yang akhirnya marah padanya dan bisa saja pertemanan mereka putus saat itu juga. Sandra tak lagi harus memikirkan cara untuk melupakan cowok itu yang biasanya selalu gagal karena Ardan selalu berkelakukan terlalu peduli yang membuatnya mengharapkan hal lain, jika hal itu terjadi, mungkin saja Ardan akan menjauhinya telak, dan akhirnya Sandra bisa melupakannya dengan seiring waktu berjalan karena tak ada cowok itu lagi di sampingnya.
Itu, bisa saja....
Dan dengan semilir angin minggu pagi yang sejuk menerpa tubuhnya, Sandra bimbang. Sambil berdiri di pekarangan rumah dengan selang di tangannya yang memancurkan air untuk menyirami tanaman, pandangan menerawang, dan telinganya tak lagi menedengar kata-kata yang keluar dari earphone-nya yang tersambung dengan percakapan via telepon dengan Gianna.
"San, ih, denger gue nggak?!"
Sandra menghela napas. "Denger."
"Ah bohong, kenapa sih lo?" tuntut Gianna dari sebrang sana.
"Nggak, ih. Apaan? Ini gue lagi nyiram kembang," balas Sandra enggan.
"Hm..., alesan banget," seru Gianna. "San, lo kalo ada apa-apa tuh bilang gue aja."
Sandra menghela napas lagi, cukup lama memberi jeda sambil tangannya bergerak ke kanan dan ke kiri untuk menyirami tanamannya secara adil.
"San, mau tau sesuatu nggak?" tanya Gianna setelah keheningan mendominasi di antara mereka dan memakan waktu beberapa detik yang cukup menguras pulsa.
"Apa?"
"Prama jadian sama Andin dua hari yang lalu," jawab Gianna takut-takut.
Sandra mendengus, ia sudah tahu jika hal itu akan tiba. tak bisa dipungkirinya pula kalau sedari dulu, dirinya memang sudah mencurigai dua orang pengkhianat itu. "Gue udah lupa sama Prama," ucap Sandra akhirnya. "Dan, di sini ada cowok lain, yang gue suka."
"Serius?!" pekik Gianna menuntut.
"Dan dia suka sama orang lain."
"Oh my baby, Sandraaa!!! Sedih banget sihhh, rebut dong! Biasanya juga gitu," pekik Gianna. "Tinggal di Bandung sana bikin lo berubah ya?" tanyanya perhatian dengan suara lebih lembut.
Sandra membenarkannya dalam hati sambil membasahi bibirnya, tinggal di Bandung memang merubah segala hal. Entah karena Oma, atau Ardan. Dua-duanya punya pengaruh besar dalam perubahannya.
"Cewek yang dia suka tuh... baik banget, gue nggak tega."
"Gue tau pasti bukan itu masalahnya," sanggah Gianna, Sandra kini membayangkan cewek itu tengah menggeleng-geleng kepala sambil menyipit mata padanya.
"Dia... temen kecil gue."
"O...," Gianna terdiam, dan Sandra langsung melanjutkan kalimatnya.
"Dan status kita akan selalu.. teman," lanjutnya, "Lo ngerti lah, gue suka sama dia dan kita temenan, dan dia sukanya sama yang lain. Cewek yang dia taksir pun juga punya sinyal yang sama, mereka sama-sama suka, Gi. Nggak ada bagiannya buat gue selain teman itu tadi. Dan masih lo nyuruh gue buat rebut dia? Gila aja kali," seru Sandra lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Memories
Ficção Adolescente[Published by Inari, 2018] Karena kebadungannya, Sandra harus pindah ke Bandung dan tinggal bersama neneknya yang strict abis. Pada hari pertama tinggal di rumah nenenya, tiba-tiba Sandra tersiram air oleh cowok tetangga. Cowok yang bernama Ardan i...