Angin berhembus kencang menampar wajahnya ketika ia melawan arus, membawa motornya melaju menuju rumah seseorang yang kini berada di belakangnya. Senyumnya kembali muncul saat menyadari bahwa ini kali pertamanya cewek itu berada dalam boncengannya. Mungkin Ardan memiliki niat lain untuk mengajak Anjani pergi keluar bersama-sama atau mungkin di saat-saat pulang sekolah seperti ini, namun cowok itu pun juga tak mau merusak citranya sendiri di depan Anjani karena mengingkari janji yang seharusnya hanyalah pulang bersama, sesuai dengan apa yang ia tawarkan sebelumnya.
Soal pergi berdua atau pun acara di luar lainnya, mungkin lain kali Ardan akan mengajak Anjani. Pastinya dalam waktu dekat, syukur-syukur kalau cewek itu mau dibawanya malam mingguan layaknya orang-orang yang melancarkan pendekatan di luar sana. Ardan mengamininya dalam hati.
"Belok mana, Jan?" Ardan berucap agak lantang karena mengingat mereka sedang dalam perjalanan, helm yang ia kenakan dan angin kencang cukup meredam suaranya.
"Apa?" Anjani membalasnya tak kalah lantang, rasanya seolah-olah mereka sedang berada di dalam sebuah diskotik dengan dentuman kencang musik tak jelas yang meredam segalanya.
"Kita belok ke mana?" tanya Ardan lagi akhirnya, ia memelankan laju motornya.
Anjani menunduk sedikit mendekati kepala Ardan untuk mendengar pertanyaan cowok itu, sampai ia menangkap apa yang Ardan ucapkan, Anjani pun menjawab. "Lurus aja terus sampai depan blok J, kalau udah sampai di depan sana, baru kamu belok..." katanya ditambah dengan detail lainnya mengenai yang mana rumahnya, nomor berapa, dan cat warna apa hingga cowok yang memboncenginya itu bisa lebih mudah untuk mencari rumahnya.
Ardan mengangguk-angguk, lalu mulai mempercepat laju motornya lagi untuk memasuki perumahan yang ditinggali Anjani. Beberapa menit kemudian ia menemukan blok yang Anjani katakan, Ardan lantas membelokkan motornya dan matanya menelisik satu per satu rumah yang berjejer di hadapannya hingga menemukan satu rumah yang sesuai dengan deskripsi dari Anjani. Cat warna cokelat, pagar warna cokelat tua, banyak tanaman hiasnya, nomor 24, dan yang pastinya blok J.
"Yang ini?" tanya Ardan ketika berhenti, ia melepas helmnya dan menolehkan kepalanya sedikit ke arah Anjani.
Anjani mengangguk dan tersenyum tipis, ia pun turun dari motor Ardan dengan sedikit perpegangan pada pundak cowok itu karena motornya yang cukup tinggi dan cowok banget. "Iya, makasih ya udah nganterin pulang."
Ardan nyengir. "Besok-besok kalo mau lagi juga nggak masalah."
"Aku nggak mau ngerepotin kamu," ucap Anjani.
Ardan menggeleng. "Lo nggak ngerepotin gue kok," ucapnya, ia menumpukan kedua tangannya diatas helm yang membuatnya terlihat sedang memeluk benda itu. "Gimana kalo gue yang emang mau ngater lo pulang?"
Anjani malah menaikkan alisnya dengan sedikit mengernyit, senyumnya samar-sama muncul.
"Atau... mau nggak kalo kapan-kapan jalan sama gue?" tanya Ardan akhirnya, ia menatap lekat Anjani.
Mulutnya terbuka sedikit. Anjani mengedipkan matanya, balas menatap Ardan kembali. Ia pernah membayangkan jika cowok itu menawarkan ajakan seperti ini padanya, ajakan jalan bersama, lalu mereka berada dalam suatu tempat yang menarik-tempat dimana Ardan membawanya. Dan jika ia menerima, hal itu merupakan hal yang pertama bagi mereka berdua.
"Kapan?" dan tanpa sengaja pertanyaan itu muncul, entah merupakan desakan dari hatinya atau hanya refleks yang dilakukan otaknya hingga memerintah mulutnya bekerja.
Dan pertanyaan itu membuat Ardan menaikkan sebelah alisnya, bibirnya seketika tersenyum lebar. "Sabtu?" ucapnya yang terdengar seperti pertanyaan karena masih sedikit terperangah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Memories
Fiksi Remaja[Published by Inari, 2018] Karena kebadungannya, Sandra harus pindah ke Bandung dan tinggal bersama neneknya yang strict abis. Pada hari pertama tinggal di rumah nenenya, tiba-tiba Sandra tersiram air oleh cowok tetangga. Cowok yang bernama Ardan i...