1.8

79.7K 7K 465
                                    

Sandra mengetukkan jari-jarinya di atas meja kayu mengilap di hadapannya. Sementara tangannya yang lain berada di atas paha yang dibatasi rok hitam di bawah lutut sambil menggenggam ponselnya yang bercase warna putih dengan earphone warna senada yang tersambung langsung pada salah satu telinganya. Dan sebuah lagu mengalun tanpa menarik minatnya untuk sekedar menyenandungkan sebait liriknya, pikirannya melayang pada hal lain.

Hari ini hari sabtu. Entah bagaimana Sandra menemukan dirinya berdiri dari balik jedela kamar, melirik ke luar rumah dengan menyibakkan sedikit gordennya hingga menampakkan Ardan yang sudah berpakaian rapi sedang memanaskan mesin motornya. Dan seketika kernyitan bingung di dahinya mengenai 'kemana cowok itu akan pergi' hilang begitu saja saat ingat percakapan beberapa waktu lalu kalau Ardan sempat mengajak Anjani keluar, dan Sandra yakin, jawabannya adalah iya.

"Tau nggak San," begitu kata yang keluar dari mulut Ardan sebelum memulai percakapan mereka.

Sandra menolehkan kepalanya sambil melirik cowok itu. "Apa?"

"Gue ngajak Anjani jalan." Senyuman di wajah cowok itu mengembang secara tiba-tiba. Dan tanpa bisa dicegah juga Sandra kembali merasakan sesak di dadanya lagi. Entah untuk yang keberapa kalinya, namun semakin sering Sandra merasakan hal itu, bukan membuatnya semakin kebal, tapi malah semakin sakit lagi.

Sandra menampakkan senyum kecilnya. "Oh ya?"

"Iya," jawab Ardan.

"Kapan?" pertanyaan terlontar dari mulutnya meskipun Sandra tak mau tahu jawabannya. Dan kalaupun boleh, cewek itu tak berharap sama sekali Ardan mengatakannya tiba-tiba seperti ini.

"Sabtu," jawab Ardan lagi. "Gimana menurut lo?" tanyanya.

Sandra terdiam, terhitung tiga detik sebelum akhirnya ia mengangguk-angguk kecil. "Boleh juga," balasnya. "Well, jawabannya apa?"

"Masih nungguin nih, doain aja," kata Ardan sambil tertawa kecil. kedua tangannya menyangga tubuhnya dengan menapak pada lantai teras Sandra.

Sementara Sandra, ia melakukan hal yang sama sambil mengayun-ayunkan kakinya. matanya memandang ke depan, tak berniat sedikitpun memandang Ardan demi tetap menjaga rahasianya.

"Gue doain yang terbaik kok buat kalian."

Dan semua diakhiri dengan sebaris kalimat yang terucap dari mulutnya dengan setengah hati, setengah hatinya lagi berharap cewek manis berambut keriting yang diidam-idamkan Ardan mengatakan tidak—atau tepatnya malah, sepenuh hatinya Sandra berharap bukan kata setuju yang terucap. Namun kenyataan bahwa kedua orang itu saling menyukai memupuskan harapannya tersebut. Rasa-rasanya Sandra sangat yakin bahwa ia harus melupakan perasaannya pada Ardan.

Dan kenyataannya cowok Bandung masih banyak lagi.

"Lama nggak?"

Sandra mengerjap, buru-buru menolehkan kepalanya ketika mendengar pertanyaan tersebut. Seketika ia menemukan Bintang berdiri dari balik meja bar dengan apron cokelatnya sambil menenteng sebuah nampan berwarna sama.

"Apa?" tanya Sandra mengernyit. Sudah berapa lama ia melamun?

"Lama nggak?" tanya Bintang, lesung pipinya tercetak kembali ketika menampakkan senyuman. "Ngelamun ya?"

Sandra terkekeh kecil, menunduk sekilas sambil membasahi bibirnya sebelum menatap Bintang lagi. Ia menggeleng sekali. "Enggak."

"Terus apa? Bengong?"

Sandra nyengir, lantas menggeleng lagi.

"Keliatannya lagi nggak mood," kata Bintang. Cowok itu menarik kursi dari tempatnya untuk duduk di hadapan Sandra meskipun dibatasi meja mar. "Ada yang bisa gue bantu buat balikin mood lo lagi?" tanyanya, lesung pipinya masih tak hilang dari wajah.

Childhood MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang