Semilir angin pagi mengibaskan rambutnya. Tamparan-tamparan rambut di wajahnya membuat Sandra melepaskan ikat rambut hitam yang ia gelangi di pergelangan tangan dan buru-buru menguncir rambutnya. Matanya masih memperhatikan Ardan di hadapannya, berpegangan sambil mengayunkan kakinya pada pedal sepeda pink yang kemarin mereka temukan berdebu di garasi demi mengecek apakah sepeda tersebut masih layak pakai, meskipun kemarin sore sudah mereka coba dengan berkeliling komplek. Apalagi senin pagi ini merupakan pertama kalinya sepeda tersebut akan diajak berkeliling sampai pada tujuan mereka, yaitu sekolah.
Sejenak, Sandra terdiam karena merasa bodoh menemukan sepeda itu. Merutuki diri yang seharusnya pura-pura tak lihat, atau malah seharusnya tak membiarkan matanya jelalatan hingga menemukan sepeda yang memang cukup jauh dari jangkauan mereka yang seharusnya hanya mencari sekop.
Tak ada lagi Sandra dan Ardan dalam satu sepeda ketika berangkat ataupun pulang sekolah, Sandra yang berada di jok belakang sambil mengoceh karena tak nyaman dengan rok pendeknya—yang sekarang sudah lebih panjang, perdebatan mengenai Sandra yang harus berpegangan dimana, obrolan mereka selama perjalanan, permintaan saling menunggu, dan lain-lainnya. Yang ada hanyalah Sandra dengan sepeda sialnya dan Ardan dengan sepeda kesayangannya. Berangkat bersama dengan sepeda masing-masing yang sejauh ini mereka—atau hanya Ardan—pikirkan akan menyenangkan, tanpa cowok itu tahu bagaimana perasaan Sandra.
Dan entah sampai kapan acara berangkat-pulang bareng dengan sepeda masing-masing itu mereka laksanakan jika mereka sudah sibuk dengan kesibukannya masing-masing—atau Ardan yang sudah lebih dulu menyibukkan dirinya dengan cewek pujaannya.
Lalu, berakhir pada Sandra yang memilih sok sibuk dan pergi berkelana di kota Bandung dengan sepedanya seorang diri. Melupakan hal-hal yang mengganjal di hatinya.
Mungkin di situlah sisi positifnya. Sepeda peninggalan Mama itu bisa menjadi alternatif sok menyibukkan diri dan menghindar dari Ardan, alat untuk mencoba perubahan baru dengan upaya melupakan perasaannya pada cowok itu. Apalagi, nggak mungkin dengan secepat itu Sandra menyukai Ardan dalam konteks yang sesungguhnya selain perasaan kagum sesaat dan patah hati kacangan yang sama sesaatnya lalu hilang begitu saja.
Sandra yakin, cepat atau lambat perasaannya pasti hilang.
"Bagus kok Cha, nggak ada apa-apa. Gue rasa layak pake, kemarin dipake juga nggak kenapa-kenapa, " ucapan Ardan tiba-tiba membuyarkan lamunanya. Sandra buru-buru balik menatap Ardan dan menyadari bahwa sebelumnya tatapannya mengarah pada rumput hijau di bawah sana. "Nih!" seru cowok itu lagi sambil menuntun sepeda tersebut mendekati Sandra yang berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.
Akhirnya Sandra mengambil alih sepedanya, dan mulai menaikinya dengan menurunkan ujung rok agar tak terlalu mengekspos pahanya hingga membuatnya tak nyaman.
"Ayo berangkat, keburu gerbangnya ditutup!" seru Ardan lagi. Sedetik kemudian, ia memimpin arah jalan dengan menyamai ayunan kaki Sandra di sepedanya.
-o-
Suara tepukan tangan meriah terdengar ketika dua orang yang berada di tengah-tengah lingkaran komunitas itu selesai dengan dialog mereka. Tak luput dari dua orang cewek beda perawakan yang baru beberapa menit sampai itu pun ikut bertepuk tangan di sisi ruangan.
Sandra agak sedikit grogi, kini dirinya berada dalam ruang teater dan berisian dengan Anjani yang semakin membuat cewek itu terlihat imut dibanding dengan tubuhnya yang lebih tinggi. Yang membuatnya sedikit sebal dan makin sebal lagi jika mengingat Ardan menyukai cewek di sebelahnya ini.
Lalu tepukan tangan mereka selesai, dan tepukan tadi masih Anjani lakukan hingga membuat banyak pasang mata—yang beberapanya sering Sandra lihat dan beberapa yang lain terasa asing—membelokkan arah pandangannya ke arah mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Memories
Teen Fiction[Published by Inari, 2018] Karena kebadungannya, Sandra harus pindah ke Bandung dan tinggal bersama neneknya yang strict abis. Pada hari pertama tinggal di rumah nenenya, tiba-tiba Sandra tersiram air oleh cowok tetangga. Cowok yang bernama Ardan i...