12. Arena Balap

17 5 0
                                    

Happy reading 🩷

***

Seseorang baru saja sampai di markas gengnya. Ia meletakkan topinya di atas meja. Matanya memandang ruangan, rupanya sedang tak ada orang di markas, kecuali dirinya saat ini. Ia mengeluarkan sebuah tote bag maroon kecil berisi foto-foto yang baru saja ia cetak. Foto tersebut langsung memenuhi luasnya meja karena jumlahnya sangat banyak, sekitar lima puluh foto.

Semua foto itu adalah foto satu orang cewek yang ia sudah sukai sejak lama. Tarikan sudut bibirnya semakin melebar saat mengingat setiap momen foto yang diambilnya secara diam-diam. Tangannya bergerak mengambil beberapa foto lalu berbicara sendiri.

"Ini waktu zaman kita orientasi sekolah. Imut sekali dirinya."

"Kalau yang ini pas dia pertama kalinya jadi model. Tahun kemarin kalau tidak salah."

"Terus foto ini, gue ambil pas dia pagi-pagi buta udah di perpus."

"Yang terakhir, foto tadi di depan rumahnya. Dari belakang pun, memang dia seperti bidadari."

Senyumnya tak berhenti hingga ia berada di foto terakhir. Satu foto itu ia dekatkan ke bibirnya, mengecup foto itu sambil memejamkan matanya, tangan yang satunya memegang dadanya, merasakan detak disana yang berlaju cepat, perasaan sukanya semakin lama tak bisa ia sembunyikan. Ia masih memejamkan matanya sampai tak sadar bahwa teman satu gengnya ada yang datang dan sudah berada di hadapannya sekarang.

"Lo lagi ngapain itu, Vin?" tanya Tian yang baru saja tiba. Ia belum fokus pada foto yang tergeletak banyak di meja.

Kevin tersentak kaget. Langsung menyingkirkan semua foto-foto miliknya sebelum Tian mendekat ke tempat duduknya sekarang.

"Lo hobi ngoleksi foto? Semua itu foto siapa?"

"Ya foto gue lah!" bohongnya.

Untung saja Tian belum melihat sosok cewek yang ada di foto tersebut. Bisa-bisa Tian menimbulkan masalah untuknya. Kevin sudah menyimpan semuanya di tote bag maroon miliknya, kembali.

"Yang lain pada kemana?" tanya Kevin pada Tian. Tian tak menjawab. Karena perhatiannya beralih pada pintu yang dibuka secara kasar. Dia memang duluan masuk.

"Harusnya kita yang nanya lo kemana." Itu suara Jeff yang baru masuk. Disusul Sean dan anggota Cakrawala yang lain. Kevin baru sadar, kalau ia mengabaikan notifikasi grup WhatsApp Geng Cakrawala dari tadi pagi. Tamatlah riwayatnya. Apalagi Jeff berada di sini.

"Kenapa nggak jawab?" tanya Jeff.

"Gue, ...." Kevin berusaha mencari alasan bagus.

"Habis jadi fotografer lo, Vin?" tanya Rico, membuat Jeff beralih menatap kamera milik Kevin yang menggantung di lehernya.

"Gue jadi penasaran lo habis fotoin apa, Kevin. Sampai Lo nggak ikut sama kita buat persiapan sebentar," tutur Sean. Ia melangkah ingin mengambil kamera yang menggantung itu.

"Jangan lancang, Sean. Ini urusan pribadi. Gue harap lo juga nggak ikut campur Jeff urusan pribadi gue." Kevin menegaskan.

"Udah Sean. Bukan kamera yang penting sekarang. Siap-siap untuk berangkat ke arena balapan," perintah Jeff.

***

Arena balapan bertempat di daerah yang jauh dari jangkauan polisi. Butuh satu jam perjalanan untuk sampai ke tempat ini dari arah kota. Malam ini menjadi tempat bertemunya para penguasa jalanan. Lebih dari sepuluh geng besar berkumpul untuk saling adu laju. Tentu menjadi daya tarik tersendiri untuk mengikuti balapan ini dikarenakan hadiahnya yang sangat besar yaitu 200 juta.

Vienna (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang