15. Sang Mama

45 5 0
                                    

Vienna'S POV

Kakakku, Venzo, sudah sadar dari kondisi kritisnya. Saat ini, aku menemaninya di ruang rawat bersama Bambang dan Kak Jio yang memaksa datang ke sini meski kondisinya juga belum pulih maksimal. Saat berjalan pun, ia masih pusing dan harus ada orang yang memapah tubuhnya. Untung saja Bambang selalu setia menjaga Kak Jio. Aku sangat kagum dengan persahabatan mereka bertiga, juga kepada anggota Platoz  yang hubungan mereka sangat kuat dalam persaudaraan.

Aku berniat keluar sebentar untuk membeli makanan. Aku sengaja memberikan mereka ruang untuk mengobrol dengan bebas. Aku pun hanya membeli bubur ayam bandung di warung makanan tepat di depan rumah sakit, namun di seberang. Saat kakiku mulai masuk ke gerbang aku melihat sebuah mobil masuk ke dalam yang mirip mobil Mamaku. Aku memandang mobil itu sampai ia diparkir, hingga kutunggu pemiliknya keluar, namun tak kunjung juga.

"Sepertinya hanya mirip saja dengan mobil Mama. Kalau Mama kesini pasti dia kasih kabar."

Aku melanjutkan langkahku sampai ke ruang rawat Venzo si kakak menyebalkan. Namun sekarang sangat kusayangi karena sedang sakit. Ups. Setelah sampai di sana, aku kaget saat masuk karena tidak ada orang yang menemani Venzo lagi.

"Loh, kok kakak sendirian?"

"Mereka pamit. Jio tambah pusing. Ya jadinya gue paksa suruh periksa ke dokter di sini. Mereka lagi disana tuh, gedung sebelah."

"Yah, mereka lama nggak, ya? Ini gue udah beli makanan banyak banget, Kak!"

"Lo makan aja semuanya, Vienna. Biar lo gendutan. Hahaha."

"Udah sakit, masih aja menyebalkan Lo Kak. Bisa hancur karir model ini kalau gendutan." Aku tertawa dengan Venzo.

"Vien. Lo masih mau denger ucapan gue nggak?" tutur Venzo dengan wajah serius. Ia ingin bangkit dari tidurnya tapi aku langsung menghentikannya.

"Tentang apa Kak? Sambil baring aja." Aku menatap Venzo sampai ia mulai berbicara. Venzo menarik napas dalam sebelum memulai ucapannya.

"Sebelumnya gue tanya dulu Vienna, adik yang paling gue sayangi. Lo udah kenal Raygan dengan baik dan benar?"

Wajahku menunduk lesu, tidak tahu harus menjawab bagaimana. Aku bisa bilang aku mengenal Raygan dengan baik dan aku sangat mencintainya, tapi tidak tahu banyak tentang kehidupan pribadinya. Venzo masih menanti jawaban dariku yang terdiam ini.

"Gue nggak banyak tahu kak sebenarnya tentang kehidupannya. Latar belakangnya," tuturku jujur. Venzo tersenyum sedikit lalu menepuk kepalaku lalu menyentil hidungku pelan. Venzo melanjutkan "Kalau lo masih anggap kakak Lo ada. Dengerin gue. Dia bukan cowok yang baik untuk Lo kasih semua cinta yang Lo punya, Vien." Jujur saja, aku langsung ingin pergi setelah mendengar itu, tapi tidak tega mengabaikan kakakku yang sedang sakit.

Aku sangat tidak terima semua orang mengatakan hal yang buruk kepada Rayganku. Aku tidak suka sama sekali.

"Satu hal yang harus kamu tahu. Identitas aslinya sebenarnya adalah Raygan Arta Jeff Hantara Smith. Dia bermarga asing. Kamu udah tau tentang itu?"

"Udah," sebut Vienna santai. Venzo jadi terkejut sedikit karena jawaban Vienna tidak sesuai prediksinya.

"Gue cek administrasi dulu ya, Kak. Tadi Ayah kasih gue uang buat urusin," ucapku mengalihkan topik dan ingin segera pergi dari ruangan ini sejenak.

Venzo mengangguk.

Sekitar lima belas menit aku berada di depan bagian administrasi rumah sakit. Aku mempersilakan orang-orang yang duluan ingin mengurus administrasi. Sambil menunggu giliranku, mataku menyapu suasana rumah sakit yang sangat ramai oleh keluarga pasien. Sepertinya banyak yang memindahkan keluarga mereka untuk dirawat disini. Padahal rumah sakit ini cukup jauh dari kota sekitar satu jam waktu tempuh.

Pandanganku beralih pada seorang wanita yang kukenal. Itu Alita. Dia sedang mendorong sebuah kursi roda yang diduduki oleh seorang anak perempuan yang diperkirakan berusia 8 tahun. Aku menduga itu adalah adiknya karena sangat mirip dengan wajah Alita yang cantik.
Aku ingin menghampirinya, tapi sudah saatnya giliranku untuk mengurus administrasi. Aku akan mengunjunginya nanti. Aku tidak peduli jika dia tidak mau bicara, aku akan tetap kesana menjenguk adiknya yang manis.

"Maaf Nona, biaya perawatan atas nama pasien Venzo Abraham Balrafis di ruang rawat melati sudah dibayar full dan lunas."

Aku terkejut saat mendengarnya. Apakah Ayah sudah membayarnya? Tapi dia menitipiku uang. Apakah Platoz? Tidak mungkin. Aku bertanya-tanya dalam pikiranku sambil kembali ke kamar rawat Venzo. Namun sebelum aku memegang gagang pintu. Aku mendengar suara wanita dari dalam.

"Mama harap kamu segera pulih."

"Mama tidak terlalu membencimu. Mama hanya terlalu mendalami kesedihan Mama karena kecelakaan itu."

"Maafkan Mama karena tidak menunjukkan kasih sayang Mama kepadamu."

Mataku berkaca-kaca saat mendengar isi hati Mama selama ini. Rupanya memang benar mobil yang kulihat tadi adalah mobil Mama. Namun kurasa, Mama tidak ingin kami tahu kalau dia datang menjenguk putranya. Aku mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam, kulihat juga Venzo sedang tidur sekarang. Aku menunggu Mama keluar dulu baru masuk kembali menemani kakakku hingga malam tiba.

***

Author'S POV

Alita mengusap sayang kepala adik satu-satunya yang sedang tidur dalam sakitnya. Sudah bertahun-tahun adiknya tidak melanjutkan sekolah karena menderita penyakit langka dan sering berhalusinasi merasa ketakutan. Alita sebelumnya frustasi karena beberapa rumah sakit menolak adiknya untuk dirawat. Syukurlah rumah sakit ini menerimanya.

Alita menaikkan selimut untuk menutupi tubuh adiknya. Ia melangkahkan kaki untuk keluar sebentar membeli kebutuhan makanan. Ia akan menginap malam ini. Adiknya sering ketakutan dan memberontak.

Alita memegang gagang pintu lalu menariknya sehingga pintu terbuka. Alita  melangkah maju dan seseorang juga ternyata berdiri tepat di depan pintu itu dari luar. Kepala keduanya langsung berbenturan. Alangkah kagetnya Alita ketika melihat orang itu adalah Venzo Abraham Balrafis sambil membawa infusnya.

"Kak Venzo? Kenapa bangun, kenapa kesini?" Alita memburunya dengan pertanyaan.

"Lo nggak mau minta maaf dulu udah nabrak kepala orang yang sakit barusan?" gurau Venzo. Alita malah menurutinya dan langsung memohon maaf sambil menyatukan kedua tangannya. Venzo tertawa karena itu, ia merasa gemas.

"Gue bercanda kali."

"Itu adik lo, ya?" tanya Venzo. Ia telah dipersilakan masuk oleh Alita.

"Iya itu adik gue."

"Gue ke sini karena gue utang Budi, jangan geer. Terima kasih Alita karena dengan bantuan lo gue jadi bisa selamat."

"Iya kak."

Venzo mulai menanyakan keadaan adik Alita yang sakit itu. Alita mulai menceritakan penyebab adiknya seperti itu dan ia alami selama ini. Alita begitu detail memberikan informasi pada Venzo. Entah karena dia merasa nyaman atau merasa tidak tau harus mencari topik obrolan apa lagi setelah membahas itu. Venzo menyimak dengan baik sampai pada ia tahu bahwa Alita mengenal adiknya, Vienna.

***

Kalian setuju nggak nih kalau Alita Deket sama Venzo?

*

Tinggalkan vote dan komen ya teman2
Terima kasih sudah membaca

Yuk ajak teman2 kamu untuk baca cerita ini

Follow ig wattpad.marentiyaa


17 Juli 2024,
Marentiya

Vienna (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang