2. Ayah dan Anak Laki-lakinya

41 7 4
                                    

Seluruh anggota gen Cakrawala berkumpul di markasnya, tepatnya bekas rumah milik keluarga pendiri Cakrawala. Sean dan teman-temannya sedang bergembira atas kemenangan yang mereka peroleh. Kesenangan mereka sudah diatas awan, sama sekali tak merasa bersalah atas kecurangan yang mereka perbuat.

"Harusnya bakar ketuanya juga nggak sih, sekalian aja?" ucap Rico lalu meneguk segelas alkohol di tangannya. Para anggota tertawa atas ucapannya.

"Gila Lo, Ric! Tapi boleh banget sih itu, hahaha."

"Next time-lah. Sekarang kita senang-senang dulu." Itu Sean yang bersuara.

"Saran gue Sean, mending kita hati-hati sekarang. Lo nggak tau rencana Platoz kedepannya untuk balas kita seperti apa. Ingat, Platoz itu geng besar dibanding kita," ucap Key bijak. Satu-satunya orang yang berani memberikan saran pada pengurus inti Cakrawala, meskipun terkadang sarannya diabaikan oleh sang ketua.

"Lo takut Key?" ejek Rico, lalu berjalan merangkul bahu Key. Key yang tadi ingin meminum alkoholnya malah tidak jadi.

Key menatap Rico sembari tersenyum sedikit. "Lo punya kuping kan, Ric? Itu saran dari gue. Terserah lo."

"Menurut lo gimana, Sean?" Tian bertanya. Tian dan Key, keduanya berteman dekat.

"Apanya Tian?" Sean menimpali, sembari membuang puntung rokoknya.

"Ya rencana kita lah buat jaga-jaga, kalau Platoz mau nyerang balik," jelas Tian disambung anggukan dari beberapa anggota yang lain.

"Bener tuh Sean yang dibilang Key sama Tian." Yang lainnya ikut bersuara.

"Denger ya kalian berdua! Jangan remehin gue sebagai ketua dan kekuatan geng kita! Meskipun mereka lebih banyak dibandingkan kita, buktinya kita bisa menang hari ini."

Itupun dengan kita curang kali. ucap Key dalam hati lalu menatap Tian yang juga menggeleng-gelengkan kepalanya.

Seperti biasa, Sean selalu mengandalkan kecurangan otaknya, dibandingkan menyusun rencana yang tepat. Meskipun begitu, ia selalu meyakinkan semua anggotanya untuk percaya kepadanya, tapi sulit untuk meyakinkan dua orang, Tian dan Key.

"Serah lo deh, Sean." Key akhirnya tak melanjutkan lagi percakapan.

***

Vienna sedang berada di salah satu mushola di lokasi pemotretannya. Setelah menyelesaikan sholat isya, dia segera mengambil tasnya untuk pulang. Saat menunggu taksi online di pinggir jalan, dari kejauhan inderanya menangkap motor geng platoz yang khas berwarna merah. Itu adalah Bambang dan Venzo yang diboncengnya.

"Venzo!" celetuk Vienna saat motor itu tiba di depan matanya.

"Ini kalian kenapa, Bam?" tanyanya cemas melihat keadaan kakaknya dan Bambang yang luka.

"Biasa, Vienna."

Bambang menyuruh Venzo segera turun dan menjelaskan kepada adiknya. Setelah itu Bambang pamit pulang.

"Mobil kemana, Kak?"

"Hangus," balas Venzo.

Vienna melotot.

"Enteng banget kalau ngomong!" teriak Vienna.

"Ya maaf."

"Yuk pulang, Vien," ucapnya lagi.

Dalam mobil, Venzo menceritakan kejadian dari awal sampai akhir kenapa mobilnya bisa hangus terbakar. Vienna tak habis pikir dengan kelakukan kakaknya yang berandal itu, ia tidak bisa membayangkan bagaimana kemarahan ayahnya nanti saat mereka pulang.

"Kak, bisa makin mampus lo sampai rumah."

"Mau gimana lagi, Vien. Udah biasa juga kok Ayah marahin gue kan. Bantu gue dikit nanti, ya."

Vienna (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang