13. Venzo

63 8 1
                                        


Vienna'S POV

Terjadi lagi. Kemarahan ayahku semakin menyala saat mengetahui Venzo tidak pulang ke rumah sampai pagi datang. Ayahku berdiri berkacak pinggang, tangan satunya memegang kepala, lalu berteriak pada Mama yang duduk di hadapannya. Inilah yang selalu kutakutkan kembali terjadi. Ayah dan Mama perang mulut. Disebabkan Ayah menyalahkan Mama atas perilaku Venzo selama ini.

"Kenapa berteriak kepadaku? Itu salah anakmu sendiri!" pekik Mamaku tak terima dengan perkataan Ayah.

"Venzo juga anakmu!" racau Ayahku lagi.

"Aku tidak peduli dengan apa yang dilakukan Venzo! Dia adalah anak laki-laki, dia bisa mengurus dirinya sendiri. Dia memang sejak dulu berandalan."

"Selalu saja membantah," tambah Mamaku.

Aku sedih mendengar Mama berbicara seperti itu tentang Venzo. Aku sungguh tau kalau sejak kejadian dua tahun yang lalu membuat hubungan Mama dan Venzo merenggang.

"Karena itulah, Milena! Ini semua karena kamu hanya fokus pada satu anak. Venzo juga membutuhkan didikanmu!"

"Lalu bagaimana denganmu? Kamu ayahnya. Harusnya kamu lebih tegas pada Venzo. Kamu hanya terus mengancam dan mengancam. Kamu tidak menghukumnya terus terang!"

"Kenapa aku harus menghukum, jika aku bisa mendidiknya tanpa kekerasan," jawab Ayahku. Sekarang Mama juga berdiri dengan emosi.

"Yah, seperti itulah caramu selama ini. Seperti itukah didikanmu pada anak laki-lakimu. Karena itu Venzo menjadi be.ran.da.lan!" teriak Mamaku menegaskan kata terakhirnya. Ia melipat kedua tangannya lalu membelakangi Ayahku yang menatapnya dengan amarah.

"Kenapa kamu membalikkan keadaan? Kamu yang selama ini mengabaikan Venzo sejak kecelakaan itu! Kenapa kamu menaruh dendam pada putramu sendiri?" geram Ayahku lagi. Suaranya benar-benar semakin bertambah besar.

"Dengar, aku tidak seharusnya kehilangan rahimku! Tapi karena anak laki-lakimu!" Kalimat Mama terpotong karena tangisannya semakin menjadi. Ia kemudian melangkah lalu melayangkan telunjuknya pada Ayahku.

Dengan terisak, Mama mencoba berbicara kembali.

"Karena anak laki-lakimu! Dia penyebabnya!" hardik Mamaku.

Tanpa sadar, pipiku sudah basah. Aku memilih masuk ke kamar. Sambil mecoba menenangkan diri, aku terus setia pada hpku untuk menghubungi Venzo. Aku cukup frustasi karena Venzo tidak menjawab teleponku. Sudah puluhan kali aku menelponnya. Dia memang sering melakukan ini, tidak pulang ke rumah. Tapi kali ini, entah kenapa aku merasa sangat cemas dan sulit mengendalikan diriku sebelum aku melihatnya pulang dengan keadaan baik-baik saja.

Aku menepuk jidatku karena menyadari kebodohan yang dari tadi kulakukan. Platoz.
Harusnya aku menanyakan kepada mereka. Mereka adalah keluarga kedua bagi kakakku, Venzo. Aku segera mencari nomor telepon Kak Jio. Aku menunggu dia mengangkat telepon sambil berdoa dalam hati, semoga aku tidak mendapatkan kabar buruk tentang Venzo. Aku berusaha menghapus pikiran-pikiran burukku. Aku begitu sulit berpikir positif seperti yang biasanya kutanamkan pada pikiranku. Karena hatiku seolah mengatakan bahwa sesuatu telah terjadi pada kakakku.

Aku kembali menangis saat teleponku lagi-lagi terabaikan. Aku mengatur napas berulang kali, lalu mencoba pada nomor anggota Platoz yang lain. Namun, sebuah chat WhatsApp muncul di notifikasi, pengirimnya nomor baru. Aku tidak asing dengan nomor itu. Dia orang misterius yang mengaku sebagai orang yang menyukaiku, pengagumku sejak lama.

Aku mengusap air mataku. Lalu perlahan membaca isi chat orang asing itu. Sebenarnya aku ingin memblokir nomornya semalam, tapi lupa karena pikiranku fokus pada jadwal pemotretanku yang semakin hari semakin padat. Aku juga bersyukur karena itu.

"Temui saya siang nanti. Saya akan jujur siapa saya sebenarnya. Jangan takut, karena saya sangat menyukaimu maka saya tidak akan menyakitimu. Saya lebih baik dari Raygan, dia hanyalah cintamu yang palsu. Dia seorang pembohong."

Setelah membaca chat itu, aku kemudian mendapatkan telepon dari salah satu anggota Platoz. Aku mendapatkan informasi dari Bang Rabbu bahwa Venzo, Kak Jio, dan Bambang ada di tempat balapan liar semalam. Bang Rabbu pun mulai menceritakan kejadian lainnya yang membuatku langsung menjatuhkan hpku dan berlari menemui Ayahku.

***

Author'S POV

Flash Back ON
(02.00 WITA : Malam Balapan)

Alita menengadah ke atas melihat jam dinding di rumah sakit. Arah jarum jam menunjukkan pukul dua pagi lewat sepuluh menit. Alita masih tak menyangka dirinya harus berada di rumah sakit pada jam seperti ini. Ia pun sangat shock saat mengetahui orang yang ditemukannya di tengah jalan dengan tubuh dipenuhi luka pukulan adalah laki-laki yang menolongnya di sekolah beberapa hari yang lalu saat terjebak di kandang macan.

Setelah melihat identitas Venzo,  Alita menyimpan kembali dompet Venzo ke dalam jaket Platoz di samping ia duduk di ruang tunggu. Jaket itu dipenuhi oleh banyak darah membuat Alita sedikit takut.

"Pak, bisa tolong simpan jaket ini di mobil, nggak?" ucap Alita kepada supirnya.

Alita ke rumah sakit karena adiknya sedang dirawat. Ia langsung menuju ke rumah sakit di jam 12 malam tadi karena mendapatkan telepon dari dokter bahwa adiknya terus memanggil namanya dan terus meracau ketakutan. Ia pun menemukan Venzo yang tergeletak di tengah jalan, menghalangi jalur kendaraan saat mobil Alita ingin lewat. Rumah sakit tempat adiknya dirawat tersebut memang jauh dari kota sehingga Alita hanya sesekali mengunjungi adiknya jika adiknya kembali sadar dan penyakitnya mulai kambuh dan ketakutan.

"Ini hpnya gimana, Alita? Saya bawa ke mobil sekalian?" tanya supir itu.

"Kasi saya aja, sini Pak."

Alita menekan tombol hidup daya hp tersebut. Ia tidak yakin hp itu akan berfungsi setelah melihat kondisinya. Cahaya hp Venzo langsung memantul di wajahnya, karena lampu rumah sakit hanya sebagian yang menyala. Alita menutup mulutnya tak percaya melihat banyaknya panggilan yang tidak terjawab.

"Vienna," sebutnya.

Flash Back OFF

***

Kamu Tim Vienna Raygan
Atau Tim Venzo Alita?

*

Terima kasih sudah membaca.
Tinggalkan vote dan komennyaa kalau suka part ini.

Semakin seru guyss


15 Juli 2024,
Marentiya

Vienna (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang