Bab 6

7.9K 279 14
                                    

Seorang bocah berumur empat tahun sedang merengek meminta Euis agar membawanya pergi. Anak kecil itu belum punya teman bermain di sekitar rumahnya. Rumah Laila yang besar, memang terletak di tengah-tengah antara pemukiman warga, tidak berdempetan dengan rumah-rumah lainnya. Sisi kiri, kanan dan belakangnya terhampar ladang sawah dan kebun.

Arga mulai bosan bermain di sekitar rumah yang sepi itu. Tak ada teman sebaya, tak ada tempat bermain yang menyenangkan baginya. Siang itu, ketika Euis, gadis muda yang bekerja membantu Laila, hendak pulang, Arga segera mendekatinya dengan wajah memohon.

"Teh Euis, Arga ikut!" rengek Arga sambil menarik ujung baju Euis dengan penuh harap.

Euis terkejut melihat Arga yang biasanya ceria, kini tampak bosan dan sedikit kesal. "Arga jangan ikut. Teh Euis mau pulang dulu sebentar."

"Ajak Arga ke rumah Teh Euis. Arga bosan di sini," rengek Arga sambil terus menarik baju Euis.

Melihat Arga yang sangat ingin pergi, Euis merasa iba. Ia tahu, di usianya yang masih kecil, Arga butuh teman bermain dan suasana baru. Ia pun memutuskan untuk mengajak Arga, namun ia harus meminta izin dulu.

"Arga tunggu di sini ya, Teh Euis minta izin dulu sama Nenek Laila," kata Euis sambil tersenyum.

Arga mengangguk dengan antusias, matanya berbinar penuh harap. Euis pun bergegas menemui Laila yang sedang bersantai di ruang tamu.

"Nyonya Laila, bolehkah saya ajak Arga ke rumah sebentar? Dia kelihatan bosan dan ingin bermain di luar," tanya Euis dengan sopan.

Laila memandang cucunya yang sedang menunggu dengan penuh harap, lalu mengangguk. "Boleh, Euis. Tapi jaga Arga baik-baik, ya. Jangan lama-lama."

Euis tersenyum dan mengangguk. "Iya, Nyonya. Terima kasih."

Dengan izin dari Laila, Euis menggandeng tangan Arga dan mengajaknya pergi. Arga tampak sangat senang, wajahnya kembali ceria. Mereka berjalan beriringan menuju rumah Euis, siap untuk petualangan kecil di luar rumah yang selama ini membosankan bagi Arga.

Arga dibawa Euis ke sekitar lingkungannya. Walaupun jarak rumah agak berdekatan, tapi pekarangannya masih luas dan hijau. Arga terbengong ketika melihat beberapa anak seusianya sedang bermain permainan tradisional anak-anak desa, seperti petak umpet, kelereng, dan lompat tali.

Ingin rasanya Arga ikut bermain. Ia melihat anak-anak itu tertawa dan bersorak, penuh semangat dalam permainan mereka. Anak-anak itu sesaat melihat Arga yang tampak asing di mata mereka. Arga mengenakan pakaian yang rapi dan bersih, seperti layaknya anak orang kaya, berbeda dengan penampilan anak-anak desa yang sederhana.

Ibu-ibu yang sedang bersantai di sekitar situ pun tak luput memperhatikan Arga. Penasaran anak siapa bocah kecil ini. Salah satu ibu yang duduk di bangku dekat pekarangan tersenyum ramah melihat Euis dan Arga mendekat.

"Euis, anak siapa itu ko ganteng banget?" tanya ibu berkerudung kuning penasaran.

Salah satu wanita tua lainnya ikut menyahut, "itu mah cucuknya Bu Laila. Masa tidak tahu kamu, Sari?"

"Oh ya? Saya kan jarang lewati rumah Bu Laila, jadi tidak tahu."

"Iya benar, anaknya Bu dokter Renata," imbuh Euis dengan sopan. "Dia mau main di sini karena di rumah bosan."

Ibu-ibu itu manggut-manggut. Mereka tersenyum dan mengajak anak-anak mereka untuk menerima Arga bermain bersama.

"Hei, anak-anak, ini Arga. Dia mau main sama kalian. Ajak dia, ya!" seru salah satu ibu dengan ramah.

Anak-anak itu berhenti sejenak dari permainan mereka dan menghampiri Arga. Salah satu anak yang lebih besar, mungkin berumur enam atau tujuh tahun, mendekati Arga dengan senyum lebar.

JANDA MERESAHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang