Bab 18

5.3K 308 31
                                    

Ratna tetap mencoba untuk tampak tenang. "Kenapa tiba-tiba menanyakan itu, Rena?" tanya Ratna, ada sedikit getar yang tersembunyi di balik nada suaranya. Sementara Renata membisu, menunggu jawaban yang bisa menghilangkan rasa bingung dan ragu.

Ratna menatap Renata dengan tatapan bingung, alisnya sedikit terangkat. "Renata, tadi malam saya tidur seperti biasa. Nggak ngapa-ngapain loh," lanjutnya dengan nada yang terdengar begitu polos. Ia bahkan menambahkan sedikit tawa kecil, seolah tidak mengerti arah pembicaraan Renata. "Kenapa, ada yang aneh? Kok diam saja dari tadi?"

Renata masih bungkam, perasaannya semakin campur aduk. Bagaimana mungkin semua itu hanya sebuah mimpi? Ataukah, mungkin benar-benar hanya imajinasi yang terlalu liar? Tapi kenapa rasanya begitu nyata? Ia mencoba mengingat detailnya, tetapi semakin ia mencoba, semakin pudar pula bayangan itu, seperti sesuatu yang tertelan oleh kegelapan malam.

"Mungkin efek dari minuman herbal itu, Rena. Katanya sih bisa bikin orang berhalusinasi dan melayang." Ratna kembali bersuara.

Tatapan Renata beralih ke leher dan dada atas Ratna, yang saat itu mengenakan kaos lengan pendek yang agak longgar dan celana panjang bahan. Ia mencari-cari bukti, sesuatu yang bisa meyakinkannya bahwa semua itu bukan sekadar ilusi. Barangkali ada bercak merah keunguan, bekas ciuman atau hisapan di kulit Ratna yang bisa menguatkan kecurigaannya. Namun, Renata tidak menemukan apa-apa. Kulit Ratna tampak mulus, tanpa ada tanda-tanda bekas apa pun.

Tanpa sepengetahuan Renata, Ratna telah menyamarkan bekas-bekas tersebut dengan cerdas. Sebelum Renata bangun pagi itu, ia dengan hati-hati menutupi bekas-bekas tersebut menggunakan concealer dan bedak yang warnanya hampir sama dengan warna kulitnya. Ratna tahu persis bahwa Renata mungkin akan mencari tanda-tanda yang menguatkan ingatannya, jadi ia memastikan bahwa tidak ada bukti fisik yang bisa dilihat.

Renata akhirnya menghela napas, merasa makin ragu dan tidak yakin. Mungkinkah ia benar-benar hanya bermimpi? Dengan hati yang masih penuh pertanyaan, Renata memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan. "Nggak apa-apa, Ratna. Mungkin hanya perasaan saya saja," ujarnya sambil mencoba tersenyum tipis, meskipun benaknya masih dipenuhi kebingungan.

Ratna hanya mengangguk pelan, melanjutkan pekerjaan sambil menyembunyikan senyum tipis yang penuh arti. Ia berhasil membuat Renata meragukan ingatannya sendiri, dan itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini.

Renata akhirnya pergi meninggalkan dapur, sedang Ratna menghela napas lega. Ia berdiri sejenak. Tatapan yang tadinya penuh perhatian kini berubah menjadi ekspresi yang tenang namun sedikit waspada. Dalam hati, Ratna merasa sedikit tegang, mengingat betapa ia tadi akan tertangkap basah. Renata hampir saja mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, dan itu adalah sesuatu yang Ratna tidak bisa biarkan.

Ratna kemudian meraih sebuah cermin kecil dari saku celananya, memeriksa lehernya sekali lagi untuk memastikan tidak ada jejak yang tertinggal. Ia mengusap-usap sedikit area yang tadinya terlihat samar sebelum ia menutupinya. Setelah yakin bahwa tidak ada yang terlihat mencurigakan, ia mengembalikan cermin itu ke saku.

"Astaga, hampir saja," gumamnya pelan sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Ia lalu melanjutkan kembali pekerjaan, menyibukkan diri dengan aktivitas di dapur untuk menenangkan pikiran.

Ratna tersenyum kecil, perasaan puas mengalir dalam dirinya. Ia berhasil menjaga rahasia itu tetap tersimpan rapat. Namun, di balik rasa lega tersebut, ada sedikit kegelisahan dan rasa bersalah yang menggelayuti hatinya.

"Aku tidak melecehkannya, toh dia sendiri menikmatinya, kan? Berarti itu bukan pemerkosaan," kata hati Ratna berusaha menepis rasa bersalah dalam diri, seakan menormalisasikan perbuatannya.

"Mimpi, ya ... Biarkan saja dia terus berpikir begitu," bisik Ratna pada dirinya sendiri sambil melanjutkan aktivitasnya di dapur. Meski begitu, ia tidak bisa mengabaikan kekhawatiran yang masih tersisa. Tapi untuk saat ini, Ratna merasa cukup tenang, setidaknya hingga Renata kembali mempertanyakan yang tidak seharusnya.

JANDA MERESAHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang