Bab 29 (18+)

9.5K 474 94
                                    

Part ini panjang banget guys, 5000 kata..  jadi seperti biasa tinggalkan 👣Biar aku semangat lanjutin ceritanya .. 😩😂





Wanita itu berdiri di depan Revano, tanpa ragu mendaratkan ciuman singkat di bibir si lelaki. Waktu seakan berhenti bagi Renata. Tangannya yang menggenggam stang motor bergetar hebat. Tubuhnya kaku. Ia ingin menoleh, mengalihkan pandangan dari kenyataan pahit ini, tapi sorot matanya justru terpaku pada dua sosok di depan.

"Fuck you, Revano Danendra!"

Renata mencoba menelan amarah yang mendesak naik, tapi tidak mampu. Napasnya semakin berat, dada sesak, dan pandangannya berkunang-kunang. Ada rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh, menusuk tajam hingga ke ulu hati. "Sial ..." Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Ratna yang duduk di belakangnya merasa cemas melihat reaksi Renata yang jelas-jelas terluka. Ia meletakkan tangan di pundak Renata, mencoba memberikan ketenangan tanpa kata. Renata tidak mengatakan apa-apa, tapi tangannya perlahan terlepas dari stang motor, menyadari bahwa kenyataan ini jauh lebih menyakitkan daripada yang pernah ia bayangkan.

Renata menggigit bibir bawahnya, berusaha keras menahan air mata yang hampir tumpah. Pandangannya tetap terpaku pada Revano dan wanita itu, meskipun hatinya berteriak untuk berhenti melihat. Wanita itu tertawa kecil setelah mencium Revano, seolah-olah mereka sedang berbagi momen yang penuh kebahagiaan—momen yang dulu milik Renata.

Ratna menghela napas pelan, merasa tak berdaya di belakang Renata. Bagi Ratna, saat ini kata-kata saja tidak cukup untuk menghapus rasa sakit di hati Renata."Rena, kamu baik-baik saja? Tenang, ada saya di sini." Ratna akhirnya berbisik lembut, ingin mengingatkan Renata bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi ini.

Renata masih bergeming, menatap Revano dan selingkuhannya dengan mata yang berkaca-kaca. "Saya nggak boleh nangis. Saya harus kuat," katanya pada diri sendiri, mencoba menjelaskan kenapa ia tetap bertahan di tempat itu meskipun hati dan pikirannya ingin lari.

Ratna mengangguk pelan, memahami. "Kamu nggak harus menghadapi ini sendirian," sahutnya. Dia tak ragu menguatkan Renata dengan sentuhan tangan di bahu Renata, memberi tanda bahwa Ratna ada di sana untuknya, apa pun yang terjadi.

Saat Renata kembali memandang ke arah Revano, dia melihat wanita itu masuk ke dalam mobil usai Revano membukakannya. Revano tersenyum pada wanita itu, senyum yang dulu selalu menyenangkan hati Renata, tapi kini terlihat begitu asing. Melihat mereka bersama, merasakan pengkhianatan ini, Renata tak lagi bisa mengelak dari kenyataan yang menamparnya keras-keras.

Dengan cepat, Renata menoleh pada Ratna. "Ayo kita ikuti." Dia tidak bisa lagi melihat pemandangan itu. Tidak ada yang tersisa untuk disaksikan.

Ratna tak berkata apa-apa, hanya mengangguk dan membiarkan Renata menyalakan motor. Bu dokter mengencangkan genggaman pada stang motor, napasnya berat sementara matanya terus fokus pada mobil Revano di depan. Dalam benaknya, emosi berkecamuk—campuran antara kemarahan, sakit hati, dan pengkhianatan yang membuat dadanya terasa sesak. Di belakangnya, Ratna bisa merasakan ketegangan itu. Dengan lembut, dia mempererat pelukannya pada pinggang Renata, berusaha memberi rasa nyaman di tengah badai emosi yang sedang melanda.

“Rena, tolong… jangan terlalu terbawa emosi,” ucap Ratna dengan suara pelan namun penuh perhatian. “Saya tahu ini menyakitkan, tapi kamu harus tenang. Kita bisa menghadapi ini bersama, oke.”

Renata tak menjawab, hanya menganggukkan kepala dengan kaku. Suaranya tersangkut di tenggorokan, tetapi ada sedikit ketenangan yang menjalar di hatinya berkat sentuhan Ratna yang lembut di pundaknya. Ratna berusaha menenangkannya, meskipun hati terasa perih seperti dihancurkan perlahan-lahan.

JANDA MERESAHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang