Di suatu siang yang cerah, Ratna tengah berjalan menyusuri pasar tradisional di pusat desa. Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada seorang pria tua dengan ikat kepala khas Sunda sedang duduk di atas tikar lusuh yang digelar di pinggir jalan. Dia menjajakan berbagai macam jamu-jamuan, kantong berisi akar-akar yang kering, botol-botol dan kantong kecil serbuk herbal tersusun rapi. Ratna, yang kadang-kadang suka mengonsumsi jamu untuk menjaga kebugaran, mendekati sang kakek dengan penasaran.
"Wah, banyak juga obat-obatan herbalnya, Bah," sapa Ratna ramah.
Kakek itu menatap Ratna dengan sorot mata penuh kehangatan. "Mau beli, Neng?"
"Iya, Bah. Hoyong atuh," (mau dong) katanya, sembari berjongkok melihat-lihat jualannya si Abah.
"Yeuh, Neng. Ini teh semua racikan warisan leluhur. Abah mah sudah meracik herbal ini sejak muda, dan sebagian besar bahan-bahannya jarang ditemui lagi sekarang."
"Pengalaman juga Abah teh geuning."
"Nya atuh. Abang mah, dulu sering aprak-aprakan. Ke Kalimantan, ke Sulawesi, ke Jawa, Sumatra... Pokoknya mah Abah mempelajari obat-obatan tradisional di daerah-daerah. Kadang Abah juga mempelajari obat-obatan khas China. Abah kenal sama orang Chinanya langsung, Neng."
"Hebat atuh Abah teh," ucap Ratna memuji, yang hanya dibalas cengiran lebar, menampakkan gigi ompongnya Abah.
Ratna yang penasaran, memeriksa satu per satu kantong dan produk si Abah lainnya. Lalu matanya tertuju pada sebuah kantong kecil berisi serbuk berwarna kuning keemasan.
"Apa itu, Abah?"
"Oh, itu herbal langka, Neng. Namanya Serbuk Pelipur Lara. Kalau Neng minum, pasti tidur Neng akan nyenyak sekali, terlelap tanpa gangguan. Bahkan, kadang bisa membuat kita merasa melayang, seperti sedang di dunia lain. Sangat bagus untuk mereka yang sering susah tidur," jawabnya dengan suara pelan, seolah-olah membicarakan sesuatu yang sangat rahasia.
Ratna tertarik. Belakangan ini, ia sering tidur kemalaman karena berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya. Tidur yang berkualitas adalah sesuatu yang sangat ia dambakan. "Saya mau yang ini, Abah. Berapa harganya?" tanyanya tanpa ragu.
Seraya menghisap rokok, pria tua itu tersenyum tipis. "Tidak murah, Neng. Herbal ini teh sangat langka, dan butuh pengalaman bertahun-tahun untuk bisa meraciknya dengan benar."
"Berapa?"
"Dua ratus."
Ratna tercengang. "Hah? Tidak bisa dikurang, Bah? Diskon atuh," Ratna menawar.
"Tidak bisa ah Neng. Kan sudah Abah bilang, herbal itu manjur. Nanti kalau Neng konsumsi bisa bikin Neng terbang melayang, uhuy," ucapnya dengan senyuman penuh arti.
Ratna mengangguk mengerti. Ia paham bahwa sesuatu yang berharga memang tidak akan pernah murah. Setelah menyerahkan sejumlah uang yang diminta, si kakek memasukkan serbuk itu ke dalam kantong kecil dan memberikannya kepada Ratna.
Namun, sebelum Ratna pergi, dia kembali berbicara, suaranya lebih rendah dan agak terdengar misterius kali ini. "Neng, kalau Neng suka dengan herbal unik, Abah ada satu lagi yang mungkin menarik untuk Neng. Ini jauh lebih langka dan lebih sulit dicari."
Ratna yang sudah berdiri hendak pergi, berjongkok kembali. "Apa itu, Abah?"
Kakek itu mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan kental dari dalam sebuah kotak kayu. "Ini teh Elixir Pembangkit Gairah. Racikan ini bisa membuat siapa pun yang meminumnya merasa lebih berhasrat dan tidak tahan ingin melakukan hubungan seksual. Selain itu, efeknya juga bisa meningkatkan rasa cinta dan kasih sayang yang sangat kuat, membuat orang yang meminumnya jadi lebih mudah terbawa perasaan. Tapi ingat, ini hanya untuk situasi yang tepat, karena efeknya cukup kuat."
KAMU SEDANG MEMBACA
JANDA MERESAHKAN
RomanceKisah seorang janda muda primadona desa, incaran pemuda lajang sampai pria paruh baya. Dia mempunyai daya tarik dan pesona yang memikat tak ayal membuat setiap lelaki yang melihatnya terpana. Akan tetapi, tidak ada satupun yang tahu rahasia seorang...