Ratna sedang sibuk beberes rumah. Setiap sudut ruangan ia bersihkan dengan penuh semangat. Sembari mengepel lantai, ia bersenandung ria. Setelah malam yang begitu menyenangkan, senyum cerah tak pernah lepas dari wajahnya.
Jamilah, yang kebetulan lewat seraya membawa keranjang penuh cucian kotor, memperhatikan Ratna yang tampak sumringah. Ia mengernyitkan dahi, penasaran dengan perubahan suasana hati Ratna yang begitu drastis.
"Ratna, kamu lagi seneng ya?" tanya Jamilah, mencoba menebak alasan di balik keceriaan Ratna.
Ratna berhenti sesaat, menoleh ke arah Jamilah dengan senyum merekah. "Iya, Bi Jamilah. Mood aku lagi bagus aja," jawabnya ringan, sambil melanjutkan pekerjaan.
Jamilah mengangguk, meski masih merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar mood bagus. "Oh, begitu. Baguslah kalau kamu lagi senang. Pekerjaan jadi makin ringan kalau kamu semangat begini," katanya dengan nada setengah bercanda.
Ratna hanya tertawa kecil, lalu kembali bersiul sambil mengepel lantai. Ia tidak bisa berhenti memikirkan momen indah bersama Renata tadi malam. Tidur seranjang dengan Renata membuatnya merasa begitu dekat dan bahagia. Dalam hatinya, Ratna berharap momen-momen seperti itu akan sering terjadi.
Melihat Ratna yang begitu berseri-seri, Jamilah tiba-tiba nyeletuk, "Jangan-jangan lagi kasmaran kamu, ya?"
"Emang."
"Siapa tuh lelaki yang beruntung?"
"Ada deh."
"Bagus lah Ratna. Cepat menikah lagi, biar tidak jadi fitnah dan bahan omongan orang-orang," ucap Jamilah seraya berjalan menuju kamar mandi yang bersebelahan dengan mesin cuci. Sejenak Ratna terdiam mencerna perkataan Jamilah, lalu mengedikkan bahu tak peduli.
Ratna jadi mesem-mesem sendiri, tatkala ia teringat sesuatu yang membuat jantungnya bertalu-talu dan pipinya bersemu. Menutup mulut, menahan senyum. Ratna benar-benar malu.
Sekitar pukul tiga dini hari, Ratna terpaku memandangi buah dada Renata. Ia penasaran ingin lihat isinya. Saking isengnya, ia dengan hati-hati melepas satu persatu kancing itu. Dengan jantung berdebar, Ratna mengintip sesuatu dibalik piyama Renata.
Wanita itu rupanya tidak memakai BH, dan Ratna langsung menelan ludah ketika ia melihatnya. Walau pencahayaan minim di kamar tersebut, tapi Ratna masih dapat melihat dua gunung kembar milik Renata. Ingin rasanya Ratna menyentuh, meremas, bahkan mengulumnya. Akan tetapi, Ratna masih punya rasa malu dan tahu diri, jadi cukup dipandangi saja.
"Kencang, berisi, dan ... Pink, hehe, " kata Ratna, terkekeh. Wajahnya memanas, hatinya bergemuruh.
Namun, dikarenakan rasa penasaran yang tak bisa ditahan, tangan gatalnya perlahan menyentuh benda kenyal itu. Niat hati mengelus sebentar, malah keterusan. Mulai dari dada, perut, lalu balik lagi ke atas. Sadar ia telah berlaku kurang ajar, Ratna mulai merutuki perbuatannya.
Mendesah pelan, Ratna mendadak malu sendiri. "Huh, dasar tak tahu diri kamu Ratna," kata hatinya berbicara.
Cukup lama ia memandangi payudara Renata. Matanya mulai berat, sesekali Ratna menguap tanda kantuk melanda. Sambil berbaring miring dengan tangan yang menopang kepalanya, Ratna malah ketiduran, sehingga ia lupa mengancingkan kembali piyama Renata.
Ratna kemudian memandang datar foto Revano dan Renata yang terpajang di dinding ruang tamu. Dengan ujung pel, ia menunjuk-nunjuk wajah Revano dalam foto itu, berbisik pelan, "Semoga kamu jangan pulang-pulang, deh."
Tin!
Ratna tersentak saat suara klakson kendaraan roda empat terdengar nyaring dari luar rumah. Mobil SUV hitam mengkilat itu, terparkir dengan rapi di pelataran setelah Jamilah membukakan pagar. Sejenak Ratna menengok ke luar. Berdecak kesal, ia tetiba melempar gagang pel itu ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANDA MERESAHKAN
RomanceKisah seorang janda muda primadona desa, incaran pemuda lajang sampai pria paruh baya. Dia mempunyai daya tarik dan pesona yang memikat tak ayal membuat setiap lelaki yang melihatnya terpana. Akan tetapi, tidak ada satupun yang tahu rahasia seorang...