Bab 21

3.8K 321 43
                                    

Jari-jari Ratna dengan lincah bergerak di sekitar kepala dan pelipis, membuat Renata perlahan-lahan mulai merasa tenang, hampir seperti akan tertidur.

Netra Renata masih terpaku memandangi Ratna. Wajah eloknya sangat dekat, begitu indah dan memanjakan mata, hingga Renata tak bisa mengalihkan pandangannya. Setiap detail wajah Ratna—dari lengkung halus alisnya, bulu matanya yang lentik, hingga senyuman tipis yang menghiasi bibir—semua itu membuat Renata terlena. Ia merasa seperti sedang terperangkap dalam pesona yang Ratna pancarkan.

Kesadaran tiba-tiba menghantamnya. Renata cepat-cepat mengalihkan pandangan, mencoba mengusir  perasaan aneh yang perlahan merayap ke dalam hatinya. Ia tidak boleh terlalu terbuai. Ini bukanlah sesuatu yang seharusnya ia rasakan, terutama terhadap seseorang seperti Ratna.

“R-Ratna ... terima kasih. Tapi, saya rasa saya akan tidur saja,” ujar Renata sambil bangun dari posisi berbaringnya, berusaha menghindari kontak mata dengan Ratna.

Ratna menghentikan pijatannya, sedikit terkejut dengan perubahan sikap Renata. Ia hanya tersenyum samar dan mengangguk. “Tentu, Rena. Semoga istirahatmu nyenyak,” katanya sambil bangkit dari sofa.

Renata hanya tersenyum tipis, lalu segera bergegas meninggalkan ruang keluarga menuju kamar. Saat berjalan menjauh, ia bisa merasakan hatinya  berdebar-debar tak karuan serta pipi yang memanas.

“Si Ratna cakep banget buset, hampir saja aku kepelet," ucapnya heran sembari menggeleng-gelengkan kepala.

***

Suara adzan isya berkumandang, Ratna sedang sibuk merawat wajahnya dengan skincare di kamar. Seketika ponselnya bergetar di sisi bantal. Ia meraih benda pipih tersebut. Ratna mengernyit, merasa heran dan agak kesal mengapa Rudi tiba-tiba menelepon malam-malam begini tanpa memberi tahu lebih dulu.

"Halo, Rudi?" jawab Ratna dengan nada setengah malas.

"Ratna, aku sudah di depan pagar rumah Bu Laila. Bisa keluar sebentar?" Suara Rudi terdengar ceria di seberang sana, membuat Ratna sedikit terkejut. Tanpa memikirkan lebih jauh, Rudi sudah tiba tanpa peringatan, dan itu membuatnya agak terganggu.

"Kamu kenapa nggak bilang-bilang dulu sih kalau mau nemuin aku?"

"Habisnya, kamu susah sekali kalau aku ajak ketemuan."

"Ya, kan aku sekarang kerja di rumah Bu Laila, jadi nggak bisa leluasa kemana-mana, Rudi," sahutnya sambil mendengus. "Baiklah, tunggu sebentar kalau begitu," lanjutnya sambil memaksakan senyum yang tak terlihat oleh Rudi.

Ratna berdiri, meraih kemeja flanel pink di lemari lantas mengenakannya. Tampilannya tampak modis ketika kemeja itu dipadupadankan dengan tanktop putih, hotpants serta rambut panjang yang tergerai indah. Ia segera pergi keluar dari kamar menuju ke depan rumah.

Rudi berdiri di sana dengan senyum lebar di wajah, memegang sekotak makanan dan buket bunga. Ratna memasang tampang datar, meski begitu ia berusaha menyembunyikan perasaan jengkelnya. Dengan sopan, ia membuka pagar dan mempersilakan Rudi masuk.

"Kamu datang mendadak sekali, Rudi. Kenapa nggak bilang dulu?" tanya Ratna mencoba terdengar biasa, walaupun ada nada ketus yang terselip di suaranya.

"Sengaja ingin memberikan kejutan," jawab Rudi sambil tertawa kecil. "Lagipula, aku, kan sudah lama nggak ke sini. Rindu sama kamu, Ratna."

Seraya tersenyum tipis, Ratna menerima bunga dan kotak coklat pemberian Rudi, berusaha untuk terlihat antusias dan senang atas hadiahnya."Terima kasih."

"Sama-sama. Kita ke rumah kamu yuk Ratna, nggak enak ngobrol di sini."

Ratna menyergah, "nggak bisa, Rudi. Aku nggak enak sama Bu Laila kalau lama-lama pulang ke rumah cuman buat ngobrol sama kamu. Takutnya nanti Bu Laila butuh sesuatu." Sebenarnya pekerjaan di rumah sudah kelar, ia cuman ogah saja berduaan dengan Rudi.

JANDA MERESAHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang