HI LEUTE!
FON'T FORGET TO SHARE MY STORY
HAPPY READING
Sahabat itu saling melengkapi, bukan menyerangi.
ACACYA
Reva mendorong tubuh cowok yang pernah mengejek Lakahuna. Kemarin mereka gadis itu tidak melabrak cowok itu karena si cowok tidak menampakkan batang hidungnya di sekolah.
Cowok yang tingginya jauh lebih tinggi daripada Reva menatap Reva dengan seringai. Dapat cowok itu lihat dua orang gadis menghampiri mereka.
Lakahuna menarik pelan lengan kiri Reva. "Udah Rev, dia cowok, kita cewek. Jangan buat masalah sama cowok Rev," bisiknya, tepat di telinga kiri Reva.
"Hi, lagi ngapain," tanya cowok itu kepada Lastri.
"Make up-an. Lo gak lihat kita ngapain kesini," seru Lastri sebal sekaligus menatap tidak suka kepada cowok itu.
"Ternyata garang juga lo. It's ok. Gue terima lo dengan kondisi lo sebenarnya."
Dengan emosi, Lastri mendorong kuat tubuh cowok itu sehingga terhuyung ke belakang. "Lo pikir gue mau? Najis tahu gak. Najis. Asal lo tahu lo itu bukan siapa-siapa gue," katanya penuh penekanan.
Saat tangan kanan si cowok melayang di udara. Lakahuna langsung cepat menarik Lastri agar tangan cowok itu tidak mengenai sahabatnya.
"Kasar juga lo. Gak punya ibu lo? Gak punya saudara cewek?" tanya Reva.
Lakahuna menarik satu tangan Lastri dan satu tangan Reva. Membawa sahabatnya ke dalam kelas. "Dia cowok Las, Rev. Jangan dilawan. Kalau soal adu otot sama tuh cowok kita kalah." Gadis itu menghela napasnya. "Jangan besar-besarkan masalah."
"Siapa yang besar-besarin masalah. Kita bela lo Laka. Seharusnya lo berterima kasih sama kita," ketus Lastri.
"Ok, maksud gue. Kita cewek, lawan kita cowok. Lo lihat dari tinggi aja kita kalah. Dari otot aja kita kalah. Dari tenaga juga kalah kita. Menurut gue kita jangan cari masalah lagi sama dia karena dia bakal terima aja kita mau marah. Kita kayak pengen punya relationship dengannya. Itu kayak benang merah supaya dia bisa tau siapa kita," jelas Lakahuna. "Sorry guys, gue peduli sama lo berdua makanya gue ngomong gini. Gue gak mau lo berdua kena tangan ringan dari dia. Gue gak mau fisik kalian lecet gara-gara dia. Gue senang lo berdua peduli sama gue."
Lakahuna memeluk kedua sahabatnya. Menepuk pelan kedua punggung yang berada di tangan kanan dan kirinya. "Gue sayang sama lo berdua. Gue mohon jangan diulangi lagi," ucapnya, pelan.
"Laka sorry. Kita berdua emosi sama dia. Kita berdua gak terima lo digituin. Kita juga sayang sama lo," kata Reva. "Iya kan Las?" tambahnya.
Lastri mengangguk.
Lakahuna melepaskan pelukannya. "Jangan sedih lagi. Lebih baik kita ngelakuin hal-hal yang bisa menghibur kita. Menonton horor mau. Nontonnya dari laptop. Gue punya koleksi film horor. Mau?"
"Mau," kata Lastri dan Reva serentak.
"AAAA," teriak Lastri saat hantu tiba-tiba muncul. Gadis itu menutup kedua matanya menggunakan telapak tangannya.
"Gila darahnya banyak yang keluar." Lakahuna menanggapi horor itu dengan menyenangkan.
"Bapa hantunya bisa gitu, ya?"
Lastri menabok muka Reva. "Lo jangan nanya sama Bapa."
꧁꧂
Dor! Dor! Dor!
"Kamu mati, cepat mati!"
"Heh? Lisannya Adek." Mulut Lakahuna terbuka sedikit. Ia kaget mendengar suara Stevan.
"Yah," ujar Stevan, lesu. "Kakak seharusnya pura-pura mati. Stevan mau jadi polisi yang kejar maling yang udah bangkotan." Anak kecil itu berjalan lesu ke arah sofa. "Kakak gak seru."
Lakahuna meletakkan gelas kaca di sebuah meja kecil. "Maaf, Kakak gak tau kalau Stevan maunya gitu." Tangan kanannya mengusap surai coklat tua milik Stevan. "Mau apa? Sebagai permintaan maaf Kakak."
"Mau dibuatin coklat susu."
"Let's go."
Lakahuna mengangkat tubuh mungil Stevan ke sebuah kursi. "Lihat Kakak. Supaya Adek tau cara buatnya. Biar bisa buat sendiri."
Stevan memperhatikan Kakaknya. Dimulai dari menyendokkan bubuk susu, menuangkan air panas, dan melarutkan bubuk susu menggunakan sendok.
"Stevan tau sekarang. Makasih Kak Laka." Ia menerima susu buatan Kakaknya. "Stevan mau nyedot."
"Ehh, gak boleh lagi nyedot. Kan udah gede. Cowok macho gak boleh ngedot lagi."
"Oh iya, Stevan kan udah gede. Stevan bukan anak kecil lagi."
Lakahuna mencubit pipi gembul dang adik. "Gemas bangat pipi kamu. Bagi sama Kakak dong," pinta Lakahuna.
"Stevan gak mau. Nanti daging Stevan dikoyak. Gak mau," ujarnya seraya menjauh perlahan dari Lakahuna.
"Just kidding."
"Ayo main tembak-tembak. Stevan punya tembak satu berarti Kakak yang jadi malingnya. Stevan polisinya."
"Jangan lari kamu. Dasar maling. Berhenti kamu." Stevan menodongkan senjatanya ke udara. Seakan-akan memberikan tembakan peringatan.
"Udah Kak. Stevan capek."
Anak itu menepi di sofa dan membaringkan tubuhnya.
Lakahuna merogoh saku celananya. Benda pipih miliknya bersuara. Panggilan video dari Lastri.
"Kenapa?"
"Gak kenapa, gue cuma pingin lihat lo," jawab Reva dari seberang.
"Eh ada si gede. Ngapain ngintip."
Wajah Stevan langsung masam. "Kak Laka, lihat temannya Kakak."
"Jangan Rev. Dia baru aja sedih tadi."
"Adik Stevan jangan sedih dong. Maafin, ya!"
"Gak mau."
"Trus Kakak harus apa dong?"
"Stevan mau dibelikan susu coklat."
"Sip deh. Udah, ya gue matiin."
Lakahuna memasukkan handphone-nya kembali ke tempat semula.
"Kak, Stevan mau didongengin dong!"
"Siap, Pak Polisi." Lakahuna menghormat ala Polisi wanita.
"Ikuti saya!" Suara Stevan berubah menjadi suara berat, tetapi masih terselip suara anak kecilnya.
"Bacakan!"
"Baik."
Lakahuna membaca setiap kata yang ada pada beberapa lembar kertas itu hingga akhirnya Stevan menutup matanya dan mengeluarkan suara dengkuran pelan.
"Mimpi indah Adeknya Kakak." Ia mengecup singkat kening putih milik Stevan dan menyelimuti tubuh mungil itu.
BAGAIMANA DENGAN BAGIAN INI?
JANGAN LUPA TEKAN BINTANG DAN TINGGALKAN JEJAK DI KOLOM KOMENTAR.
NANTIKAN BAGIAN SELANJUTNYA!
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴸᴬ᭄ 𝚔𝚊𝚑𝚞𝚗𝚊 (Ꭼᥒd)
Teen Fictionᴸᴬ᭄ 𝚔𝚊𝚑𝚞𝚗𝚊, 𝚐𝚊𝚍𝚒𝚜 𝚊𝚗𝚝𝚑𝚘𝚙𝚑𝚒𝚕𝚎. 𝚂𝚒 𝚎𝚖𝚙𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚋𝚊𝚗𝚢𝚊𝚔 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐-𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚝𝚎𝚛𝚍𝚎𝚔𝚊𝚝𝚗𝚢𝚊. 𝚃𝚊𝚔 𝚓𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊𝚒 𝚃𝚞𝚑𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚔 𝚓𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚞𝚐𝚊 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚎𝚗𝚌�...