Nana pulang ke rumahnya, hari masih teramat siang. Kalau biasanya Nana selalu pulang di atas jam lima sore, kali ini tidak. Mengapa? Dengan langkah lebar, Nana langsung mencari di mana keberadaan suaminya.
Rupanya Jeno tengah menikmati dessert buatan Hana di belakang rumah. Hana pun ada di sana, memotong sayuran bersama si tuan muda.
"Enak??" tanya Hana lembut.
Jeno langsung nyengir, kemudian mengangguk dengan menjilati sendok kayu di tangannya. "Enyak"
"Besok bibi buatkan lagi, mau??"
Perbincangan mereka mampu membuat Nana tersenyum tipis. Pemandangan yang sangat jarang ia temui, dan—mangapa Nana dengan mudahnya tersenyum saat ini? Bukankah ia sendiri membenci suaminya??
Jeno menyadari kehadiran sang isrti yang masih memakai baju formal dengan kancing kemeja putih Nana yang terbuka.
"Nana!!!" Jeno beranjak dari duduknya dan menghambur pada sang istri. Tentu saja Nana tidak bisa menghindar, tubuh bongsor Jeno memeluk dan mengguncang tubuh lelahnya begitu saja.
"Nana sudah pulang?? Beli kinder joy enggak?" Jeno menaruh dagunya di pundak Nana.
"Gada, selain kinder joy coba?"
"Euhhh,," Jeno melepas pelukannya dan meremat kedua pundak Nana. "Nana lelah ya??"
Nana tidak menjawab, malah mengulurkan tangannya pada mulut Jeno yang belepotan. Cukup lama hingga bibi Hana tersenyum melihatnya. Pemandangan yang begitu langka, kini telah tertangkap oleh kedua matanya.
Jeno merasakan usapan lembut tangan Nana sampai ia meneteskan air liur dari mulutnya.
"Dih! Malah Ngiler!!" Nana mengelap tangannya pada kaos Jeno.
"Hehehe" Jeno terkekeh, kemudian merasakan tubuh bongsornya di giring oleh Nana menuju ruang tengah.
Nana mendudukan Jeno di sofa, dengan cepat ia pun berbaring di pahanya.
"Nana lelah ya??" tanya Jeno lagi.
"Jangan banyak bicara, bisa diem enggak??"
"Galak amat Nana ish"
Paha Jeno begitu kekar, Nana bisa merasakan bertapa keras dan beruratnya organ tubuh yang saat ini ia singgahi. Tangan Jeno pun tidak diam saja, ia tampak memainkan rambut Nana. Mencabut uban yang ada di sana walau jumlahnya tidak banyak dan masih sangat jarang.
Terkadang, Nana merasa nyaman apabila ia di perlakukan seperti ini. Tetapi rasa kesal dan amarah Nana bisa datang kapan saja kalau Jeno sedang berulah.
Seperti di saat bunga tulip Nana di petik, atau Jeno mengotori kamar mandi dengan beraknya sendiri. Rasa ingin menyerah tentu saja selalu ada, tetapi mengingat kedua orang tua Jeno yang tidak memperdulikan anaknya—menjadikan alasan mengapa Nana mampu bertahan.
"Ih,, Nana cantik kalo bobok gini" Jeno mengecup pipi Nana, sebelum ia tersenyum lebar hingga kedua matanya tertutup sempurna. "Kalau marah-marah seperti kuyang birahi"
"Cukup Jeno! Aku capek! Bisa diem enggak??"
"Iya Nana, maaf maaf hehe"
✨✨
Hingga hari pernikahan Renjun dan Guanlin tiba, Nana masih memikirkan perkataan Haechan. Apakah ia akan membawa suaminya yang menderita gangguan mental tersebut?? Jawabannya, YA ! Bahkan Nana sudah menyiapkan baju untuk Jeno.
"Jeno, dipakai ya bajunya??"
"Enggak mau Na, Jeno nggak suka baju yang nggak ada gambarnya. Mau yang ada kartunnya" Jeno merengut, ia menggeleng dan hendak berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Husband || NOMIN
RomanceMy Idiot Husband Jeno : Dom Jaemin : Sub Nomin Fanfiction Writer : Papi