The queen's antics

251 19 4
                                    

Di tengah halaman istana yang sibuk, pelayan-pelayan bergerak cepat, membawa barang-barang dan perlengkapan untuk persiapan keberangkatan Sai. Jalan setapak berbatu kini tertutup dengan daun-daun musim gugur berwarna merah dan emas, menghasilkan suara lembut di bawah langkah-langkah mereka. Gerbang kayu yang besar dan megah, dihiasi dengan ukiran makhluk mitologi, terbuka lebar, menunjukkan jalan panjang menuju medan perang yang sedang panas.

Naruto berdiri di samping gerbang, mata yang biasanya cerah kini menunjukkan kekhawatiran. Kimono cerah diganti dengan kimono ungu muda yang lembut, dengan sulaman halus yang menambah kesan anggun. Meskipun tampak tenang dan elegan, perasaan gelisah jelas terlihat. Langkah mondar-mandir menggambarkan kecemasan yang mendalam.

Dari jauh, Sai muncul dengan langkah tegas menuju Naruto. Seragam jenderalnya yang biru tua dan perak bersinar di bawah sinar matahari, dengan detail naga yang menyala di bahu dan dadanya, membuat penampilan Sai terlihat megah dan kuat. Saat Sai mendekati Naruto, senyuman Sai melembut supaya bisa mengurangi kekhawatiran yang tampak di wajah Naruto.

Naruto menatap Sai dengan penuh kecemasan. "Sai, hati-hati di luar sana. Aku khawatir kalau sesuatu terjadi padamu," ucap Naruto dengan suara bergetar. Kegugupan Naruto terlihat jelas di wajahnya, dan rasa khawatir membuat wajahnya tampak pucat.

Sai tertawa kecil dengan nada lembut dan tulus. Suara tawa Sai terasa hangat, berusaha meringankan ketegangan Naruto. "Jangan khawatir, Yang Mulia. Saya orang yang tangguh. Saya akan kembali tanpa cedera," kata Sai dengan penuh keyakinan. Senyuman di wajah Sai tampak meyakinkan, mencoba menenangkan kecemasan yang jelas di mata Naruto.

Wajah Naruto sedikit memerah, perasaan malu dan frustrasi bercampur jadi satu. "Apakah kau menertawakanku? Aku serius!" katanya dengan nada yang sedikit marah.

Sai mengangkat alisnya, terkejut dengan reaksi Naruto yang tak terduga. "Tidak, Saya tidak menertawakan Anda. Hanya mencoba menenangkan," jawabnya dengan sabar.

Naruto mendengus, menyilangkan tangan di depan dada dengan penuh tantangan. "Yah, sepertinya kau tidak menganggapku serius," katanya dengan nada tegas.

Sai mengeluarkan sebuah gelang kecil yang dibuat dengan sangat rumit dari sakunya. "Ini, ambillah. Ini adalah janji bahwa Saya akan kembali dengan selamat," katanya sambil menyerahkan gelang itu kepada Naruto.

Naruto menerima gelang itu dengan senyuman penuh rasa syukur, meskipun dia tetap tidak menyadari perasaan terdalam Sai. "Terima kasih, Sai. Kau yang terbaik," katanya dengan tulus.

Saat Sai menaiki kudanya dan bersiap untuk pergi, Sasuke yang mengamati dari balkon terdekat mempersempit matanya. Pakaian resminya—kimono hitam dan emas dengan kerah tinggi dan pola rumit—berkontras tajam dengan interaksi santai di bawah. Tatapannya tajam dan penuh perhatian, menunjukkan bahwa dia mengamati setiap detail pertukaran itu dengan seksama.

.
.
.

Setelah Sai pergi, istana terasa sangat sepi. Lorong-lorong yang biasanya ribut kini sangat tenang, dan setiap langkah Naruto terdengar jelas. Naruto merasa kesepian dan tidak ada teman untuk diajak keluar dari istana. Energi gelisah Naruto mulai muncul dengan cara yang semakin konyol.

Di ruang makan besar, dengan meja-meja dihiasi peralatan makan emas dan bunga-bunga yang berkilau, Naruto berkeliaran seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk dapur. Kimono hijau sederhana yang dipakainya tampak mengundang masalah. Gerak-geriknya sangat berbeda dari sikap anggun yang diharapkan dari seorang ratu.

Naruto menganggap dapur sebagai tempat bermain. Ia mulai menjelajahi rak-rak yang penuh dengan makanan dan akhirnya menemukan sebotol sake. Setelah beberapa usaha canggung, Naruto berhasil membuka botol itu dengan ekspresi puas. Kekacauan terjadi ketika sake tumpah di lantai dan meja dapur, menandakan betapa "berhasil"nya misi tersebut.

The New QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang