The Queen's Acceptance

175 20 0
                                    

Keesokan paginya, Naruto terbangun dalam pelukan Sasuke. Mereka masih telanjang di balik selimut. Sinar matahari pagi menembus tirai shoji, membentuk pola-pola halus di lantai kamar Sasuke. Naruto memandang wajah sang kaisar yang masih tertidur.  Wajah Sasuke terlihat damai dan rileks, sangat berbeda dengan sikap Sasuke  yang kejam, dingin dan tidak punya perasaan. Tangan Naruto bergerak perlahan untuk menyentuh ujung hidung Sasuke. 

Naruto mengingat kembali kejadian tadi malam. Naruto tidak percaya kalau dia bisa mengeluarkan desahan keras yang keluar dari bibirnya. Naruto sekarang mengerti kenapa wanita sulit untuk tidak mendesah keras ketika sedang berhubungan intim. Apalagi ketika tubuh wanita merasakan sakit sekaligus nikmat dalam waktu bersamaan.

"Kurasa aku sekarang resmi menjadi pria gay dalam tubuh wanita," gumam pasrah Naruto pada dirinya sendiri.

Sentuhan kecil Naruto di ujung hidung Sasuke membuat mata Sasuke membuka secara perlahan. Sasuke menatap Naruto dengan senyum lembut dan hangat

"Selamat pagi, Ratuku" kata Sasuke

Jantung Naruto berdebar kencang saat dia melihat senyum lembut Sasuke, sebuah senyum yang tampaknya memancarkan kehangatan dan ketenangan. 

"Selamat pagi, Sasuke," jawab Naruto dengan suara yang hampir seperti bisikan, penuh dengan rasa malu dan kekaguman. Pipi Naruto memerah karena Sasuke terlihat mempesona.

Senyum di wajah Sasuke perlahan memudar, "Ada apa? Kau tampaknya sedang memikirkan sesuatu," tanya Sasuke, matanya menunjukkan keprihatinan yang mendalam.

Naruto menghela napas panjang, mencoba merangkai kata-kata untuk menjelaskan apa yang mengganggunya. 

"Hmmm... aku hanya berpikir, kenapa aku berakhir seperti ini. Aku seharusnya kesal, tapi nyatanya aku tidak merasa marah sama sekali. Sasuke, kau tidak mempunyai ilmu sihir, kan?" tanya Naruto dengan nada yang penuh rasa ingin tahu dan kebingungan.

Sasuke mengerutkan kening, menunjukkan rasa penasaran yang sama. 

"Sihir? Itu dilarang keras di negaraku," jawab Sasuke dengan tegas, memastikan bahwa tidak ada kekuatan gaib yang terlibat dalam situasi mereka.

"Benar... hah... entahlah," kata Naruto dengan menghela napas lelah, tampak semakin bingung. 

Sasuke beranggapan bahwa Naruto benar-benar terbebani dengan jabatan barunya sebagai empress. Dengan lembut, Sasuke mengecup bibir Naruto dengan kecupan yang penuh kasih sayang. 

"Kau akan baik-baik saja. Aku jamin itu," kata Sasuke dengan nada yang menenangkan, suara dan tatapannya penuh dengan kepastian dan dukungan.

Naruto menatap Sasuke dengan mata yang masih dipenuhi kebingungan, tetapi perlahan-lahan merasa ada rasa tenang yang mulai meresap.

"Hmmm..." gumam Naruto sambil kembali tidur. Naruto merasakan kehangatan Sasuke yang membuatnya merasa sedikit lebih lega, meskipun masalah yang dia hadapi masih terasa rumit dan tidak terselesaikan.

Sasuke menatap sejenak wajah Naruto sebelum dia ikutan tidur sambil tetap memeluk Naruto. 

.
.
.

Pada hari itu, Sasuke mengadakan pertemuan formal di ruang singgasana, sebuah aula besar yang dipenuhi dengan kemewahan. Permadani rumit dan aksen emas menghiasi ruangan, menciptakan suasana megah dan khidmat. Para pejabat istana berkumpul sekali lagi untuk menyaksikan upacara penting, yaitu peresmian jabatan sang ratu, Naruto, sebagai Empress Sasuke.

Naruto, yang mengenakan kimono sutra ungu tua yang anggun namun sedikit kebesaran, berdiri di samping Sasuke di singgasana. Kimono tersebut disulam dengan gambar naga emas yang menambah kesan kemewahan namun juga memberi kesan sedikit canggung karena ukurannya yang agak longgar. Wajah Naruto terlihat gugup, seolah-olah dia sedang menunggu hasil ujian penting seperti saat ujian masuk universitas dulu. Tangannya yang memegang kain Kimono tampak sedikit gemetar dan napasnya terasa pendek.

The New QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang