Chapter 11

379 58 7
                                    

18+
B:biasa
B:penekanan
B:bahasa asing

Welcome

Happy reading

"Hidupmu itu enak!"

"Dia datang dalam keadaan luka lagi? Cih, sampah masyarakat ga berguna yang cuma tau kelahi doang."

"(M/n), hidupmu itu enak! Kau minta apa-apa dikasih, sedangkan aku? Kemarin aku minta beliin sepatu aja ga dibolehin!"

"Seharusnya kau lebih beryukur hidup di keluarga kaya!"

"Hidupmu enak banget ya, dapat hak istimewa, muka good looking. Terus kenapa kau mau mati? Ga bersyukur banget!"

"Konyol!"

"Duh bro, kalau lu dateng ke kontes orang paling ga bersyukur kayanya lu bakalan menang. Hidup udah enak gini, malah ngelakuin upaya bunuh diri."

"Kamu setiap hari datang ke sekolah dengan senyuman, mereka jadi salah paham dan mengira kalau hidupmu enak."

"Mati saja sana."

"Kau tak berguna! Balik ke negaramu saja sana!! Setiap hari kerjaan cuma kelahi aja."

Enak ya? Hidup (M/n) enak ya? Memiliki hak istimewa, lahir di keluarga kaya, memiliki wajah yang cakep juga. Apa yang salah? Kalian tak tahu kebenarannya, jadi jangan sok tahu.

(M/n) suka dibilang sampah masyarakat karena hanya tahu kelahi, sedangkan yang bilang saja tidak tahu kalau itu adalah luka kekerasan dari orang tuanya sendiri. (M/n) tak pernah menanggapi karena dia tahu, buang-buang waktu saja menanggapi orang seperti itu.

Namun.. terkadang ucapan mereka yang menyakiti hatinya lumayan membebani isi pikirannya. Ia jadi sangat benci dengan papanya, sangat benci. Awalnya ia tak ingin menyalahkan siapa-siapa, tapi semakin lama luka yang diberikan oleh papanya membuat semua orang salah paham kalau ia kelahi lagi.

Padahal ia kadang kelahi hanya untuk membela yang benar, bukan asal ikut kelahi saja. Ayolah, dia orang yang cerdas dan bijaksana loh, walaupun awalnya harus kena bogem dulu baru di nasihatin.

Ada orang yang sangat (M/n) cintai, seorang pria yang peduli dengannya dan selalu menganggapnya seperti anak sendiri.

Orang yang paham, bahwa (M/n) hanyalah seorang anak kecil yang bisa menangis kapan saja. Orang yang sadar kalau selama ini luka yang ada di wajah (M/n) penyebabnya adalah orang tuanya sendiri. Orang yang selalu peduli dengannya. Orang yang selalu berusaha menghentikan dirinya dalam melakukan upaya bunuh diri. Orang yang tahu, kalau semuanya palsu, bahkan ia juga membohongi diri sendiri.

Hanya ada dua orang, dan yang satunya lagi sudah tiada.

Mereka bilang (M/n) konyol karena selalu bercanda tentang bunuh diri, tapi.. apa kalian pernah mendengar kata bercanda dari mulut (M/n)?

...

"Sudahlah (M/n), tidak usah sekolah. Kamu lagi sakit begini malah sekolah."ucap Umemiya saat melihat (M/n) sedang mengenakan seragamnya.

"Selama aku masih bisa berdiri, aku akan tetap pergi."ucap (M/n) masih keras kepala.

Umemiya menghela napas pasrah. "Baiklah, tapi.. kamu harus terus bersamaku."

"Aku mau sendiri saja!!"

"Tidak menerima penolakan (M/n)."

(M/n) berdecak kesal. Ia sangat tahu tipikal Umemiya, jika sudah seperti ini artinya dia tidak mau dibantah. Tapi.. bukan (M/n) namanya jika tidak membantah.

Hehe.. contohnya sekarang. (M/n) malah kabur ke kelasnya, tapi untung saja Umemiya membiarkan, selama masih di sekitar Furin akan ia biarkan.

Teman-teman kelasnya lumayan kebingungan saat (M/n) kembali dari Shishitoren dengan wajah mulus tak ada luka sedikit pun, padahal yang terluka kakinya, tapi tak (M/n) beritahu. Menurutnya kenapa harus dikasih tahu.

His Destiny (windbreaker x male reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang