Chapter 28

393 58 40
                                    

B:biasa
B:penekanan
B:bahasa asing/dll

Welcome

Happy reading

Seorang balita nampak gemetaran karena habis ditampar oleh ayahnya sendiri. Bukannya merasa kasihan karena anaknya menangis, pria itu malah mengeluarkan sebuah belati lalu ia berikan pada putranya.

Pria dengan surai hitam jelaga itu menyeringai. Ia menyuruh anaknya berbalik, jari telunjuknya menunjuk seseorang yang sedang terkapar lemah tak berdaya dihadapannya. Lalu pria itu berbisik. "(M/n). Bunuh dia."

"Tuan Keandra! Maafkan saya!! Tolong, jangan bunuh saya! Tuan muda, saya mohon berikan saya satu kesempatan lagi!"orang itu memohon pada (M/n) sembari bersujud dihadapannya.

Tangan (M/n) yang sedang memegang belati bergetar. Hati nuraninya memohon agar dirinya tak membunuh orang dihadapannya. Namun, logikanya malah berkata untuk membunuh orang dihadapannya demi bertahan hidup.

Keandra mengkode pada dua bawahannya untuk menahan tubuh orang itu agar mau mendongak. Netra merah pria itu melirik leher yang nampak menggoda untuk ditusuk. Ia menunjuk leher orang itu, lalu kembali berbisik pada (M/n). "Tusuk lehernya."

Sebagai seorang anak kecil, apalagi masih balita. Tentu saja logikanya saat ini sedang berdebat dengan nuraninya. Wajah anak itu menunjukan raut wajah ketakutan serta kasihan pada orang dihadapannya yang terus memohon agar ia tak membunuhnya.

Karena kesal dengan (M/n) yang terlalu lama, Keandra mencengkram pergelangan tangan (M/n). Lalu ia mengarahkan tangan putranya tinggi-tinggi, tanpa menunggu waktu lama leher orang itu langsung tertusuk oleh belati yang dipegang (M/n).

Darah muncrat ke mana-mana mengotori tangan serta wajah (M/n). Darah yang keluar dari leher orang itu bagaikan air yang mengalir keluar.

"Penghianat pantas mati."ujar Keandra dengan intonasi datar.

Napasnya jadi tak normal, hatinya sungguh sakit melihat orang yang sudah walau ia bunuh. Walaupun dia adalah seorang penghianat, tapi (M/n) masih terlalu kecil untuk menjadi kejam.

Keandra mengambil sebuah kaca, lalu meletakannya dihadapan (M/n) yang tubuhnya sudah dikotori oleh banyak darah.

"Lihat, pembunuhan pertama mu. Tetap jadilah orang yang tak mengenal belas kasihan."

Ah, iya.. ini adalah kali pertamanya (M/n) melakukan pembunuhan pertama. Yang paling muda berjanji, berjanji agar tak melakukan tindakan pembunuhan lagi.

Tiba-tiba ia merasa ada sebuah tangan yang memegang bahunya. Saat ia melirik kebawah, benar saja. Tangan itu warnanya hitam semua, lalu secara perlahan tangan itu turun kebawah dan menariknya ke dalam dekapan sosok itu. Sosok yang warnanya hitam semua, terkecuali matanya yang menyala berwarna merah darah.

Sentuhannya meninggalkan sebuah noda darah dipakaian (M/n). Ia.. tak tahu apa yang terjadi.

"Tuan muda.. tolong.."sosok itu terus berbicara dengan suara yang menyedihkan. Terkadang sosok itu menangis dan menyalahkan dirinya atas kematian sang ibu.

"Ini semua salahmu tuan muda!! Coba saja anda tidak lahir saat itu juga! Pasti nyonya Argantara akan hidup!"

"Tuan muda! Anda harus menembus kesalahan anda."

Seolah semua orang tak melihat dan mendengar apa yang sosok itu katakan, ada beberapa bawahan Keandra yang menatap bocah mungil itu dengan tatapan miris. Netra biru lautnya hanya menampakkan kekosongan tanpa batas.

"B-bagaimana.."tanya (M/n) dengan suara yang lirih, bahkan hampir tak terdengar.

"Bunuh dirimu sendiri."

His Destiny (windbreaker x male reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang