Persaingan Dimulai

514 28 2
                                    

Jaehyuk tak mengerti. Dan meski diberi waktu 10 tahun lagi untuk berpikir pun ia tetap tidak akan mengerti dengan apa yang terjadi pada semua anggota keluarganya. Bisa - bisanya, tak ada satu pun di antara mereka yang datang saat sosok Park Jinhwan, sang nyonya besar keluarga Park telah mengakhiri perjuangannya melawan kerasnya sakit yang hampir setahun ke belakang telah menggerogoti tubuhnya.

Jaehyuk mencoba untuk paham, meskipun pada akhirnya ia tetap tak paham. Mengapa Ayah dan dua adiknya yang telah 20 tahun lebih menjadi satu-satunya yang hidup dan mengenal sosok Park Jinhwan bahkan hati nuraninya tak bergerak sedikit pun untuk sekedar mengantar atau membuat upacara pemakaman sebagai penghormatan terakhir pada sang nyonya besar keluarga Park.

Jaehyuk tak menyangka, bahwa selama ini ia telah hidup diantara orang-orang berhati batu yang hanya memikirkan diri sendiri dan seberapa banyak harta yang mereka miliki. Orang-orang yang selalu mengatakan tak memiliki waktu untuk sekedar menjenguk sang Eomma kala wanita paruh baya itu tengah terbaring sakit.

Dan sekarang, saat sang Eomma telah tiada, alih-alih menyebarkan informasi dan membuat upacara pemakaman yang layak, Sang Ayah justru lebih memilih untuk menganggap yang terjadi hari ini adalah bias belaka.

"Sudah benar, akan lebih baik kau kembali pada tuhan dibandingkan kau harus hidup diantara orang-orang tak berhati. Selamat jalan Eomma, semoga kau tenang." lirih Jaehyuk sembari mengepalkan kedua tangannya. Marah, sedih, dan kecewa. Semua bercampur aduk menjadi satu di dadanya.

Di sini, di ruang penyimpanan abu jenazah rumah sakit Yonsen, hanya ada dirinya yang berdiri dengan setangkai bunga lili putih. Bunga favorit seorang Park Jinhwan. Dengan perlahan, Jaehyuk meletakkan bunga itu di depan guci abu sang Eomma. Jaehyuk memejamkan matanya sejenak. Ada sebersit harapan bahwa sang Ayah dan kedua adiknya akan menyusulnya kemari setelah semalam ia memberi kabar dimana sang Eomma akan di semayamkan.

Ya, Setidaknya untuk hari ini, mereka akan sedikit menggunakan akal dan hati nurani mereka untuk mau datang.

Tapi, sampai Jaehyuk menyelesaikan kalimat terakhir do'anya. Tak ada siapa pun yang berdiri di sampingnya. Membuat sang putri pertama keluarga Park itu menghela nafas pasrah. Mencoba menguatkan diri untuk mulai berbalik pergi sampai.

Deg /

"Park Jeongwoo ..." lirihnya begitu melihat sang adik bungsu berdiri tepat 1 meter di hadapannya. Mengenakan setelan jas hitam dan membawa setangkai bunga lili berwarna putih di tangan kanan. Berjalan tanpa ekspresi mendekat ke arah Jaehyuk.

Dan saat tubuh tegap sang adik berada tepat di hadapan Jaehyuk. Tubuh Jaehyuk meluruh. Jaehyuk tak lagi mampu menahannya.Tangis Jaehyuk pecah bersamaan dengan tangan Jeongwoo yang merengkuh tubuhnya.

"Eomma pergi Jeongwoo-ya. Eomma pergi....."bisik Jaehyuk di tengah isak tangisnya yang begitu pilu.

Jeongwoo ? Ia tak berbicara apa pun. Namja itu hanya terus mendekap tubuh sang kakak tanpa mengucapkan kalimat penghiburan apa pun. Dan Jaehyuk, ia tak peduli. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah sandaran. Dan datangnya sang adik bungsu lebih dari sekedar cukup untuk mengobati rasa sedih sekaligus kecewa yang mendera lubuk hatinya.

*******

Kediaman Utama Keluarga Park, Seoul

Tap

Tap

Tap

"Anda telah ditunggu oleh tuan Park dan juga tuan muda Hyunjin, Jaehyuk-nim..." ucap sekretaris sang Ayah, Kim Yerim.

"Dimana Jeongwoo ?" Tanya Jaehyuk pada sang sekretaris yang kini terlihat elok dengan gaun makan malamnya. Jaehyuk bisa menebak itu pasti pemberian sang Ayah yang memang telah beberapa tahun terakhir menjalin hubungan gelap dengan sang sekretaris.

LITTLE SECRET || JEONGJAE GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang