7

128 10 3
                                    

Setelah Hyunmin memeriksakan dirinya di rumah sakit dan mendapatkan diagnosis dari dokter, ternyata sakit di dadanya tidak bisa diabaikan lagi. Dokter menemukan bahwa Hyunmin mengalami masalah serius pada jantungnya yang memerlukan perawatan medis mendalam. Dia diberitahu bahwa dia perlu menjalani serangkaian tes lebih lanjut dan mungkin akan memerlukan prosedur operasi untuk memperbaiki kondisi jantungnya. Hyunmin langsung bergegas pulang mengingat jam sudah menunjukan jam 16.30 dimana ini sudah melewati waktu sekolah untuk menghindari kecurigaan saudara nya.

Saat sampai dirumah, sepi yang menyambutnya. " Mungkin mereka sedang ada urusan" Pikirnya abai karena terlalu lelah dan masih terkejut dengan hasil pemeriksaan nya tadi. Dia berjalan gontai menuju kamarnya dan mengisi saya HP nya yang sudah lowbat dari saat dia sampai dirumah sakit.

Saat menghidupkan HP nya serangan notif langsung masuk. Hyunmin membaca beberapa pesan yang masuk dn menjadi panik saat melihat berapa banyak telfon masuk dari ke tiga saudaranya.

"Dohyun kecelakaan" Satu kalimat yang berhasil membuatnya lemas seketika. Langsung berlari menuju kerumah sakit tempat Dohyun dilarikan.

Hyunmin tiba di rumah sakit dengan napas terengah-engah, hatinya berdegup kencang karena kekhawatiran terhadap Dohyun. Begitu dia memasuki ruang tunggu, dia melihat Hyunbin dan Hyunseok sedang duduk bersama, wajah mereka penuh dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan kemarahan. Sebelum Hyunmin bisa mengucapkan sepatah kata pun, Hyunbin melepaskan amarahnya.

"Hyunmin, di mana saja kau tadi? Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau tidak menjaga Dohyun dengan baik?" Hyunbin berseru dengan suara yang terdengar putus asa.

Hyunmin merasa seperti semua udara telah terhisap dari paru-parunya. "Maafkan aku, kak. Aku... aku baru saja... ada urusan ," ujarnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Hyunseok yang biasanya lebih tenang, ikut angkat bicara dengan nada yang tajam, "Urusan? Apa yang bisa lebih penting daripada saudarmu yang terluka seperti ini?"

Hyunmin menundukkan kepala, merasa bersalah dan tidak bisa menjelaskan dengan baik apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dia merasa semakin terpojok oleh tatapan dan kata-kata saudara-saudaranya yang kecewa.

Hyunmin merasa gemetar, tidak hanya karena kekhawatiran akan kondisi Dohyun yang belum diketahui, tetapi juga karena rasa bersalah yang menghimpit dadanya. Dia berdiri di hadapan Hyunbin dan Hyunseok, yang menatapnya dengan campuran antara kekecewaan dan perhatian yang mendalam. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka terasa menusuk hatinya yang sudah rapuh.

Namun, ketika Hyunmin merenung sejenak, matanya menangkap gerakan di lorong rumah sakit. Dohyun, dengan wajah yang tampak lega, berjalan perlahan keluar dari ruangan perawatan darurat. Kakinya sedikit terluka, tetapi itu tidak terlalu serius. Melihat itu, Hyunmin merasa segera lega, meskipun masih merasa bersalah atas ketidaknyamanan yang telah dia timbulkan pada saudara-saudaranya.

"Dohyun, maafkan aku," ucap Hyunmin dengan suara gemetar ketika dia mendekati Dohyun.

Dohyun tersenyum lembut, "aku tidak apa-apa. Aku hanya sedikit lecet di kaki. Yang penting, kau baik-baik saja, bukan?"

Hyunmin mengangguk, tidak mampu mengucapkan kata-kata lebih lanjut karena rasa lega dan haru yang meluap-luap dalam dirinya. Dia memeluk Dohyun dengan penuh rasa syukur, merasa ringan seperti beban besar telah terangkat dari bahunya.

●○●○●○●○

Setelah memastikan bahwa Dohyun baik-baik saja dan telah menjalani pemeriksaan medis ringan, Hyunmin dan saudara-saudaranya memutuskan untuk pulang ke rumah. Suasana di dalam mobil terasa tegang di awal perjalanan pulang. Hyunbin, yang masih menyimpan sedikit kekesalan, memilih untuk tetap diam, sementara Hyunseok fokus mengemudikan mobil dengan ketenangan yang khas.

Di bangku belakang, Hyunmin duduk di samping Dohyun yang masih terlihat lega meskipun sedikit kesakitan dari luka ringannya. Mereka berdua terdiam, masing-masing merenungkan apa yang baru saja terjadi. Hyunmin masih merasa sangat bersalah atas kejadian tadi dan berusaha mencari kata-kata untuk memulai percakapan.

"Dohyun, aku benar-benar minta maaf atas kejadian tadi," ucap Hyunmin dengan suara yang penuh penyesalan.

Dohyun tersenyum lembut, mencoba meredakan perasaan bersalah Hyunmin, "aku baik-baik saja. Aku yang seharusnya khawatir tentangmu. Kamu kemana saja tadi? Kata guru kamu ijin pulang dulu"

Mendengar itu hyunmin gelagapan, ujung matanya melihat kearah ke dua kakaknya didepan "itu.. Tadi .. " "Kamu bolos? Kamu itu kenapa sih hyunmin. Sudah kamu tidak menjaga dohyun dan sekarang kamu bolos sekolah? Kamu maunya apasih? " Belum selesai kalimat hyunmin tiba-tiba terpotong kalimat bernada tinggi dari hyunbin kakaknya.

Hyunmin merasa dadanya seperti dipenuhi batu saat mendengar pertanyaan tajam Hyunbin. Dia mengangkat kepalanya perlahan, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasinya.

"Maafkan aku, kak. Aku sebenarnya tidak bermaksud untuk membolos," ucap Hyunmin dengan suara gemetar, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang semakin sulit.

Hyunbin menatapnya dengan tajam, menunggu penjelasan lebih lanjut dari adiknya yang tampak terpojok. Hyunseok, meskipun lebih tenang, juga menunjukkan ekspresi kekecewaan yang jelas di wajahnya.

Hyunmin menelan ludah, berusaha memutar otak untuk menemukan alasan yang masuk akal. "Aku... aku bolos karena ada tugas sekolah yang mendesak. Aku harus membeli beberapa barang yang diperlukan untuk presentasi besok," ujarnya dengan berat hati, mencoba meneteskan setitik kebohongan lagi.

Hyunseok mengangguk, meskipun ekspresinya masih menunjukkan keraguan. "Kamu seharusnya memberitahu kami sejak awal, Hyunmin. Ini bukan cara yang baik untuk menangani situasi seperti ini."

Hyunbin masih terlihat tidak puas, tetapi dia memilih untuk mengendalikan emosinya. "Baiklah, untuk kali ini kita akan bicarakan lebih lanjut nanti di rumah. Yang penting sekarang, Dohyun sudah baik-baik saja."

Hyunmin merasa seperti sebuah batu besar terangkat dari dadanya, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan penyesalan dan kecemasan. Dia tahu bahwa kebohongannya tidak akan bisa berjalan lama, tetapi saat ini dia merasa lega karena situasi dengan Dohyun telah teratasi.

Perjalanan pulang terasa begitu hening, dengan suasana tegang yang masih terasa di udara. Hyunmin duduk di bangku belakang bersama Dohyun yang terlihat lega meskipun sedikit kesakitan dari kecelakaannya. Pandangannya terus beralih antara Dohyun dan saudara-saudaranya yang duduk di depan, merasa semakin terjepit dalam lingkaran kebohongan yang ia ciptakan sendiri.

Sampai di rumah, mereka semua tersebar ke sudut-sudut rumah masing-masing tanpa banyak percakapan. Hyunmin merasa benar-benar terisolasi dalam penyesalannya sendiri, tidak bisa memaafkan dirinya atas keputusan-keputusan yang dia ambil hari ini.

●○●○●○●○

Hyunmin memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu sore itu di kamarnya. Meskipun dia merasa lega bahwa Dohyun baik-baik saja, perasaan bersalahnya masih menghantuinya. Duduk di pinggiran tempat tidur, dia merenung tentang keputusannya untuk membolos sekolah hari ini.

Ketika pikirannya kembali ke momen ketika dia menerima panggilan darurat tentang Dohyun, Hyunmin merasa bahwa keputusannya untuk pergi ke rumah sakit adalah yang benar. Namun, cara dia menyembunyikan alasan sebenarnya dari saudara-saudaranya membuatnya semakin terjepit.

"Sudah terlalu banyak kebohongan," gumam Hyunmin dalam hati. Dia tahu bahwa dia harus menghadapi konsekuensi dari keputusannya. Mungkin saat ini saudara-saudaranya memberinya kesempatan untuk menjelaskan, tetapi kebohongan tidak akan bisa disembunyikan selamanya.

Waktu berlalu tanpa terasa, dan sebelum dia menyadarinya, sudah malam. Suara langkah kakinya yang lelah terdengar di lantai kayu saat dia turun dari kamarnya menuju dapur. Di sana, Hyunbin sedang duduk sendirian di meja makan, menatap ke hampa.

"Kak, maafkan aku," ucap Hyunmin dengan suara lembut saat dia memasuki ruangan.

Hyunbin menoleh, ekspresinya kini lebih tenang daripada sebelumnya. "Apa yang terjadi hari ini, Hyunmin?"

Hyunmin menelan ludah, menatap saudaranya yang tampak serius. "Aku... aku memang pergi ke rumah sakit. Tapi bukan untuk alasan yang aku katakan tadi."

Hyunbin mendengarkan dengan cermat, menunggu penjelasan lebih lanjut dari adiknya.

"Aku... aku sakit, Kak. Sakit di dadaku,"

SNU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang