8

156 15 0
                                    

"Aku... aku sakit, Kak. Sakit di dadaku," Ucapnya dalam hati, yang ingin dia ungkapan sekarang juga. Ingin berkeluh kesah dengan apa yang dia alami namun dia pendam lagi melihat kakaknya yang terlihat lelah.

"Aku tidak apa-apa, aku hanya menjengjk temanku yang tiba-tiba pingsan disekolah" Kembali, kalimat itu kembali keluar dari mulutnya. Berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya terjadi. Memendam semua sendiri seakan sudah menjadi kebiasaan hyunmin dari dia kecil. Perasaan tidak mau merepotkan tertanam semenjak kedua orang tuanya tiada.

Kebiasaan ini semakin dia lakukan saat kabar bahwa dohyun sakit parah. Dia tidak mau menambah beban hyunbin dan hyunseok jika memberitahu apa yang terjadi pada dirinya.

Cukup Dohyun saja yang mereka perhatikan. Dirinya tak apa, dia yakin bisa mengatasi nya sendiri.

●○●○●○●○

Keesokan harinya, suasana di rumah Hyunmin masih terasa tegang meskipun sebagian dari mereka mencoba untuk menjalani hari seperti biasa. Hyunbin dan Hyunseok tampak sibuk dengan rutinitas mereka masing-masing, namun ada kekhawatiran yang tersirat di wajah mereka. Hyunmin, di sisi lain, berusaha sebaik mungkin untuk tidak menunjukkan bahwa ada sesuatu yang membebani pikirannya.

Dia bangun lebih awal dari biasanya, mencoba menyusun rencana untuk hari itu. Meskipun tubuhnya merasa lelah dan pikirannya terus terganggu dengan kondisinya yang belum pasti, dia berusaha keras untuk tetap tenang dan fokus. Baginya, ini adalah hari yang penting untuk bisa menghadapi kenyataan dan mungkin memutuskan langkah selanjutnya terkait dengan kondisinya.

Setelah sarapan singkat, Hyunmin berencana untuk pergi ke sekolah seperti biasa. Hari ini dohyun tidak kesekolah karena dia masih susah untuk berjalan karena kakinya yang terluka. Meskipun hati hyunmin masih terombang-ambing antara rasa bersalah karena menyembunyikan kebenaran dari saudara-saudaranya dan keinginannya untuk melindungi mereka dari kekhawatiran lebih lanjut, dia merasa ini adalah hal yang harus dia lakukan.

Saat di sekolah, dia mengikuti pelajaran seperti biasa, meskipun pikirannya terus melayang pada rencananya. Dia tahu bahwa dia harus menghadapi kebenaran, tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk keluarganya. Setelah beberapa jam berlalu, saat istirahat, dia mengambil keputusan untuk berbicara dengan guru dan meminta izin untuk pulang lebih awal dengan alasan keluarga.

"Bapak, maaf mengganggu. Saya ingin meminta izin untuk pulang lebih awal hari ini karena ada urusan keluarga yang mendesak," ucap Hyunmin dengan tulus pada gurunya.

Guru itu melihat ekspresi serius di wajah Hyunmin dan mengangguk paham, "Tentu saja, Hyunmin. Semoga semua baik-baik saja di sana. Silakan pulang dengan Hati-hati."

Hyunmin mengucapkan terima kasih, lalu segera menuju rumah sakit tempat dia periksa kemarin. Pikirannya campur aduk antara kekhawatiran akan hasil pemeriksaannya dan kecemasan akan reaksi saudara-saudaranya ketika kebenaran terungkap.

Sesampainya di rumah sakit, dia menemui dokter spesialis jantung yang merawatnya sebelumnya. Setelah menjelaskan situasinya, dokter melakukan serangkaian tes lanjutan dan memeriksa kondisi jantungnya dengan cermat. Hasilnya memperlihatkan bahwa ada masalah serius yang memerlukan perhatian medis lebih lanjut.

"Dokter, apa yang harus saya lakukan sekarang?" tanya Hyunmin dengan suara yang bergetar, menyadari bahwa kondisinya mungkin lebih serius dari yang dia kira.

Dokter menjelaskan bahwa Hyunmin perlu menjalani serangkaian perawatan dan prosedur medis yang mendalam untuk mengatasi masalah jantungnya. Dia meresepkan beberapa obat dan menyarankan agar Hyunmin segera membuat janji untuk prosedur yang diperlukan.

Hyunmin mengangguk, mencoba menenangkan dirinya sendiri meskipun kekhawatirannya semakin besar. Setelah semua prosedur selesai, dia melanjutkan perjalanan pulang dengan berat hati. Hati dan pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan tentang bagaimana cara dia akan memberitahu saudara-saudaranya tentang keadaannya.

Saat tiba di rumah, suasana masih terasa tegang meskipun lebih sedikit dari sebelumnya. Hyunbin dan Hyunseok terlihat sibuk dengan urusan masing-masing. Hyunmin memutuskan untuk tidak mengganggu mereka terlalu banyak.

Hyunmin mencari tempat yang tenang di kamarnya. Dia duduk di pinggir tempat tidur, menggenggam resep obat dari dokter dengan tangan gemetar. Pikirannya masih dipenuhi dengan rasa cemas dan kekhawatiran akan kondisinya yang serius.

Dengan ragu, Hyunmin membuka botol obat dan menelannya dengan air. Rasanya pahit di lidahnya, tetapi dia memaksakan diri untuk menelan semuanya. Perlahan, dia merasa efek obat mulai bekerja, sedikit meredakan nyeri yang terus mengganggunya.

Namun, rasa sakit di dadanya tidak hanya fisik. Itu juga mencakup rasa bersalah dan kekhawatiran akan reaksi saudara-saudaranya ketika mereka mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Hyunmin merasa seperti dia terjebak di antara kebohongan dan kejujuran, tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk melanjutkan.

●○●○●○●○

Di pagi hari berikutnya, Hyunmin terbangun dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Dadanya terasa sesak dan nyeri yang tadi malam sempat mereda, kini kembali menghantuinya. Dia mencoba untuk mengatasi rasa sakit itu, berharap bahwa hal ini hanya sementara dan akan segera mereda seperti sebelumnya.

Setelah beberapa saat berusaha menenangkan diri, Hyunmin memutuskan untuk pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan merasa lebih segar. Namun, begitu dia berdiri dan melangkah menuju kamar mandi, dadanya semakin terasa sesak. Rasanya seperti ada beban berat yang ditekan di dadanya, membuatnya sulit untuk bernapas dengan normal.

Ketika sampai di kamar mandi, Hyunmin merasakan detak jantungnya semakin tidak teratur. Segala usahanya untuk tetap tenang mulai tergantikan oleh kepanikan. Dia mencoba mengambil napas dalam-dalam, tetapi rasa sakit semakin tak tertahankan. Akhirnya, tanpa bisa menahannya lebih lama lagi, Hyunmin pingsan di kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, suara langkah cepat terdengar mendekat. Hyunseok yang mendengar kebisingan dari kamar mandi segera datang dan menemukan Hyunmin tergeletak tak sadarkan diri di lantai. "Hyunmin! Hyunmin!" seru Hyunseok sambil segera memeriksa keadaan adiknya.

Hyunseok merasa panik namun mencoba untuk tetap tenang. Dia segera menghubungi Hyunbin dan mereka berdua bersama-sama mencoba membangunkan Hyunmin. "Hyunmin, bangunlah! Apa yang terjadi?" Desakan mereka terdengar panik namun penuh kekhawatiran.

Tidak lama kemudian, mereka berhasil membangunkan Hyunmin. Wajahnya pucat dan berkeringat dingin. Hyunseok segera mengambil ponselnya untuk menghubungi dokter yang merawat Hyunmin sebelumnya. Namun tangan hyunmin menghentikan kakaknya, menyakin bahwa dia baik baik saja dan hanya sedikit merasakan pusing.

"Kamu yakin? Kamu tadi pingsan, lihat wajahmu juga seperti mayat. Pucat sekali" Ujar Hyunseok dengan nada khawatir.

Hyunmin mencoba tersenyum kecil, meskipun terasa sangat lemah. "Ya, aku rasa aku hanya sedikit pusing. Mungkin karena belum sarapan tadi pagi," jawabnya mencoba meredakan kekhawatiran kakaknya.

Hyunseok menatapnya dengan pandangan khawatir, tetapi akhirnya menurut. Dia dan Hyunbin memutuskan untuk tidak memaksa Hyunmin pergi ke sekolah hari ini. Sebaliknya, mereka berdua merawat Hyunmin di rumah, memastikan dia istirahat dengan baik dan mengambil obat sesuai dengan resep dokter.

SNU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang