Hyunmin menundukkan kepala, merasa berat dengan respons kakaknya. "Aku tahu, Kak. Aku benar-benar menyesal. Aku tidak seharusnya membiarkan emosiku menguasai diriku seperti itu. Tapi mendengar orang-orang yang aku sayangi direndahkan membuatku sangat marah dan tidak bisa berpikir jernih."
Hyunbin melihat ke arah Hyunmin dengan campur aduk antara rasa marah dan empati. "Aku mengerti perasaanmu, tapi kita harus mencari cara yang lebih baik untuk mengatasi konflik. Kekerasan hanya akan menambah masalah dan membuat semuanya semakin rumit."
Alarm jam digital hyunmin berbunyi yang menandakan detak jantung nya terlalu cepat akibat emosi yang memuncak.
Hyunmin melihat ke jam digitalnya dengan nafas memburu, cemas karena alarm yang berbunyi menunjukkan bahwa detak jantungnya sedang meningkat pesat. Melihat reaksi Hyunmin, Hyunbin dan yang lainnya langsung beralih perhatian.
Hyunbin berdiri dengan cepat, "Hyunmin, apakah kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?"
Hyunmin mencoba menenangkan dirinya dan berusaha terlihat tenang meskipun detak jantungnya masih cepat. "Aku... aku hanya butuh istirahat," katanya sambil berdiri. "Aku akan pergi ke kamar dan tidur."
Hyunbin, dengan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya, mengangguk meskipun masih ragu. "Baiklah, tapi jika kamu merasa tidak nyaman atau ada yang salah, beri tahu kami segera."
Hyunmin mengangguk, berterima kasih atas perhatian kakaknya. Dia berjalan cepat menuju kamarnya, menutup pintu di belakangnya. Di dalam kamar, dia duduk di tempat tidur dan berusaha menenangkan napasnya. Dia merasa tertekan oleh situasi dan khawatir tentang bagaimana mengatasi semuanya.
----------------
Sementara itu, Hyunbin dan yang lainnya duduk di ruang keluarga, masih merasa cemas. Hyunbin berusaha untuk merenung sejenak tentang reaksinya terhadap Hyunmin dan dampaknya terhadap adiknya. "Aku tidak ingin dia merasa tertekan seperti ini," katanya kepada Dohyun dan Hyunseok. "Mungkin aku terlalu keras. Tapi ini untuk kebaikannya sendiri. Supaya dia bisa mengambil keputusan yang benar dan tidak gegabah"
Dohyun dan Hyunseok yg melihat saudaranya seperti ini hanya bisa menatapnya. Bingung bagaimana mereka memberikan solusinya. "Tapi kak, dengan begini saja sudah bisa membuat kesehatan nya drop karena stres" Bela Dohyun. Hyunseok mengangguk setuju mendengar pernyataan adiknya.
Saat tengah malam, Hyunmin terbangun dengan kaget dari tidurnya ketika mendengar kegaduhan di luar kamarnya. Suara panik dan langkah kaki cepat membuatnya langsung berdiri dan membuka pintu. Dia melihat Hyunbin dan Hyunseok berdiri di luar dengan wajah cemas.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Hyunmin, masih bingung dan mengantuk.
Hyunbin hanya melirik sekilas adiknya fokus kepada Dohyun yang berada dalam gendongan Hyunseok tanpa memerhatikan bahwa Hyunmin kaget dan sedikit pucat karena nyeri di dadanya yang disebabkan keterkejutan nya.
"Kamu diam dirumah, Jaga rumah Dohyun biar kami yang urus" Ucap kakaknya yang terdengar dingin dicampur dengan mata yang bergetar khawatir mentap Dohyun.
Hyunmin berdiri terpaku di ambang pintu, menyaksikan mobil kakaknya yang melaju menjauh menuju rumah sakit. Dia merasa bingung , tidak bisa menerima bahwa dia harus tinggal di rumah sementara keadaan Dohyun tidak menentu.
Setelah beberapa saat, Hyunmin akhirnya melangkah kembali ke dalam rumah dengan langkah yang berat. Ia duduk di sofa ruang keluarga, kepalanya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah. Cemas akan kesehatan Dohyun, Hyunmin merasa tertekan oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan.
Dia mencoba untuk menenangkan dirinya dengan mengatur napas dan berpikir positif, tetapi sulit untuk menghilangkan rasa cemas yang menghantuinya. Dia tahu bahwa tidak ada yang bisa diubah sekarang selain menunggu kabar dari kakaknya.
------------------
Dirumah sakit Dohyun sedang ditangani oleh dokter dan tenaga medis. Sedangkan Hyunbin dan Hyunseok menunggu dengan cemas di luar ruang UGD.
Setelah beberapa waktu, seorang dokter keluar dari ruang UGD dengan ekspresi serius. Hyunbin dan Hyunseok berdiri cepat, menghampiri dokter dengan penuh harapan.
"Dokter, bagaimana kondisi Dohyun?" tanya Hyunbin, suaranya bergetar karena cemas.
Dokter menarik napas panjang sebelum menjawab, "Kami sedang berusaha sebaik mungkin untuk stabilkan kondisi Dohyun. Namun, saya perlu menegur Anda. Dohyun melewati jadwal cuci darah yang sangat penting yang seharusnya dilakukan siang tadi."
Hyunbin dan Hyunseok saling memandang bingung dan terkejut. "Kami benar-benar minta maaf. Kami sangat sibuk sehingga terlupa jadwal tersebut," kata Hyunbin, suaranya penuh penyesalan.
Dalam pikirannya rasa marah Hyunbin bertambah kepada Hyunmin. Karena mengurusinya dia harus melupakan jadwal penting ini. Hyunseok mengusap punggung kakaknya berusaha memberik kenyamanan dan ketenangan. Dia tau bahwa saat ini kakanya mungkin akan bertambah marah kepada adiknya.
Dokter mengangguk memahami penyesalan mereka, tetapi tetap dengan nada tegas. "Keterlambatan ini berisiko serius. Kami sudah menangani situasinya, tetapi ini akan mempengaruhi proses pemulihan Dohyun."
Hyunbin menunduk, merasa berat dengan kesalahan yang telah terjadi. "Kami akan memastikan ini tidak terulang lagi. Apa yang bisa kami lakukan sekarang untuk membantu Dohyun?"
Dokter menatap Hyunbin dan Hyunseok dengan empati. "Sekarang yang bisa Anda lakukan adalah menunggu dan berharap Dohyun bisa stabil. Pastikan untuk mengikuti semua petunjuk perawatan yang diberikan."
Setelah dokter pergi, suasana di ruang tunggu semakin tegang. Hyunbin berusaha menenangkan diri dan tidak membiarkan kemarahannya terhadap Hyunmin menguasai dirinya. Hyunseok melihat kakaknya dengan penuh kekhawatiran dan berusaha memberikan dukungan moral.
"Kita harus fokus pada pemulihan Dohyun sekarang," kata Hyunseok lembut. "Menunggu kabar dari dokter adalah yang terpenting."
Hyunbin mengangguk dengan berat hati, berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. "Aku tahu. Aku hanya berharap Dohyun bisa melewati ini."
--------------
Di rumah, Hyunmin tetap di sofa dengan rasa bersalah yang mendalam. Dia terus-menerus memikirkan apa yang telah terjadi dan merasa tertekan dengan situasi yang tidak bisa dia kendalikan. Berharap untuk mendapatkan kabar baik, dia merasa seperti terjebak dalam keadaan tidak pasti.
Mengabaikan bunyi alarm jamnya yg memekik dan nyeri di dadanya sendiri. Sebenarnya notif alarm ini sudah sampai di Handphone kakaknya, tetapi karena kepanikan yang menguasai kakanya tadi mereka melupakan nya dan meninggal kan ya dalam kamar. Sehingga keadaan Hyunmin saat ini tidak seorangpun yang tau.
Dengan rasa cemas yang terus menghantui, Hyunmin akhirnya memutuskan untuk meminum obat yang diresepkan dokter sebelumnya. Ia berharap obat itu dapat membantunya merasa lebih tenang dan mengurangi rasa sakit di dadanya. Dia mengambil botol obat dari meja samping tempat tidur dan meneguk beberapa pil dengan segelas air.
Namun, obat tersebut tampaknya tidak memberikan bantuan instan yang diharapkan. Rasa sakit di dadanya tidak kunjung reda, dan Hyunmin merasa semakin tertekan oleh situasi yang tidak bisa dia kendalikan. Dia mulai merasa mual dan semakin cemas, yang membuatnya semakin sulit untuk fokus pada apa pun selain rasa sakit yang ia rasakan.
