Ketika suasana tegang masih menguasai ruang keluarga, pintu rumah terbuka dengan tiba-tiba. Dohyun masuk dengan napas terengah-engah, wajahnya penuh dengan ekspresi kepanikan. "Hyunmin, apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara yang cepat.
Hyunbin menoleh ke arah adiknya dengan ekspresi serius. "Dohyun, Hyunmin mendapat skorsing dari sekolah karena tuduhan yang tidak benar."
Dohyun terkejut mendengarnya. Dia melangkah lebih dekat ke Hyunmin, memandangnya dengan tatapan campuran antara kekhawatiran dan kebingungan. "Tuduhan apa? Bagaimana bisa begini?"
Hyunseok mencoba menjelaskan, "Ada beberapa insiden di sekolah, dan mereka menuduh Hyunmin terlibat. Kami belum bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah."
Dohyun mengangguk mengerti, tetapi ekspresi paniknya tidak surut. Hyunbin dan Hyunseok tetap teguh pada keyakinan mereka bahwa Hyunmin mungkin terlibat dalam insiden-insiden yang menyebabkan tuduhan skorsing tersebut. Meskipun Dohyun dengan cepat berusaha membela Hyunmin, kakak-kakaknya tidak bergeming.
"Hyunmin, kamu harus menghadapi kenyataan bahwa bukti-bukti ini tidak bohong," ujar Hyunbin dengan suara yang penuh dengan kekecewaan. "Kamu tidak bisa mengabaikan fakta bahwa ada beberapa kesaksian yang mengarahkan padamu."
Hyunseok mengangguk setuju, wajahnya mencerminkan ketegasan. "Kami selalu mendukungmu, tapi kali ini bukti terlalu kuat untuk diabaikan."
Hyunmin merasa terkepung dalam keputusan kakak-kakaknya yang tidak ada kompromi ini. Meskipun dia bersikeras bahwa dia tidak bersalah dan mencoba menjelaskan alibi serta bukti yang dia miliki, mereka tetap tidak percaya padanya. Ini membuatnya merasa sendiri dan putus asa di tengah konflik keluarga yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dohyun, meskipun masih panik, mencoba menengahi perselisihan ini dengan penuh kepedulian. "Kita harus mencari tahu lebih dalam. Apakah ada kemungkinan kesalahan atau kekeliruan?"
Hyunbin menggelengkan kepala dengan tegas. "Kami sudah memeriksa segalanya, Dohyun. Kita harus mengakui bahwa Hyunmin mungkin melakukan kesalahan kali ini."
Suasana di ruang keluarga semakin tegang. Dohyun merasa terjepit antara membela Hyunmin dan menghormati pendapat kakak-kakaknya. Namun, dia tahu bahwa harus ada cara untuk menyelesaikan masalah ini tanpa merusak hubungan keluarga mereka yang selama ini begitu kuat.
●○●○●○●○
Hyunmin menjalani masa skorsingnya dengan perasaan murung dan hampa. Suasana di rumah menjadi lebih dingin baginya. Hyunbin dan Hyunseok tidak lagi mengajaknya berbicara seperti biasa. Mereka lebih memilih untuk diam dan menghindari interaksi yang panjang dengan Hyunmin.
Setiap kali Hyunmin mencoba memulai percakapan, mereka memberikan respons yang singkat dan dingin. "Baiklah," atau "Terserah kamu," adalah jawaban-jawaban yang sering dia dapatkan. Rasanya seperti ada tembok yang tumbuh di antara mereka, memisahkan Hyunmin dari kakak-kakaknya.
Hyunmin merasa semakin terisolasi. Dia merindukan waktu-waktu ketika mereka berempat bisa tertawa bersama dan saling mendukung. Namun, sekarang semuanya berubah. Dia mencoba untuk tetap fokus pada pelajaran dan hobi-hobinya untuk mengalihkan pikirannya dari situasi yang sulit ini.
Di sisi lain, Dohyun berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan dukungan pada Hyunmin. Dia sering menghabiskan waktu bersama Hyunmin, mencoba mengangkat semangatnya dan memberinya perasaan bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi kesulitan ini.
Minggu skorsing berlalu dengan lambat. Hyunmin merasa seperti dia tidak hanya dihukum oleh sekolah, tetapi juga diasingkan oleh kakak-kakaknya yang seharusnya mendukungnya. Setiap hari, dia bertanya-tanya apakah dia akan mampu membuktikan kebenaran dan mendapatkan kembali kepercayaan keluarganya.
