Setelah berhari-hari merasakan tekanan dan ketegangan yang tak tertahankan, akhirnya kebenaran terungkap. CCTV di sekolah menangkap momen yang memperlihatkan bahwa Hyunmin tidak terlibat dalam insiden merokok atau tawuran seperti yang dituduhkan kepadanya. Bukti ini membebaskan Hyunmin dari tuduhan yang menimpa dirinya.
Ketika Hyunbin, Hyunseok, dan Dohyun melihat rekaman CCTV itu, mereka merasa lega dan bersyukur. Mereka menghampiri Hyunmin dengan senyum kelegaan di wajah mereka. "Hyunmin, kita sudah melihat rekaman CCTV. Kau tidak bersalah," ucap Hyunbin dengan suara yang penuh dengan rasa lega.
Hyunmin, yang selama ini menahan beban yang begitu berat, merasa seolah dunia yang hancur di atasnya tiba-tiba mengangkatnya. Air mata bahagia mengalir di pipinya saat dia merasakan beban yang menghimpit dadanya mulai terangkat.
Keluarga itu berkumpul dalam pelukan hangat, merayakan kebebasan Hyunmin dari tuduhan yang tidak adil itu. Mereka menenangkan dan menyatukan kembali keluarga mereka setelah melewati masa-masa sulit bersama.
Setelah itu, Hyunmin dan kakak-kakaknya duduk bersama untuk berbicara. Mereka meminta maaf atas ketidakpercayaan dan kekhawatiran mereka sebelumnya, sementara Hyunmin mengungkapkan betapa sulitnya baginya menjalani semua itu sendirian.
Dalam momen-momen itu, kekuatan cinta dan dukungan keluarga mereka semakin terasa. Mereka bersama-sama berjanji untuk lebih komunikatif dan saling mendukung di masa depan, agar tidak pernah lagi terpisah oleh kesalahpahaman atau tuduhan yang tidak benar.
Hyunmin, yang kembali merasa dicintai dan diterima sepenuhnya oleh keluarganya, bersyukur bahwa semua ujian itu membawa mereka lebih dekat dan memperkuat ikatan yang mereka miliki.
Namun, di tengah kebahagiaan mereka, Hyunmin mulai merasakan ketidaknyamanan yang dulu pernah dirasakannya: nyeri yang tajam dan sesak di dadanya.
Dia mencoba keras untuk menyembunyikan rasa sakit ini dari kakak-kakaknya. Ketika mereka semua duduk bersama untuk berbicara, Hyunmin berusaha menampilkan senyum dan kegembiraan yang sepenuhnya palsu. Tetapi semakin lama, rasa sakit di dadanya semakin tidak tertahankan.
Hyunbin, Hyunseok, dan Dohyun semakin khawatir saat melihat ekspresi Hyunmin yang berusaha keras untuk menyembunyikan rasa sakitnya. Meskipun Hyunmin terus berusaha tersenyum dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja, mereka dapat melihat bahwa sesuatu tidak beres.
"Hyunmin, kamu pasti merasa tidak enak badan. Kamu bisa jujur dengan kami," desak Hyunseok dengan suara penuh perhatian.
Hyunmin menggelengkan kepala dengan lembut, mencoba menenangkan kakak-kakaknya, "Sungguh, ini tidak apa-apa. Aku hanya merasa sedikit lelah, itu saja."
Setelah meyakinkan kakak-kakaknya bahwa dia hanya merasa lelah, Hyunmin akhirnya dibiarkan untuk beristirahat di kamarnya sendiri. Hyunbin, Hyunseok, dan Dohyun pergi ke kamar masing-masing dengan perasaan khawatir yang masih menghantui mereka.
Di kamarnya, Hyunmin merasa lega bisa sedikit terpisah dari perhatian kakak-kakaknya. Meskipun rasa sakit di dadanya masih ada, ia merasa sedikit lebih baik ketika berada dalam keheningan kamar sendiri. Dia berbaring di atas tempat tidurnya, memejamkan mata, mencoba meredakan sakit yang sesekali masih muncul.
●○●○●○●○
Hyunmin berusaha menjalani hari seperti biasa meskipun rasa sakit yang kadang-kadang masih mengganggunya. Setiap pagi, dia bangun dengan tekad untuk tidak membebani kakak-kakaknya dengan masalahnya. Dia berusaha untuk tersenyum dan berinteraksi seperti biasa dengan keluarganya.
Hyunbin, Hyunseok, dan Dohyun juga mencoba menjaga suasana agar tetap normal di rumah. Mereka berbicara seperti biasa, menunjukkan dukungan mereka satu sama lain, meskipun kekhawatiran tentang Hyunmin masih ada di benak mereka.
●○●○●○●○
Setiap hari, Hyunmin berangkat sekolah bersama Dohyun. Meskipun mereka berada di sekolah yang sama, mereka berbeda kelas sehingga sering kali berpisah di koridor menuju ke kelas masing-masing. Pagi itu, seperti biasa, mereka berjalan bersama dengan langkah yang ringan meskipun perasaan cemas masih mengganggu pikiran Hyunmin.
Dohyun, yang peka terhadap perubahan suasana hati sahabatnya, mencoba menciptakan suasana yang santai di sepanjang jalan. "Hyunmin, ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?" tanya Dohyun dengan lembut.
Hyunmin menoleh, mencoba menampilkan senyum yang lemah. "Ah, tidak apa-apa, Dohyun. Aku baik-baik saja," jawabnya mencoba menenangkan sahabatnya.
Dohyun mengangguk pelan, meskipun dia tahu bahwa Hyunmin mungkin tidak benar-benar baik-baik saja. Mereka berjalan diam sejenak, membiarkan langkah mereka terdengar di lorong yang sunyi. Akhirnya, Dohyun memutuskan untuk memulai percakapan lagi.
"Kamu tahu, Hyunmin, aku masih merasa khawatir. Kau terlihat sangat menahan sesuatu," ujar Dohyun dengan suara yang penuh perhatian.
Hyunmin terdiam sejenak, memikirkan bagaimana ia bisa menjelaskan apa yang sedang dirasakannya tanpa membuat Dohyun atau kakak-kakaknya khawatir lebih dalam. "Aku hanya merasa sedikit lelah belakangan ini, Dohyun. Tidak perlu khawatir," ucapnya akhirnya, mencoba menenangkan sahabatnya.
Dohyun mengangguk, menerima jawaban itu meskipun dia tidak sepenuhnya yakin. Mereka tiba di perempatan lorong yang memisahkan kelas mereka. "Baiklah, kalau begitu, hati-hati ya, Hyunmin. Aku ada di sini jika kamu butuhkan apa pun," kata Dohyun sambil tersenyum lembut.
Hyunmin mengangguk, berterima kasih pada Dohyun sebelum mereka berpisah untuk menuju kelas masing-masing. Saat melangkah menuju kelasnya, perasaan cemas dan rasa sakit yang sesekali muncul di dadanya kembali mengganggu pikiran Hyunmin.
Jam istirahat tiba, dan Hyunmin duduk di bangku di luar kelasnya, mencoba meredakan rasa sakit yang semakin mengganggunya. Dia merenung sendiri, berusaha mengumpulkan cukup energi untuk melanjutkan hari.
Tiba-tiba, Dohyun muncul di depannya dengan sebuah kotak makan siang. "Hyunmin, aku membawa makan siang untukmu. Ayo makan bersama," ajak Dohyun dengan senyum hangat.
Hyunmin tersenyum terharu melihat perhatian Dohyun. "Terima kasih, Dohyun. Aku benar-benar menghargainya," ucapnya sambil menerima kotak makan siang itu.
Mereka duduk bersama di bangku di bawah pohon, sambil menikmati makan siang mereka. Dohyun memulai percakapan ringan untuk mengalihkan perhatian Hyunmin dari kekhawatiran dan rasa sakit yang dirasakannya. Mereka tertawa kecil mengingat kenangan lucu di sekolah atau hal-hal sepele lainnya.
Namun, Dohyun tetap memperhatikan ekspresi Hyunmin yang terkadang berubah menjadi tegang saat rasa sakit kembali menyiksa. Setelah beberapa saat, Dohyun memutuskan untuk membuka pembicaraan dengan lebih serius.
"Hyunmin, aku tahu kamu sedang merasakan sesuatu yang tidak biasa. Kamu tidak perlu menyembunyikannya dari kami," ucap Dohyun dengan suara lembut.
Hyunmin terdiam sejenak, menatap Dohyun dengan tatapan yang penuh kekhawatiran. Akhirnya, dia mengangguk perlahan. "Aku merasa ada sesuatu di dadaku. Rasanya sakit, terkadang sulit untuk bernapas," ucapnya jujur.
Dohyun menatapnya dengan penuh perhatian. "Kenapa kamu tidak memberitahukan ini pada kak hyunbin dan mas hyunseok ataupun aku atau pergi ke dokter?" tanyanya dengan nada khawatir.
Hyunmin menggeleng pelan. "Aku tidak ingin mereka khawatir lagi. Mereka sudah cukup membebaskan aku dari masalah sebelumnya," ucapnya dengan suara lembut.
Dohyun mengangguk mengerti, tetapi dia tetap memutuskan untuk memberikan dukungannya. "Hyunmin, kamu ga sendirian dalam ini. Aku ada di sini untukmu, dan kami semua peduli padamu," ucapnya tulus.
Hyunmin tersenyum kecil, merasa lega karena memiliki Dohyun. Mereka melanjutkan makan siang mereka dengan percakapan yang lebih ringan, tetapi Dohyun tetap mengawasi Hyunmin dengan perhatian ekstra.
Setelah istirahat berakhir, mereka kembali ke kelas masing-masing. Meskipun rasa sakit masih ada, Hyunmin merasa sedikit lebih lega karena telah berbagi beban itu dengan Dohyun.
