Seluruh darah Deka mendidih menatap pemandangan di depannya. Semua mimpi indahnya tentang pertemuannya bersama Kara lenyap bersama kenyataan yang ada di depannya. Kara sudah tidak mencintainya dan Kara bukan lagi miliknya.
Tatapan tidak percaya bercampur api cemburu dan kemarahan menyala dikedua mata Deka. Tubuhnya masih berdiri di tempat yang sama sejak tadi dan tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya. Seolah tidak ada kalimat apapun yang bisa menjelaskan bagaimana kondisinya sekarang.
Jangan tanya tentang perasaannya, karena api kecemburuan telah membakar habis sisa-sisa kewarasannya. Hal tersebut terbukti ketika Deka mulai melangkahkan kakinya untuk mengikuti Kara saat wanita itu berjalan keluar dari aula acara.
Bagi Deka, mungkin ini adalah kesempatan untuk mendapatkan penjelasan dari wanita itu. Meskipun takut, tapi Deka tetap mencoba meyakinkan hatinya kalau Kara pasti terpaksa melakukan pernikahan ini. Yah, ia meyakinkan hal tersebut di dalam hatinya.
“Kara!” panggil Deka saat di rasa tempat itu sepi dan tidak ada siapapun.
Kara berbalik tanpa merasa terkejut sama sekali, tampaknya ia sudah mengetahui kalau sedang di ikuti oleh seseorang. Namun, satu hal yang membuat Deka tiba-tiba saja merasa kelu untuk berucap. Tatapan Kara kepadanya sudah tidak sama seperti sepuluh tahun lalu. Kara menatapnya dengan sorot mata dingin seolah tidak pernah ada cinta di matanya.
“Ayo ikut aku, Ra!” ajak Deka sambil mengulurkan tangan kedepannya.
“Let’s get back together like we used to! Aku bisa terima Raden ataupun anak yang kamu kandung sebagai anakku. Aku akan akui keseluruh dunia kalau mereka adalah anak kita berdua.”
Kara masih tetap diam tanpa sepatah katapun. Tangan Deka juga dibiarkan tanpa ada tanda-tanda sambutan darinya. Hal tersebut membuat Deka dalam kebingungan namun ia anggap Kara sedang mempertimbangkan ucapannya.
“Kamu pasti terpaksa menikah sama Damian kan?! Apa Papi yang udah maksa kamu? Aku akan bicara sama Papi dan aku bisa pastiin kalau kita akan bersama lagi.”
“Udah?” tanya Kara.
“Maksudnya?”
“Udah bicara omong kosongnya?”
Tanganku yang dari tadi menggantung di udara di tepis dan Kara maju selangkah menghapus jarak di antara kami. “Aku gak tahu apa yang membuat kamu sepercaya diri ini tapi kita udah berakhir lama dan aku enggak punya perasaan apapun yang tersisa buat kamu.” Ucap Kara dengan nada rendah tapi perkataan itu bagai pisau yang menikam jantung Deka.
“Satu hal yang harus kamu tahu, aku dan Damian menikah karena saling mencintai.”
Setelah mengucapkan hal tersebut, Kara mengambil jarak dan hendak pergi tapi perkataan yang keluar dari bibir Deka sukses membuatnya terdiam di tempat.
“Apa dia tahu tentang masa lalu kita?” Deka menjeda ucapannya sambil melangkah maju dan berdiri tepat di hadapan Kara. “Apa dia tahu kalau kamu udah enggak perawan? Apa dia tahu kalau kita udah sering tidur berdua? Apa dia tahu kalau kamu pernah hamil?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams 2
Literatura FemininaMelewati sepuluh tahun penuh penyesalan tanpa bertemu dengan Kara adalah sesuatu yang pantas di terima oleh pengecut dan bajingan sepertiku. Selama sepuluh tahun itu pula, aku sering berangan tentang pertemuan indah yang akan aku lakukan saat berte...