7. Kamu dan kenangan

118 11 0
                                    

*Selamat membaca untuk semuanya!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*Selamat membaca untuk semuanya!!

****

Pada akhirnya Deka tetaplah Deka yang lebih dahulu bertindak sebelum berpikir, yang menghabiskan sisa-sisa kewarasannya demi bertindak gila. Tindakan gila itu Deka lakukan dengan memerintahkan Samuel untuk menculik sang pujaan hati, Kara.

Selama beberapa hari ini, Deka telah mengutus Samuel untuk mengikuti kemanapun Kara pergi. Begitu mendapati sang pujaan hati sendirian setelah mengantar suaminya ke bandara maka tanpa pikir panjang Deka segera bertindak gila.

Setelah memastikan kondisi aman maka sang pujaan hatipun di pindahkan ke dalam mobilnya sendiri dengan penjagaan yang ketat di luar. Tentunya, semua telah di atur sedemikian rupa oleh sang asisten, Samuel.

Tatapan Deka tidak teralihkan dari sang pujaan hati yang masih senantiasa memejamkan mata. Sekedar menahan senyumpun m, Deka sudah tidak bisa. Perlahan tangannya terulur untuk mengusap wajah Kara dengan lembut dan penuh hati-hati.

“Kara...” panggil Deka lirih.

Di usapnya surai hitam itu dengan lembut namun tiba-tiba tatapannya teralihkan kepada perut Kara yang sudah terlihat menonjol. Di usapnya perlahan penuh kasih sayang karena Deka sendiri sudah berjanji akan menerima apapun yang ada dalam diri Kara. Sekalipun kedua anaknya.

Sayangnya, gerakan mengusap perut itu harus terhenti saat pujaan hati telah sadar. “What are you doing, Deka?” lirih Kara sambil menahan tangan Deka yang mengusap perutnya.

Tampaknya Kara masih dibawah pengaruh sisa-sisa anestesi sebab pegangannya pada tangan Deka terasa sangat lemah. “Deka, please stop!” mohon Kara tidak kalah lirih saat Deka masih saja mengusap perutnya.

Namun semua perkataan Kara tidak ada satupun yang Deka dengarkan. Karena itu Kara menyerah dan memilih memejamkan mata untuk mengumpulkan sisa-sisa kesadaran yang masih berserakan. Selama itu juga ia harus menahan dan merelakan Deka untuk mengusap permukaan perutnya.

“Mana hasil pengobatan kamu selama sepuluh tahun itu Deka?” tanya Kara saat kesadarannya telah kembali sempurna. Walaupun tubuhnya masih sangat lemah.

“Aku kayak gini karena kamu, Ra!” Kara terkekeh mendengarnya. “Bahkan disaat kayak gini pun kamu masih nyalahin aku.” Kara menyentak tangan Deka yang masih terus berada di atas perutnya. “I don’t have any feelings left for you anymore. Berapa kali aku harus bilang supaya kamu ngerti?” tanya Kara dengan sisa-sisa emosi.

Sejak dulu, menghadapi Deka dengan emosi hanya akan berdampak buruk bagi dirinya dan bayi yang ada di kandungannya. Semakin kita emosi maka Deka pun tidak akan mengalah, namun jika dengan kelembutan maka dia pasti akan jadi tidak tahu diri. Kara sungguh benci berada di situsi semacam ini.

Kehidupannya selama sepuluh tahun ini sudah tenang dan bahagia tanpa kehadiran sosok di hadapannya ini. Walaupun sudah berusaha bersembunyi selama sepuluh tahun lebih namun tampaknya benang merah takdir enggan melepaskan mereka berdua.

Shattered Dreams 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang