16. Dejavu versi Kara

96 5 0
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Hi semuanya....
Selamat datang kembali dengan cover  baru dari Shattered Dreams 2. Semoga kalian enggak bosan sama cerita ini ya.

Selamat membaca untuk semuanya!

****

“Semua orang punya masa lalu, Ra.”

Kata-kata itu terngiang di kepala Kara, mengalir seperti suara hantu yang tak pernah hilang. Kalimat yang dulu sering ia dengar dari orang-orang di sekitarnya, seolah menjadi mantra yang menenangkan. Tapi kali ini, kalimat itu tidak lagi membawa kedamaian. Ia hanya terdengar kosong. Seburuk apa pun masa lalu seseorang, mereka berhak mendapatkan masa depan yang indah. Tapi bagaimana dengan masa lalu yang belum sepenuhnya berlalu? Yang masih mengikat di pergelangan kaki dan menariknya kembali ke dasar.

Kara terdiam saat merasakan usapan tangan Deka di perutnya yang semakin besar. Sentuhan itu lembut, seperti selalu, tetapi juga membawa kecanggungan. Semenjak kandungannya memasuki bulan kesembilan, Deka tidak pernah membiarkannya sendirian. Dia selalu ada, siaga setiap waktu, seolah anak yang akan lahir ini adalah segalanya baginya. Tapi, Kara tahu, di balik perhatian itu ada sesuatu yang tak terucapkan. Sesuatu yang menggantung di antara mereka, menyesakkan ruang bernapas.

“Why?” tanya Kara, nyaris berbisik, suaranya bergetar dalam hening.

Deka mengangkat wajahnya, bingung. “Kenapa apa?” jawabnya, tanpa mengalihkan pandangan dari perut Kara, seolah sentuhan itu satu-satunya cara baginya untuk merasa terhubung.

Kara menatapnya, namun dengan pandangan yang kosong. “Kamu beneran sayang sama anak ini?” tanyanya pelan, jarinya menunjuk perutnya, meski sentuhan itu terasa jauh dari intim. Pertanyaannya lebih kepada dirinya sendiri, tetapi suara itu keluar dengan nada ragu, penuh kebingungan.

Deka terdiam sesaat, alisnya mengernyit. Ia menelan ludah sebelum perlahan menganggukkan kepala. “Dia kan anak kita,” jawabnya singkat, mencoba terdengar yakin, tetapi keheningan yang mengikuti ucapannya terlalu keras untuk diabaikan.

Kara menoleh, mengamati wajah Deka yang setengah tertutup bayang-bayang ruangan. Sementara Deka kembali menundukkan kepalanya, memperhatikan perut Kara dengan perhatian yang tak biasa. Dalam hening itu, Kara merasakan sesuatu yang mengganjal, bukan hanya di perutnya, tapi di dalam dadanya.

“Anak kita?” Kara mengulang, suaranya kini sedikit lebih keras, sedikit lebih tajam. “Apakah dia benar-benar anak kita?” Kara tahu pertanyaan itu berbahaya, tapi ia tidak bisa menahan diri. Keraguan yang ia rasakan selama ini terus menghantui pikirannya.

Deka mengangkat wajahnya lagi, kali ini sorot matanya terlihat lebih waspada. Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan ketegangan. “Ra... apa maksud kamu?” tanyanya dengan suara yang sengaja dibuat lembut. Tapi Kara bisa merasakan ada nada cemas yang bersembunyi di balik nada itu.

Shattered Dreams 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang