****
Tidak punya siapapun selain Damian, ia tidak punya rumah maupun keluarga selain Damian. Lantas, ketika rumahnya di ambil paksa dan di rampas, kemana ia harus pergi?
Bahkan kakinya tidak tahu harus melangkah kemana sekarang. Kara berjalan dengan mata yang tidak henti menumpahkan air mata. Siapa yang bisa ia mintai tolong takkala keluarga pun ia tidak punya.
Sampai pada saat dimana Kara tidak mampu melangkahkan kakinya lagi. Perutnya terasa kram dengan rasa sakit yang menyiksa. Barulah pada saat itu ia ingat kalau masih ada hal yang harus di pertahankan dan di perjuangkannya. Bayi dalam kandungannya tidak boleh sampai terluka karena bayi itu adalah satu-satunya keluarga yang tersisa untuknya.
Kara yang sudah tidak mampu berdiri memilih untuk berjongkok guna meminimalisir rasa sakit yang di rasakannya. Rasa sakit itu membuat Kara tidak sadar saat sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya.
“Kara?!”
Suara itu terdengar familier namun tidak akrab. Kara menatap ke depan dan menemukan sepasang sepatu di hadapannya, kepalanya perlahan mendongak ke atas untuk mencari tahu soosk yang telah berdiri di depannya itu.
Tubuh Kara membeku tidak berdaya saat itu juga. Sosok yang ada di hadapannya saat ini turut menjada seseorang yang menorehkan luka begitu dalam di hidupnya.
“Long time no see....” Sosok itu tersenyum kearahnya. “Kawana Rahenazula.” Sambungnya.
“Do you still remember me?” rahang Kara mengeras beserta ingatan masa lalu yang turut menyiksanya. Kenapa semua hal buruk terjadi di hari yang sama?
“What are you doing here, Raident?!”
Tepat sekali, sosok yang sedang berdiri di depan Kara sekarang adalah Kailash Raident yang merupakan salah satu dari orang terdekat Deka yang turut menyaksikan hubungannya terdahulu.
Pria di hadapannya ini juga salah satu saksi tentang bagaimana Deka memperlakukannya dahulu. Lebih tepatnya, pria itu juga turut menjadi pelaku di dalam hubungan tidak sehat yang di jalinnya bersama Deka. Lantas, kenapa takdir malah mempertemukan mereka dalam kondisi yang menyedihkan seperti ini?
“Do you need help?” tanya Raident dengan wajah setengah tersenyum. Kara tahu kalau pria di depannya ini tidak benar-benar sudi menolongnya. Bagaimana pun Kara tahu sifat Raident di balik sosok yang selalu tampak tenang itu. Dia berbahaya dan Kara tahu ia harus menjauh bagaimana pun caranya.
Namun, lagi-lagi keadaan tidak memungkinkan Kara untuk melarikan diri. Baru bergerak sedikit saja perutnya sudah terasa semakin sakit. Saking sakitnya, Kara sampai memejamkan mata saat rasa sakit itu terus-terusan menyerangnya tiada henti. Sosok yang tengah berdiri di hadapannya itu pun sudah tidak ia pedulikan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams 2
ChickLitMelewati sepuluh tahun penuh penyesalan tanpa bertemu dengan Kara adalah sesuatu yang pantas di terima oleh pengecut dan bajingan sepertiku. Selama sepuluh tahun itu pula, aku sering berangan tentang pertemuan indah yang akan aku lakukan saat berte...