19. Kara Tidak Bisa Lupa

95 10 1
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Rutinitas Deka memang berubah drastis sejak kelahiran Launa. Sebelumnya, ia terbiasa menghabiskan waktu bekerja hingga larut malam, pulang ke rumah hanya untuk tidur sejenak sebelum memulai hari berikutnya. Namun kini, jadwal hidupnya diputarbalikkan oleh kehadiran bayi mungil yang membawa kebahagiaan luar biasa ke dalam rumah mereka. Deka tidak lagi pulang lewat tengah malam, kini ia sudah berada di rumah bahkan sebelum matahari tenggelam, ingin memastikan bahwa ia ada di sisi keluarganya setiap hari.

Seperti biasa, begitu sampai di rumah, Deka langsung menuju kamar mandi. Tak peduli betapa lelahnya setelah seharian bekerja, ia ingin bersih dan segar sebelum menghabiskan waktu dengan Launa, putrinya yang ia rindukan setiap detik.

Saat keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah, Deka mendengar suara kecil Launa yang mulai terbangun. Seolah sudah hafal dengan jadwal Deka, Launa selalu terjaga tepat saat ayahnya pulang, seakan bayi mungil itu juga tahu bahwa momen kebersamaannya dengan Deka telah tiba.

“Launa... Launa sayang, Papi pulang,” panggil Deka dengan suara hangat saat melangkah turun dari anak tangga.

Dari sudut ruangan, Kara sedang menggendong Launa di pelukan. Seketika, bayi mungil itu terlihat lebih aktif, mengayunkan tangan dan kakinya kecil dengan riang seakan merespons suara ayahnya. Wajah mungil Launa yang tadinya tenang berubah sumringah, senyumnya mekar lebar saat matanya menangkap sosok Deka mendekat.

“Eh, Launa tahu ya Papi pulang,” Deka mendekat dengan langkah cepat, lalu tangannya perlahan mengambil alih Launa dari gendongan Kara. “Launa nungguin Papi ya, sayang?” tanyanya penuh kehangatan, tatapan matanya begitu lembut, seolah dunia di sekitarnya menghilang kecuali dirinya dan Launa.

Launa tidak bisa menjawab dengan kata-kata, namun gerakan kaki dan tangannya semakin cepat, ekspresi ceria terpancar dari wajah mungilnya. Mata Launa yang bersinar cerah seolah memberi jawaban pada Deka. Deka yang tak tahan dengan kelucuan putrinya, menempelkan bibirnya ke pipi kemerahan Launa, menciuminya berkali-kali. Setiap kecupan penuh cinta diiringi dengan tawa kecil dari Deka, sementara Launa merespons dengan gemulai, tak ada rasa risih atau tidak nyaman sedikit pun.

Deka tertawa kecil. “Pipi Launa makin gemesin aja setiap hari. Papi nggak tahan, Launa,” katanya sambil menatap dalam mata putrinya yang terus berkedip-kedip, seolah mengerti apa yang dikatakan ayahnya.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, pandangan Deka jatuh pada Kara yang duduk di sofa, terlihat sangat lelah. Lingkaran hitam samar mulai muncul di bawah matanya, dan tubuhnya sedikit lunglai setelah menghabiskan seharian merawat Launa tanpa henti. Melihat itu, Deka segera tahu apa yang harus dilakukan.

“Kamu kelihatan capek, Ra. Mandi dan istirahat dulu, biar aku yang jaga Launa,” kata Deka dengan nada penuh perhatian, sambil melirik Kara yang masih bertahan meski jelas lelah.

Shattered Dreams 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang