12

52 4 0
                                    


Sementara itu, di rumah Arini, perempuan itu terkejut ketika melihat Alaska kembali muncul di depan pintunya.

"Alaska?" ucap Arini dengan ekspresi terkejut. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, sampai-sampai mulut perempuan itu menganga. "Kamu datang lagi?"

Meskipun Alaska sudah biasa datang ke rumahnya, Arini masih merasa kaget setiap kali melihatnya. Sebaliknya, Alaska yang begitu biasa saja, seolah-olah ini adalah hal yang normal.

Tanpa menunggu izin, Alaska langsung masuk ke dalam rumah, duduk di kursi.

"Aku mau ke kantor," ucapnya. Dia membuat Arini semakin bingung.

Arini heran, ekspresi wajahnya memperlihatkan rasa kebingungan yang mendalam. Matanya membelalak. Alisnya mengerut, ada banyak keraguan dan pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikirannya.

"Kalau begitu, kenapa kamu ke sini?" tanya Arini, mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi. Dia tidak mengerti mengapa Alaska datang ke rumahnya jika dia sebenarnya ingin pergi ke kantor.

"Aku belum sarapan," ucap Alaska, memberikan alasan yang tidak jelas. Arini tetap bingung, mencoba memahami apa yang dimaksud Alaska.

Alaska kesal dengan kebingungan Arini. "Ayolah, Arini. Aku hanya minta secangkir kopi dan buatkan saja untukku apa yang kamu bisa masak pagi ini." Dia terdengar tidak sabar.

Arini panik. Alaska ini sungguh nekat. "Istrimu gimana?" tanyanya, cemas tentang bagaimana reaksi Kanaya jika mengetahui bahwa Alaska sedang berada di rumahnya.

"Biarlah." Masih tetap sama, Alaska acuh tak acuh pada Kanaya. Dia tidak peduli tentang apa yang mungkin dirasakan istrinya tersebut..

Alaska sudah duduk di ruang tamu. Begitu tenang dan santai seolah-olah berada di rumah sendiri.

Arini tidak mungkin mengusirnya. Selain dia tidak tega, alasan lain adah Alaska akan semakin keras kepala jika dilawan dengan cara yang keras.

Arini terpaksa membuatkan kopi untuk Alaska, dan yang dia punya hanyalah pisang goreng.

Sebentar perempuan itu ke belakang lalu kembali lagi ke depan menyajikan makanan tersebut kepada Alaska.

Betapa bahagianya wajah Alaska.

"Alaska, kamu nggak bisa kayak gini terus. Kalau–"

Ucapan Arini dipotong oleh Alaska yang tampak sibuk menikmati kopinya.

"Arini, kopimu enak," puji Alaska, tersenyum senang. "Aku harap, aku bisa menikmati ini setiap hari."

Saat Arini akan marah, hatinya malah luluh. Di satu sisi dia merasa bersalah dengan Kanaya. Di sisi lain, dia bahagia Alaska tetap mencintainya.

Keduanya tidak sadar bahwa Kanaya sedang mengawasi mereka dari jauh. Dia melihat Alaska yang menikmati sarapan di rumah wanita lain. Kanaya tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi dia bisa melihat kehangatan antara Alaska dan Arini.

Kanaya menangis sejadi-jadinya di dalam mobil, hatinya hancur. Pernikahannya baru seumur jagung, tetapi Alaska sudah tampak selingkuh.

"Alaska, harus berakhir bagaiama kisah kita?"

Hati Kanaya hancur melihat pemandangan itu, dan kesedihan yang melanda dirinya begitu mendalam. Dia terus memikirkan kisah pernikahan mereka yang pahit dan pengkhianatan yang dilakukan oleh Alaska.

Wajah Kanaya dipenuhi dengan kesedihan yang tak terlukiskan. Matanya berkaca-kaca, dan air mata mengalir deras melintasi pipinya.

Tubuhnya terasa lemah, dia merasakan kehampaan dan keputusasaan yang begitu besar. Hatinya terasa hancur berkeping-keping, seperti pecahan kaca yang tak bisa lagi disatukan. Rasa sakit yang mendalam merasuki setiap serat tubuhnya.

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang