Arini juga, berderai air mata. Namun, untuk hal ini, dia berhasil menyadarkan Alaska bahwa cinta yang harus dijaga adalah cinta kepada Kanaya, istri yang begitu baik dan tulus. Alaska pasti akan menyesal seumur hidup kalau sampai kehilangan wanita seperti Kanaya.
Jadi, setelah pikiran laki-laki itu jernih, segera dia kembali berharap masih bisa membicarakan ini pada saat yang tepat. Dan mereka akan mulai lagi kehidupan rumah tangga yang harmonis seperti yang keduanya impikan.
Jika Kanaya bertanya, tentu saja saat ini Alaska sudah punya jawabannya. Ya, dia adalah Kanaya. Kanaya yang Alaska pilih, wanita yang dengan kesabarannya bisa meluluhkan hati seorang yang angkuh seperti Alaska. Tentu saja, Alaska tidak akan pernah melepaskan dia.
Pria itu pulang ke rumah cepat-cepat. Jantungnya berdebar-debar, tidak tahu apa yang akan dia temui. Dia memarkir mobilnya di garasi, kemudian berjalan menuju pintu depan dengan langkah yang cepat.
Dia memasuki rumahnya dan langsung disambut oleh pemandangan yang membuat hatinya bergetar. Ismi, pembantunya, duduk di dapur dengan wajah yang pucat dan mata yang sembab. Sepertinya, dia baru saja menangis.
Alaska mengabaikan Ismi dan naik ke atas, mencari istrinya. Dia memeriksa setiap kamar, berharap menemukan Kanaya. Namun, setiap kamar yang dia buka hanya kosong yang dia dapati. Kanaya tidak ada di mana-mana.
Alaska turun kembali, dia menemi Ismi. "Di mana Nyonya?"
Ismi menatap Alaska dengan mata yang berkaca-kaca. "Nyonya ... Nyonya sudah pergi," jawabnya dengan suara yang bergetar. "Dia meninggalkan rumah ini dan berkata supaya Tuan nggak perlu mencarinya."
Alaska merasa seolah-olah dunianya runtuh. Dia seperti tidak bisa bernapas, dan seolah-olah sedang tenggelam dalam lautan keputusasaan.
****
Malik menatap Kanaya dengan rasa prihatin dalam-dalam. Wajah Kanaya tampak pucat dan mata yang sembanya merah, bengkak karena menangis. Sejak Kanaya kembali dari Alaska, dia tampak berubah. Dia menjadi lebih pendiam dan sering terlihat sedih. Malik sudah berusaha bertanya tentang apa yang terjadi di sana, tetapi Kanaya selalu mengelak dan meminta Malik untuk tidak menanyakan soal Alaska lagi.
Malik merasa bingung dan khawatir. Namun, dia tahu harus menghormati keinginan Kanaya. Jadi, dia memutuskan untuk tidak menanyakan soal Alaska lagi, berharap suatu saat nanti Kanaya akan menceritakannya dengan sendirinya. Melihat Kanaya menangis di kamar tidurnya, dia merasa hatinya hancur.
"Jangan bersedih," pinta Malik dengan suara lembut.
Kanaya menatap Malik dengan mata berkaca-kaca, kemudian menggeleng perlahan. Dia mencoba tersenyum, tetapi senyum itu tampak pahit dan dipaksakan.
"Kamu mau ke mana ini?" tanya Malik.
"Bawa aku ke tempat yang tenang, Malik. Aku nggak mau diganggu siapa pun untuk sementara ini."
Malik berpikir keras, matanya menatap jauh ke depan, mencoba mencari ide. Dia harus menemukan tempat yang tenang, jauh dari hiruk pikuk kota dan orang-orang yang mungkin mengenal Kanaya.
"Mau ke vila punya Om Salim?" tawar Malik, menoleh pada Kanaya yang duduk di sebelahnya. Vila Om Salim berada di pinggiran kota, dikelilingi oleh hutan pinus dan jauh dari keramaian. Itu adalah tempat yang sempurna bagi seseorang yang ingin menyendiri.
"Kalau ke vila, papa dengan mamaku pasti tahu. Aku butuh tempat yang asing," tolak Kanaya dengan nada lemah. Dia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang kembali menggenang di mata.
Malik mencoba menemukan solusi. Tiba-tiba, dia menemukan ide. Ada tempat yang mungkin cocok untuk Kanaya. Tanpa berbicara, Malik tancap gas, memacu mobilnya pergi meninggalkan kota. Dia tidak memberi tahu Kanaya ke mana mereka akan pergi, berharap itu bisa menjadi kejutan baginya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska
RomantikaSetelah Kanaya pergi, Alaska baru sadar kalau dia jatuh cinta pada istrinya yang tidak sempurna itu. Bahkan, sebenarnya setelah malam pertama mereka benih-benih cinta sudah tumbuh di hati Alaska